Remisi untuk koruptor? Hmmmm sepertinya kita tidak habis pikir mengapa para koruptor diberikan remisi? Biar saja mereka menghabiskan hukumannya sesuai putusan pengadilan! Tidak usah diberi ‘diskon’ dengan remisi segala! Atas dasar kemanusiaan? Ah….klise! Bukankah mereka juga tidak memiliki rasa kemanusiaan ketika menggerogoti uang rakyat dengan cara Kong-Kalingkong di “belakang meja” menggunakan dus buah-buahan yang diisi duit rakyat.
Kita sering mendengar gembar-gembor di negeri ini bahwa hukum adalah panglimayang harus selalu berada di garda terdepan untuk menegakkan keadilan. Namun keadilan itu harus ditafsirkan dalam frame substansial dan bukan cuma tekstual. Jika negara (baca : pemerintah) terlalu mudah memberikan diskon hukuman kepada para koruptor hanya karena atas nama Hak Asasi Manusia, bukankah ini justeru akan melukai rasa keadilan rakyat?
Oke lah atas nama HAM setiap pesakitan (termasuk para koruptor berhak mendapatkan remisi alias diskon hukuman. Tetapi lagi-lagi kita tidak boleh menafsirkannya secara tekstual ansich. Lihatlah kelakuan para koruptor yang bak drakula atau zombie yang mennghisap uang rakyat sampai kering. Bukankah mereka juga sangat melanggar HAM? Dengan demikian, seharusnya dibuat aturan khusus bagi para koruptor dalam pemberian remisi itu. Misalnya cukup satu kali dalam setahun. Yang terjadi selama ini, setiap tahun mereka mendapat beberapa kali remisi seperti tahanan-tahanan lainnya. Jangankan rakyat, sesama tahanan pun malah tidak terjadi keadilan. Mengapa? Karena sama remisi yang diberikan antara maling kambing dengan maling duit rakyat.
Pada akhirnya Presiden menanggapi kritik pedas terhadap obral remisi MenKumHam terhadap para koruptor dengan memerintahkan penghentian remisi terhadap para koruptor. Meskipun agak lambat respon RI1 itu, tidak apalah. “Lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali”, begitu kata pepatah. Tetapi, “lebih baik tidak terlambat dari pada terlambat”, begitu kata anak kelas satu SD. Benar juga, lebih baik tidak terlambat, lebih baik cepat dan lebih baik sigap dalam perkara-perkara yang meyangkut rasa keadilan rakyat seperti ini.
MenKumHam akhirnya membentuk tim pengkaji moratorium (penghentian) remisi bagi para koruptor. Lagi-lagi tindakan yang terlambat, itupun karena adanya desakan publik. Tapi biarlah. Lagi-lagi, “lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali”. Akhirnya kita berharap ini bukan hanya retorika pemerintah. Apalagi cuma untuk mengangkat citra…..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H