Mohon tunggu...
Didit Putra
Didit Putra Mohon Tunggu... Editor - Komunikasi, Jurnalisme, Media sosial dan teknologi. Eks jurnalis yang sekarang belajar sebagai PR-guy.

Mantan jurnalis untuk Harian Kompas setelah bertugas hampir 15 tahun, beralih ke dunia korporasi dengan dua tahun di Xiaomi Indonesia dan saat ini sedang berkarya di Erajaya Group sebagai Corporate Communications Manager. Akan banyak menulis soal pengalaman yang sudah dikumpulkan selama ini, baik terkait jurnalisme, media sosial, teknologi dan sekitarnya. Bisa disapa di Twitter lewat akun @eldidito atau e-mail ke eldidito@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Cerita di Hari Terakhir Pendaftaran Pilkada Jabar

12 November 2012   08:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:34 902
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hanya ingin cerita pengalaman menghabiskan waktu seharian penuh di kantor Komisi Pemilihan Umum Provinsi Jawa Barat, Sabtu (10/11) lalu. Hari itu merupakan hari terakhir dari masa pendaftaran calon peserta Pilkada Jawa Barat 2013 yang dibuka sejak tanggal 4 November. Hingga hari Sabtu tiba, BELUM SATUPUN calon dari partai politik yang datang mendaftar. Satu pasang calon dari jalur perorangan yakni Dikdik Mulyana Arief Mansur dengan Cecep Nana Suryana Toyib (Dikdik-Toyib) yang sudah mendaftar beberapa hari sebelumnya. Kenapa suka di hari akhir, barangkali terkait dengan kultur orang Indonesia yang suka mepet. Barangkali berkaitan dengan negosiasi politik yang terus memanas menjelang tenggat berakhir sehingga ditutup dengan langkah "choose the lesser evil". Atau barangkali juga para calon tidak punya acara di malam minggu sehingga memilih untuk mendaftar (biar pikirannya disibukkan dengan hal keduniawian hahaha) Singkat kata, ada empat pasang calon yang mendaftar. Mereka adalah: Rieke Diah Pitaloka-Teten Masduki, Yusuf Macan Effendi-Lex Laksamana, Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar. Seluruh kursi parlemen sudah terpakai untuk pendaftaran, dan menyisakan 10,24 persen suara yang tidak bisa dipakai karena batas minimal untuk mengajukan calon adalah 15 persen. Usai hari Sabtu, agenda selanjutnya adalah verifikasi faktual dari berkas pendaftaran calon, dari Minggu (11/11) hingga tanggal 17 November 2012 mendatang. Tanggal 18 direncanakan pemeriksaan kesehatan bagi calon di RS Hasan Sadikin. Keterangan yang dipaparkan di atas pasti sudah bersliweran di berita online sepanjang hari Sabtu. Informasi memang melimpah. Karenanya, saya ingin membuat tulisan yang tidak serius dan seharusnya tidak perlu ditanggapi dengan serius pula. Saya ingin membahas soal pembawaan para calon saat mendaftar. Kesimpulan ini berdasarkan pengamatan subyektif semata. Pembaca yang kebetulan hadir bisa memiliki kesan yang berbeda, bukan sesuatu yang diharamkan. Jadi, inilah dia: ----------------------------------------------------- Rieke-Teten, Resep Sama untuk Penyakit Beda ----------------------------------------------------- XX Rieke dan Teten datang menggunakan baju kotak-kotak merah. Pola ini sudah dikenal luas saat Pilkada DKI Jakarta lalu karena dipakai oleh kader PDIP yang bertarung yakni Joko Widodo. Bersama wakilnya, Basuki Tjahaya Purnama, mereka mampu mem-branding pola kotak-kotak itu sebagai atribut kampanye yang efektif. Namun, apakah hal serupa bisa terulang untuk Rieke-Teten di Jawa Barat? Rieke menerangkan bahwa Jokowi sendiri lah yang menawarkan untuk memakai baju kotak-kotak merah di Pilkada Jabar. Bukannya Jokowi tidak percaya factory outlet seperti BaBe, BaSe, atau Old n New di Bandung, tapi Rieke mengaku agar semangat perlawanan terhadap politik uang bisa diwariskan kepada Pilkada Jabar. Semoga saja pilihan Rieke-Teten tepat karena DKI Jakarta bukanlah Jabar. Sosiologis pemilih tidaklah sama, dan yang pasti reaksinya juga belum tentu sama melihat motif baju yang mereka pakai. Bisa langsung terinspirasi dengan suasana Pilkada di DKI Jakarta, tapi juga langsung "turn off" dengan reaksi "Tidak kreatif!" Coba saja tengok peserta Pilkada Kota Cimahi yang pernah mencoba atribut serupa yakni pasangan Supiyardi-Encep Saepuloh. [caption id="attachment_222854" align="aligncenter" width="300" caption="foto merupakan aset dari inilah.com"]

1352708109475331308
1352708109475331308
[/caption] XX Sewaktu diminta berbicara di hadapan para wartawan usai mendaftar, mayoritas bakal melihat bahwa Rieke lebih jago menguasai audiens ketimbang Teten. Rieke, yang barangkali menguasai teknik pernafasan (bukan teknik peringan tubuh), mampu berorasi dengan apik. Dia bisa berteriak lantang mendayu-dayu seperti Megawati Soekarnoputri tapi tetap diselipkan gaya khasnya, Oneng, karakter yang dia perankan di sinetron "Bajaj Bajuri" di Trans TV. Karakter yang lugu dan cenderung o'on kerap dimanfaatkan gaya bahasanya di tengah pidato yang berapi-api. Hasilnya cukup efektif karena audiens bisa terbakar semangatnya tapi terhibur karena gaya bicaranya yang ceplas ceplos. Sebaliknya, Teten, yang sampai saat ini selalu kebagian giliran berpidato setelah Rieke, tampak terbanting karena sulit mengimbanginya. Yang ada, muncul kesan bahwa dia kikuk dan kurang bisa mengartikulasikan "wacana besar" yang disampaikan pembicara sebelumnya. Teten bisa jadi memiliki kemampuan analisa maupun perencanaan hebat, tapi dia butuh "dipoles" agar memiliki pesona dan mampu memikat masyarakat. Konsep duet keduanya adalah berbagi tugas. Rieke dan Teten menegaskan bahwa mereka akan kerja bersama dan berdua, layaknya Jokowi-Ahok yang saling mengisi. Yin dan Yang. ------------------------------- Dede-Lex, Sopir dan Kernet ------------------------------- Dede Yusuf dengan Lex Laksamana datang menggunakan kemeja putih berkacu biru bertuliskan DEJATU (Dede for Jabar Satu). Dalam sambutan mereka, pakaian putih disebut sebagai pakaian lapangan yang diartikan kesiapan untuk turun ke lapangan dan kacu disimbolkan sebagai semangat relawan. Mereka mengharapkan masyarakat menangkap arti dari baju tersebut sebagai orang yang bersedia turun ke lapangan dengan semangat relawan alias tidak mengharapkan keuntungan pribadi. Dibandingkan pasangan sebelumnya, pakaian Dede dan Lex boleh diacungi jempol karena menawarkan sesuatu yang baru. Hanya saja, bagi sebagian orang, baju tersebut terlihat lucu saat dikenakan orang yang sudah berumur, apalagi oleh Lex yang baru saja pensiun tanggal 1 November lalu. Yang menarik dari pasangan ini adalah posisi berdiri. Sejak masuk ke auditorium KPU Provinsi Jabar, keduanya diminta berhenti di pintu untuk diambil gambarnya. Dengan situasi tersebut, Lex memilih berdiri di belakang Dede sehingga keduanya tidak berdiri sejajar. Semula, saya merasa itu gara-gara pendukung yang tidak tahu diri sehingga Lex tidak kebagian tempat.
13527071451401983179
13527071451401983179
XX Ternyata saya salah, sewaktu keduanya diminta berbicara usai mendaftar, posisi tersebut diulangi. Padahal, panggung seluas 4x6 meter hanya diisi mereka berdua. Tiang pelantang memang dipasang berjajar tapi Lex tetap memilih berdiri sedikit di belakang Dede Yusuf.
13527071731320529910
13527071731320529910
XX Sewaktu memaparkan konsepnya, Dede memiliki konsep kepemimpinan yakni sopir dan kernet. Sewaktu mendatangi kantor KPU, keduanya memang mengendarai angkot Ciroyom-Cikudapateuh. Ini tidak berarti mereka ingin menggalakkan program angkot untuk solusi transportasi Jabar, tapi sebagai simbolisasi hubungan mereka. Dede sebagai sopir dan Lex sebagai kernet yang memberi instruksi kapan berhenti, dan kapan harus maju. Sayang tidak disebutkan siapa yang berperan sebagai tukang ngamen.... Namun, melihat latar belakang keduanya, konsep tersebut cukup tepat. Dede tipikal pejabat yang...seperti pejabat kebanyakan: agenda keluar, jalan-jalan, membuka seminar dll. Sementara Lex yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Daerah tampaknya diposisikan untuk menggerakkan mesin birokrasi PNS yang bekerja tanpa harus woro-woro. Pemilihan Lex tampaknya diduga karena perhitungan bahwa dia tidak berniat maju sebagai gubernur untuk pilkada tahun 2018. Keduanya punya tantangan untuk memperkenalkan konsep ini kepada masyarakat karena gambaran yang biasa beredar adalah gubernur dan wakilnya harus sama-sama dikenal dan suka kelayapan di daerah Jabar. Lex juga harus dipersiapkan tampil untuk menggantikan tugas Dede bila sang gubernur sedang ke luar kota, naik haji, atau lainnya. ------------------------------------------------------------ Heryawan-Mizwar, Akhir Sinetron Para Pencari Tuhan? ------------------------------------------------------------
13527072021254712045
13527072021254712045
XX Pasangan ke tiga yang datang adalah Ahmad Heryawan dan Deddy Mizwar, dengan kemeja putih dan bendera merah putih di atas sakunya. Sayang, keduanya tidak menjelaskan maknanya, dan para wartawan tidak sempat menanyakan, karena.... situasi di auditoriumnya. Biar jadi cerita lain di kesempatan yang lain pula :) Dari empat pasangan yang mendaftar, pasangan ini paling menyedot perhatian. Pasalnya kehadiran Deddy Mizwar yang dikenal sebagai Jenderal Nagabonar atau Bang Jack dalam sinetron Para Pencari Tuhan sudah tersohor secara nasional. Kepastian bahwa namanya mendampingi Heryawan juga baru dipastikan sehari sebelum pendaftaran langsung dari Presiden PKS, Lutfi Hasan Ishaq. Namun, pasangan ini pula yang memiliki sambutan paling "cryptic" menurut saya. Saya pakai cryptic karena sewaktu direnungkan beberapa saat, pesan yang sampai tidak sepenuhnya seperti pesan yang diutarakan waktu di panggung. Ruwet kan? Ah itu anda saja yang ikut2an pusing gara2 baca hihihi Sewaktu berada di atas panggung, Heryawan menyatakan bahwa alasan pemilihan Deddy Mizwar sebagai wakil adalah karakter dan integritas yang dimiliki beliau. Sebagai aktor nasional, Heryawan juga menyebut Deddy Mizwar sebagai tokoh budaya. Deddy Mizwar saat berbicara juga menyatakan kebanggaanya untuk bisa mendampingi Heryawan yang disebutnya orang yang bersih dan lurus. Dalam wawancara usai turun dari panggung, Mizwar juga mengatakan bahwa sebagai wakil harus pandai menempatkan diri. Singkat kata, dia tidak ingin seperti wakil Heryawan periode 2008-2013 yakni Dede Yusuf yang pecah kongsi kemudian maju di Pilkada 2013. Secara awam, tidak ada yang salah dalam peristiwa dua orang yang saling memuji itu. Namun, keduanya tidak menyebut pasti kapabilitas Deddy Mizwar sehingga layak menduduki Wakil Gubernur. Barangkali itu menjadi pertanyaan yang harus dijawab pada masa kampanye. ------------------------------------------------ Yance-Tatang, Duet Bupati Pembawa Obor ------------------------------------------------ Kenapa "Pembawa Obor""? bukan alasan filosofis, tapi saat mendatangi kantor KPU Jabar, mereka berjalan kaki sambil membawa obor alias pawai seperti peringatan Bandung Lautan Api. Malam hari? Yup, pasangan ini adalah yang terakhir mendaftar pada pukul 22.00 atau dua jam menjelang tenggat berakhir.
13527079482094725314
13527079482094725314
XX Irianto Mahfud Shiddiq Syaifuddin dan Tatang Farhanul Hakim adalah duet mantan bupati yang menjajal satu tingkat lebih atas. Irianto atau lebih akrab disebut Yance ini pernah menjadi Bupati Indramayu sementara Tatang menjadi Bupati Tasikmalaya. Keduanya sudah selesai menjabat. Meski sama-sama bupati, jelas terlihat bahwa Yance-lah yang memimpin duet ini (yaeyalah dia yang jadi calon gubernur). Gesture itu terlihat jelas sewaktu Tatang mempersilahkan Yance berbicara dengan sebutan "Pak Gubernur". Dari pembawaan, Yance yang berasal dari daerah Pantai Utara cenderung lebih blak-blakan ketimbang Tatang yang berasal dari daerah Priangan Timur. Pada titik tertentu, hal ini bisa menguntungkan karena urusan bisa lebih simpel ketimbang mbulet tidak jelas. Namun, pembawaan ini bisa jadi mengundang resistensi mengingat ibu kota Jabar didominasi kultur Priangan Timur. Pasangan duetnya, Tatang, diharapkan bisa mengisi "kelemahan" (kalau boleh disebut kelemahan) dari Yance. ----------------------------------------------------------------------- Demikian sudah, pengamatan saya terhadap empat calon Pilkada Jabar yang mendaftar Sabtu (10/11). Belum ada program yang mereka paparkan sehingga terlalu dini untuk menyebut mana yang lebih baik atau pantas dipilih. Tulisan ini murni pendapat pribadi dan bisa saja berbeda dengan pengamatan orang lain yang hadir pada saat pendaftaran di KPU. Mari menunggu hasil verifikasi faktual maupun pengambilan nomor urut peserta. Salam memilih!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun