Mohon tunggu...
Dinda Kirana
Dinda Kirana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Berpikiran Positif dan Optimis Terhadap DPR

31 Maret 2016   22:43 Diperbarui: 31 Maret 2016   23:12 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebagai generasi muda, saya selalu bersikap optimis karena memang seharusnya yang dilakukan oleh seorang anak muda, jika tidak memiliki optimism atau yang ada hanya selalu pesimis dengan keadaan dan situasi kebangsa, maka apa yang dapat kita perbuat, kita tidak akan menemukan jalan atau cahaya kebaikan dari setiap realitas social-kebangsaan. Optimisme merupakan ciri anak muda yang cerdas, sekaligus kekuatan yang akan mendorong gerakan-gerakan yang bersifat konstruktif dan solutif untuk kemajuan dan perubahan bangsa.

Optimisme inilah yang saya gunakan sebagai cara pandang atau sebagai sebuah paradigm dalam melihat dan mengamati fenomena politik yang terjadi setiap harinya di negeri ini. Saya sadar, cara pandang seperti ini sangatlah langka ditemukan ditengah masyarakat saat ini, saat dimana pemerintah, para pejabat, politisi, hakim, jaksa, para cendekiawan bahkan para juru dakwah dan orang-orang soleh sekalipun, tidak pernah memberikan solusi yang nyata-nyata dirakasan oleh masyarakat, di rasakan oleh orang-orang yang membutuhkan pertolongan atau uluran tangan mereka di Republik Indonesia tercinta ini. Sehingga wajar jika rakyat hampir kehilangan harapan kepada para pejabat negeri atau pemerintah, atas kehilangan harapan tersebut membuat sebagian besar rakyat Indonesia termasuk generasi-generasi muda cenderung bersifat pragmatis; selalu menginginkan hal-hal yang instan dan cepat saji.

Sikap dan cara pandang yang selalu “mau instan” dan “cepat saji” demikianlah yang membuat mereka tidak berpikir panjang dalam memahami atau menanggapi segala persoalan politik yang terjadi. Segala kebijakan atau rencana pemerintah selalu di ukur atau dinilai dengan cara pandang isntan dan pragmatis, sehingga terkadang ide-ide atau gagasan-gagasan yang sifatnya jangka panjang atau normative-idealism di ukur dengan standarisasi hasil yang jangka pendek dan materialistik. Model seperti ini sesungguhnya membunuh daya nalar, mematikan konsepsi-konsepsi filosofis atau mengkerdilkan symbol “pemuda” itu sendiri sebagai generasi yang terlanjut dianggap sebagai manusia yang luas wawasannya, memiliki daya kritis dan daya nalar yang tajam.

Dengan itulah saya mencoba menjadi manusia yang minoritas dalam menggunakan cara pandang ini: optimisme. Dalam membaca atau mengamati setiap dinamika politik bangsa, yang terkadang sangat memuakkan ini, sebagai anak muda, saya tetap optimis dalam berpikir, artinya tidak langsung gegabah dalam memberikan justifikasi apa dengan nilai yang negative karena didasari atas kebencian atau ketidak sukaan kita terhadap sesuatu tersebut.

Sebagai contoh dalam penerapan cara berpikir positif seperti yang saya maksud adalah, ketika melakukan rekonstruksi atau menanggapi kebijakan-kebijakan yang dilakukan oleh DPR. Walau bagaimanapun sinisnya sebagian besar masyarakat terhadap anggota DPR dan juga lembaga DPR, tetaplah merupakan sebuah lembaga tertinggi dalam membuat dan merancang UU atau aturan-aturan hukum yang saat ini diterapkan di Indonesia. Plus minusnya UU telah disahkan dan sedang dijalankan oleh pemerintah, menjadi tanggungjawab bersama seluruh lembaga negara, baik Legislatif, Yudikatif lebih-lebih Eksekutif dan juga seluruh Rakyat Indonesia.

Itu artinya bahwa tidak semua hal yang dilakukan oleh DPR itu kita nilai sebagai sesuatu yang keliru. Satu contohnya, renacana pembangunan perpustakaan DPR di kompleks Senayan yang konon katanya terbesar se Asia Tenggara. Rencana tersebut lantas karena ketidak sukaan kita terhadap DPR kemudian menilai sebagai sebuah hal yang “akal-akalan”, “yang sia-sia”, yang ini dan itu dan lain-lainnya. Seharusnya menjadi pertimbangan adalah melihat sebesar apa bermanfaat kebijakan atau renacana tersebut atau sebesar apa ketidakbermanfaatannya, baru melakukan justifikasi bahwa kebijakan pembangunan tersebut tidak perlu atau pembangunan tersebut mendesak.

Sebagai pemuda Indonesia menilai pihak-pihak yang selalu memandang negatif terhadap lembaga DPR dana tau anggota DPR itu karena motif ketidak sukaan atau motif politik semata, bukan karena sebuah alasan yang diambil berdasarkan data, objektikasi atau dasar rasionalitas. Bisa saja bahwa apa yang direncanakan DPR itu sangat baik untuk masa depan bangsa Indonesia, mengingat perpustakaan merupakan sebuah symbol kemajuan suatu bangsa dan itu menjadi suatu kebanggaan besar buat Indonesia di mata bangsa lain.

Walaupun memang tentu masih memiliki kekuarangan, tapi jika memang hal itu baik buat bangsa dan generasi penerus bangsa, maka mari kita benahi kekuarangan-kekuarangan yang ada, memberi masukan-masukan yang baik buat pemerintah.Ok, memang ada perpustakaan digital, dan digitalisasi itu juga diperlukan karena saat ini merupakan era tekhnologi, tetapi bukan berarti perpustakaan konvensional itu tidak diperlukan, justeru yang konfensional itu lebih utama dan sangat penting dibandingkan dengan yang digital. Selain itu, tidak mungkin semua orang yang ada di DPR itu sama-sama merencanakan sesuatu yang jahat buat bangsa ini khususnya pada rencana pembangunan perpustakaan, kalo memang punya rencana yang tidak baik maka tidak mungkin mereka memikirkan tentang “perpustakaan”.

Selain itu, memang saat ini pemerintah sedang giat melakukan pembangunan dibidang infrastruktur atau sektor pembangunan fisik, semangat itulah mungkin sedang diterjemahkan oleh DPR dalam bentuk perencanaan seperti itu, dan itu juga masih dalam tahap perencanaan, belum masuk dalam rapat paripurna DPR. Geliat semangat pembangunan pemerintah Jokowi dnegan slogan “Ayo Kerja” menjadi spiriti baru bagi DPR yang di pimpin oleh ketua DPR yang baru Bapak Ade Komaruddin yang menggantikan Bapak Setya Novanto. Dengan semangat tersebut menjadi penggerak bagi seluruh anggota DPR untuk mengembalikan citra lembaga pembuat UU tersebut yang sebelumnya tercoreng atas kasus “papa minta saham”.

Sangat banyak persoalan-persoalan yang ditinggalkan oleh Bapak Novanto saat menjabat sebagai ketua DPR selama satu tahun, kemudian menjadi beban bagi ketua DPR yang baru Bapak Ade Komaruddin atau Akom. Tugas Akom begitu sangat besar, mengembalikan citra dan kewibawaan lembaga DPR, melakukan penertiban dan stabilitasan terhadap anggota DPR dan alat-alat kelengkapan DPR, menyelesaian UU yang sebelumnya mangkrak dimasa Bapak Novanto. Sejak dilantik hingga saat ini, lebih kurang tiga bulan berjalan, Akom dengan semangat barunya telah mengesahkan tiga UU, bandingkan dengan Bapak Novanto selama satu tahun hanya bis amenyelesaikan tiga UU. Selain itu, mengeluarkan suatu kebijakan yang berani yaitu membatasan masa reses bagi DPR, menghapuskan studi banding bagi DPR ke luar negeri, dan juga telah mengusulkan lebih kurang 40 UU untuk segera di revisi dan atau disahkan.

Terakhir sebagai penegasannya adalah, saat ini DPR sedang giat melakukan pembenahan dan menunjukkan kinerja yang baik, menghasilkan keputusan-keputusan yang tepat dan benar untuk negara Republik Indonesia dan Rakya Indonesia. Sehingga diperlukan pengawasan dan masukan dari seluruh rakyat Indonesia, agar jalannya pememrintahan di DPR berada pada jalan yang benar dan konstitusional. Dukungan lain yang lebih penting lagi adalah memberikan kepercayaan atau legitimasi kepada segenap anggota DPR dan lembaga DPR dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya, juga dalam memberikan keputusan-keputusan yang benar untuk kepentingan rakyat Indonesai dan negera.

Lebih dan kurangnya harap maklum, terimakasih. Salam pemuda Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun