Mohon tunggu...
Dinda Kirana
Dinda Kirana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dalam Munaslub Golkar, Akom Menjunjung Tinggi Rekonsiliasi Partai

24 Mei 2016   16:09 Diperbarui: 25 Mei 2016   01:43 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Forum tertinggi pengambilan keputusan partai Golkar telah memenangkan Setya Novanto sebagai Ketua Umum, ketua demisioner Aburizal Bakrie sebagai ketua dewan Pembina dan Nurdni Halid sebagai ketua harian Partai Golkar, dan anehnya secara langsung dalam pidato kemenangan sesaat setelah terpilih Setya Novanto menunjuk Idrus Marham sebagai Sekertaris Jenderal Partai Golkar.

Keadaan ini mengisaratkan adanya sebuah kerjasama politik yang cukup jelas, hasil kerjasama itulah lantas kekuasanaan dibagi-bagi untuk kelompok mereka sendiri. Kerjasana disini dapat ditafsirkan sebagai persekongkolan politik antara DPP Partai Golkar (ARB), Panitia Pengarah dan Pimpinan Sidang Munaslub (Nurdin Halid), dan juga pemerintah (Luhut Panjaitan). Ketiga kekuatan tersebut secara sadar bekerja secara politik dan konspiratif, mendesain segala cara untuk dapat memenangkannya Novanto, sehingga hasilnya adalah bagi-bagi posisi.

Terlepas dari hal tidak etis seperti itu, ditengah-tengah kelompok yang mengedepankan nafsu kuasa yang menggebu menghalalkan segala cara untuk bisa memenangkan pertarungan, ada kelompok yang melakukkan sebaliknya dari apa yang kelompok pertama lakukan; yaitu mengedepankan etika dan moralitas, mengedepankan rekonsiliasi dan konsolidasi dalam berpolitik.

Kelompok pertama adalah mereka yang mengedepankan nafsu kekuasaan dan menghalalkan segala cara untuk bisa menjadi ketua umum Golkar. Lalu siapa-siapa yang dapat diidentifikasi dari delapan kandidat atau kader-kader Partai Golkar yang masuk dalam kategori pertama ini, biarkan nurani kita yang menjawab; kelompok kedua adalah mereka yang  mengedepankan etika dan prinsip rekonsiliasi dalam berpolitik, dan identifikasinya bahwa mereka yang masuk dalam kategori ini salah satunya adalah Ade Komaruddin.

Bukan sebuah pernyataan yang berlebihan jika kita katakana bahwa pelaku utama dalam proses rekonsiliasi Partai Golkar adalah Ade Komaruddin yang juga calon ketua umum Golkar nomor urut 1. Pria yang akrab di sapa Akom ini, dalam berpolitik, tidak hanya selama proses Munaslub Partai Golkar dalam beberapa tahapan-tahapan hingga pada puncak pemilihan, tetapi juga pada prinsip kehidupan berpolitiknya dai selalu mengedepankan nilai-nilai etis, moral, budaya dan spiritualias. 

Kopiah yang selalu dikenakannya merupakan symbol dalam gerakannya bahwa ia merupakan cendekiawan muslim yang sedang berdakwah di jalan politik. Godaannya cukup besar, dengan berbagai macam rupa rayuan, tetapi Akom tetap dapat mempertahankan prinsip nilai yang tertanam dalam dirinya.

Hal ini dapat kita saksikan sepintas selama proses penyelenggaraan Munaslub partai Golkar. Sejak Akom menyatakan kesiapannya untuk maju sebagai ketua umum Golkar, sejak itu pula fitnah, serangan dan kampanye hitam pada dirinya mulai ditujukan. Mulai dari laporan jet pribadi, LHKPN, rekaman dll, yang setelah disidangkan juga tidak memiliki bukti yang kuat alias hal itu adalah karangan belaka. Namun heroiknya adalah, AKom sama sekali tidak emosi, apa lagi melakukan serangan balik, malah Akom sebaliknya memafkan dan memberikan nasehat bahwa yang demikian itu tidak baik.

Di arena Munaslub pun juga hal yang sama dia lakukan, saat yang lain melakukan politik transaksional, bagi-bagi dolar dan bahwa santer terdengar bahwa peserta dihujani dolar sebesar 3 miliar persatu suara untuk memilih salah satu calon tertentu. Akom memilih berpolitik santun dan mengedepankan nilai-nilai idealism yang dianutnya. Pada hal jika dia mau bisa saja Akom melakukan hal yang serupa, apa lagi secara elektabilitas dan kapasitasnya yang cukup diakui sangat tinggi.

Ketika Panitia Pengarah, Pimpinan Munaslub, dan juga Pemerintah lewat Menkopolhukam Luhut Panjaitan secara terang-terangan berusaha menguasai dan mengendalikan forum, mendesai secara politik untuk dapat memenangkan salah satu calon, Akom sama sekali tidak memunculkan reaksi negative, malah Akom berperan penting dalam mengendalikan massa agar tetap mengedepankan rekonsiliasi, demokratisasi dan etika politik yang baik dalam berpolitik. Dia tidak ingin partai Golkar hancur gara-gara nafsu kuasa yang membabi buta, karena bagi kader-kader partai Golkar semuanya adalah saudara.

Puncaknya, sikap negarawan Akom dalam membangun dinamika politik yang baik dan konstruktif adalah saat perhitungan suara dilakukan, pada putaran pertama memang suara Akom lebih besar dari suara Setya, namun walau demikian tetap dimungkinkan untuk masuk pada putaran kedua. Namun lagi-lagi Akom menunjukkan sikap rekonsiliatif dan demokratis yang cukup besar, dimana saat dinyatakan dirinya dan Novanto masuk dalam putaran kedua, tiba-tiba Akom menyatakan mundur, secara otomatis maka Novantolah yang akan menjadi pemenang.

Namun perlu untuk dipahami bersama bahwa mundurnya Akom dalam putaran kedua sebagai calon ketua umum Partai Golkar bukan tanpa alasan, hal demikain dilakukan atas pertimbangan sadar dan bijaksana, dengan menimbang dan memperhatikan segala aspek yang akan terjadi jika tetapi maju dan segala hal yang akan terjadi jika mengambil langkah mundur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun