Mohon tunggu...
Didi Suprijadi ( Ayah Didi)
Didi Suprijadi ( Ayah Didi) Mohon Tunggu... Guru - Pendidik, pembimbing dan pengajar

Penggiat sosial kemasyarakatan,, pendidik selama 40 tahun . Hoby tentang lingkungan hidup sekaligus penggiat program kampung iklim. Pengurus serikat pekerja guru.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Kearifan Lokal Pikukuh di Baduy, Dalam Pelestarian Budaya Bertutur

11 Januari 2025   11:53 Diperbarui: 11 Januari 2025   11:53 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Patung selamat datang di Ciboleger Baduy, sumber dokumen pribadi 

                     Pikukuh.

buyut nu dititipkeun ka puun (buyut yang dititipkan kepada puun)
nagara satelung puluh telu (negara tiga puluh tiga)
bangsawan sawidak lima (sungai enam puluh lima)
pancer salawe nagara (pusat dua puluh lima Negara)
gugung teu meunang dilebur (gunung tak boleh dihancur)
lebak teu meunang diruksak (lembah tak boleh dirusak)
larangan teu meunang ditempak (larangan tak boleh dilanggar)
buyut teu meunang dirobah (buyut tak boleh diubah)
lojor teu meunang dipotong (panjang tak boleh dipotong)
pondok teu meunang disambung (pendek tak boleh disambung)
nu lain kudu dilainkeun yang bukan harus ditiadakan)
nu ulah kudu diulahken (yang lain harus dipandang lain)
nu enya kudu dienyakeun (yang benar harus dibenarkan)
mipit kudu amit (mengambil harus pamit)
ngala kudu menta (mengambil harus minta)
ngeduk cikur kudu mihatur (mengambil kencur harus memberitahukan yang punya)
nyokel jahe kudu micarek (mencungkil jahe harus memberi tahu)
ngagedag kudu beware (mengguncang pohon supaya buahnya berjatuhan harus memberitahu terlebih dulu)
nyaur kudu diukur (bertutur harus diukur)
nyabda kudu diunggang (berkata harus dipikirkan supaya tidak menyakitkan)
ulah ngomong sageto-geto (jangan bicara sembarangan)
ulah lemek sadaek-daek (jangan bicara seenaknya)
ulah maling papanjingan (jangan mencuri walaupun kekurangan)
ulah jinah papacangan (jangan berjinah dan berpacaran)
kudu ngadek sacekna (harus menetak setepatnya)
nilas saplasna (menebas setebasnya)
akibatna (akibatnya)
matak burung jadi ratu (bisa gagal menjadi pemimpin)
matak edan jadi menak (bisa gila menjadi menak)
matak pupul pengaruh (bisa hilang pengaruh)
matak hambar komara (bisa hilang kewibawaan)
matak teu mahi juritan (bisa kalah berkelahi)
matak teu jaya perang (bisa kalah berperang)
matak eleh jajaten (bisa hilang keberanian)
matak eleh kasakten (bisa hilang kesaktian)

Praktek Pikukuh di Masyarakat.

Kearifan lokal masyarakat Baduy berupa Pikukuh sekalipun sederhana tetapi sarat dengan makna.Sebagai contoh dalam kehidupan sehari-hari hubungan manusia dengan manusia dalam bertutur, yang diatur seperti dibawah ini,

Nyaur kudu diukur, ( bertutur harus bisa diukur), nyabda kudu diunggang, (berkata harus dipikirkan terlebih dahulu). Ulah ngomong sageto geto, (jangan bicara sembarangan). Ulah lemek sedaek daek, (jangan bicara seenaknya).

Dari Pikukuh yang tertera tersebut jelas menginginkan bahwa manusia dalam bertutur antara manusia dengan manusia lainnya tidak boleh ngomong sembarang, bila bicara harus terukur dan musti dipikirkan terlebih dahulu.

Bandingkan dengan masyarakat sekarang yang mengaku sudah modern seperti masyarakat saat ini, baik publik pigur, pejabat maupun masyarakat biasa,  banyak mengeluarkan kata kata pembicaraan yang tidak sesuai dengan Pikukuh seperti masyarakat Baduy. Dalam medsos seringkali muncul kata kata sumpah serapah caci maki dan hujatan seperti kata kata keluar yang tidak dipikirkan terlebih dahulu sebelum nya dan tidak dipikirkan akibatnya.

Lalu bagaimana bila masyarakat tidak mengikuti aturan Pikukuh yang sudah diwariskan turun temurun oleh mayoritas Baduy, seperti tertulis dibawah ini,

akibatna (akibatnya)
matak burung jadi ratu (bisa gagal menjadi pemimpin)
matak edan jadi menak (bisa gila menjadi menak)
matak pupul pengaruh (bisa hilang pengaruh)
matak hambar komara (bisa hilang kewibawaan)
matak teu mahi juritan (bisa kalah berkelahi)
matak teu jaya perang (bisa kalah berperang)
matak eleh jajaten (bisa hilang keberanian)
matak eleh kasakten (bisa hilang kesaktian)

Bisa dibayangkan hanya karena kesalahan dalam bertutur maka dapat menanggung akibatnya seperti yang tertulis dalam Pikukuh.

Orang yang sembarang dalam ber kata kata atau bertutur maka akibatnya Bisa gagal jadi pemimpin, Bisa gila jadi Menak, Karena hilang pengaruh, kewibawaan kesaktian akibat kalah berkelahi,kalah berperang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun