Mohon tunggu...
Didit Putra
Didit Putra Mohon Tunggu... Editor - Komunikasi, Jurnalisme, Media sosial dan teknologi. Eks jurnalis yang sekarang belajar sebagai PR-guy.

Mantan jurnalis untuk Harian Kompas setelah bertugas hampir 15 tahun, beralih ke dunia korporasi dengan dua tahun di Xiaomi Indonesia dan saat ini sedang berkarya di Erajaya Group sebagai Corporate Communications Manager. Akan banyak menulis soal pengalaman yang sudah dikumpulkan selama ini, baik terkait jurnalisme, media sosial, teknologi dan sekitarnya. Bisa disapa di Twitter lewat akun @eldidito atau e-mail ke eldidito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Lucunya Amarah Muslim

18 September 2012   14:50 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:17 667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"No halal condoms at the pharmacy? #muslimrage" Tweet tersebut awalnya cukup mengusik mata sewaktu ada salah satu rekan yang meng-RT ke linimasanya. Bila diterjemahkan: "tidak ada kondom halal di apotek? #muslimrage." Bila tagar #muslimrage diterjemahkan bisa menjadi amarah muslim. Whoa! Ada apa ini? Iseng-iseng saya pun menelusuri tagar tersebut dan muncullah daftar panjang hasil pencarian tweet yang menggunakan tagar yang sama. Hasilnya makin membuat kening berkerut, tengok saja beberapa contohnya: - "What do you mean you don't serve chocolate milk at this pub?!" (Apa maksud anda tidak menyajikan susu cokelat di pub atau kedai minum ini?) - There's no prayer room in this nightclub! (Tidak ada ruang untuk salat di klab malam ini!) - Lost your kid Jihad at the airport. Can't yell for him (Kehilangan anakmu yang bernama Jihad di bandara. Tidak bisa berteriak memanggil namanya) - Too much pork in Angry Birds (terlalu banyak babi dalam permainan Angry Birds) Eh? Lama-lama, tweet ini memiliki benang merah. Mereka bernada sarkastis alias menyindir. Dilihat dari nama akunnya yang kebanyakan malah terkesan timur tengah seperti Ahmed Al Omran (@ahmed), Imad Mesdoua (@ImadMesdoua), Assed Baiq (@AssedBaiq), sehingga saya pun BERASUMSI (kemungkinan saya salah terbuka lebar) bahwa pembuat twit ini juga muslim. Tapi kenapa mereka sedang mengolok-olok agamanya sendiri dengan tagar itu? Setelah menyibak cukup lama dari hasil pencarian, akhirnya muncul berita di antara ribuan twit mengenai #muslimrage. Salah satunya dari Guardian (http://www.guardian.co.uk/media/us-news-blog/2012/sep/17/muslim-rage-newsweek-magazine-twitter). Rupanya sedang ada gerakan memplesetkan tagar #muslimrage menyusul edisi terbaru majalah Newsweek yang memiliki headline yang sama "Muslim Rage" dengan foto yang cukup provokatif. Saya comot dari salah satu situs seperti ini: [caption id="attachment_213105" align="aligncenter" width="300" caption="tampak sebagian dari sampulnya. Ga perlu diperlihatkan semuanya ya..."][/caption] Dari edisi tersebut, bisa dipastikan berkisah mengenai gelombang protes yang muncul akibat video "Innocence of Muslims" yang menghebohkan dan mengundang amarah dari penjuru dunia. Semenjak kejadian tersebut, unjuk rasa demi unjuk rasa berlangsung sporadis di berbagai negara memprotes peredaran film ini. Dan sasaran amuk itu adalah Kedutaan Besar Amerika Serikat. Kenapa? Karena sang sutradara ternyata berada di Amerika Serikat dan Pemerintah AS dituding tidak tegas dengan sang sutradara dan terkesan melindungi. Salah satu korban yang jatuh akibat unjuk rasa ini adalah Duta Besar AS untuk Libya, John Cristopher Stevens, dan tiga orang staf kedutaan berkewarganegaraan Amerika Serikat akibat amuk pengunjuk rasa yang menerobos masuk. (http://www.voaindonesia.com/content/dubes-as-dan-3-staf-kedutaan-as-tewas-di-libya/1506253.html) Tema inilah yang dicomot Newsweek untuk terbitan terbaru mereka. Memasang foto pengunjuk rasa dengan wajah pengunjuk rasa yang berteriak marah, mereka memasang artikel utama yang ditulis Ayaan Hirsi Ali yang memiliki kesimpulan bahwa sebagian besar muslim di seluruh dunia intoleran dan tidak berniat untuk berdamai dengan penganut agama lainnya. Kemudian datanglah blunder yang mereka buat. Mungkin maksudnya untuk mempromosikan (atau membuatnya jadi sensasi demi penjualan oplah), akun twitter Newsweek mengajak tweeps untuk berdiskusi mengenai sampul majalah maupun isi tulisannya dengan tagar #muslimrage. Yang terjadi justru sebaliknya: PEMBAJAKAN. Maksudnya, bukan pembajakan pesawat terbang, tapi tagarnya dibajak untuk membuat tweet lelucon terkait amarah seorang muslim. Itulah kenapa, tweet yang saya baca di awal cerita semula terasa janggal kemudian menjadi masuk akal. Mereka sedang menertawakan diri sendiri untuk menertawakan sang pembuat ulah, Newsweek. Yang terjadi sekarang, bukannya tagar #muslimrage dibuat untuk membahas sampul maupun artikel, tapi justru sarana bertukar lelucon tentang menjadi seorang muslim di dunia barat. Sebut saja tesis Samuel Huntington "Clash of Civilization" yang diparodikan. Mereka seolah menertawakan benturan budaya sementara 10 tahun lalu semua orang khawatir hal ini berujung pada konflik skala global. Tidak hanya itu, sampul Newsweek juga jadi sasaran kejahilan dunia internet. Foto pengunjuk rasa diganti dengan foto kegiatan sehari-hari sementara headlinenya masih utuh. Ini contohnya karya Benjamin Silverstein (@bensilverstein) [caption id="attachment_213109" align="aligncenter" width="300" caption="Sampul karya Benjamin Silverstein (@bensilverstein). Punten dipakai sebentar, kang Ben :)"]

13479792762117841279
13479792762117841279
[/caption] Sebagian bisa berpendapat bahwa lelucon ini seperti membuka aib sendiri. Namun menurut saya, apa yang mereka lakukan justru sangat cerdas. Membalas penghinaan kepada agama dengan cara yang tidak terduga. Di balik tweet lelucon itu, sebetulnya terselip pendidikan mengenai bagaimana menjadi muslim seperti berhijab, menjauhi alkohol, pantang makan daging babi, hingga aspirasi mereka pasca 9/11 di Amerika Serikat. Memang masih juga ada reaksi keras yang terjadi di berbagai negara, salah satunya Indonesia: http://www.voaindonesia.com/content/polisi-dan-demonstran-bentrok-dalam-protes-film-anti-islam-di-jakarta/1509830.html Apa yang dilakukan punya dasar pemikiran tersendiri dan tidak bisa saling menyalahkan. Masing-masing bentuk gerakan ini belum terlihat mana yang membawa manfaat lebih banyak ketimbang mudharatnya. Namun, gerakan di twitter patut diapresiasi karena juga menampilkan wajah lain dari muslim yakni punya selera humor. Seperti pernah diutarakan seorang muslim Indonesia yang juga terkenal dengan selera humornya, Almarhum Abdurrahman Wahid alias Gus Dur: "Gitu aja kok repot!" Silakan ikuti tagar #muslimrage dan nikmati hiburan dari saudara muslim dari penjuru dunia.

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun