Manunggaling kawula gusti mengusung Anok
Tanah ini berbisik perihal suaka pada kekosongan strata
Tak ada tuan, tak ada hamba
Ada adalah tiada, dan kehampaan ini bernyawa
BARISAN NISAN
matahari terlalu pagi mengkhianati / pena terlalu cepat terbakar / kemungkinan terbesar sekarang adalah memperbesar kemungkinan pada ruang ketidak-mungkinan / sehingga setiap orang yang kami temui tak menemukan lagi satu pun sudut kemungkinan untuk berkata “Tidak mungkin” / tanpa darah mereka mengering / sebelum mata pena berkarat dan menolak kembali terisi / sebelum semua paru disesaki tragedi / dan pengulangan menemukan maknanya sendiri / dalam pasar dan semerbak deodoran / atau mungkin dalam limbah dan kotoran / atau mungkin dalam seragam sederetan nisan / atau mungkin dalam pembebasan ala monitor 14 inci yang menawarkan hasrat pembangkangan ala Levi's dan Nokia / atau dalam 666 halaman hikayat para bigot dan despot yang menari ketika jelaga Azaghtot berangsur menjadi kepulan pitam / berselubung Michael Jordan di pojokan pabrik-pabrik makloon para produsen kerak neraka berlapis statistik / pembenaran teatrikal supermall / dan opera sabun panitia penyusun undang-undang pemilu / yang mencoba membanyol tentang kekonyolan demokrasi / yang rapi berdasi / menopengi mutilasi pembebasan dengan sengkarut argumen basi tentang bagaimana menyamankan posisi pembiasaan diri dihadapan seonggok tinja / para sosok pembaharu dunia bernama Pasar Bebas dan perdagangan yang adil / untuk kemudian memperlakukan hidup seperti Akabri dan dikebiri matahari / yang terlalu pagi mengkhianati
dan heroisme berganti nama menjadi C-4, Sukhoi dan fiksi berpagar konstitusi / menjenguk setiap pesakitan dengan upeti bunga pusara dari makam pahlawan tetangga / bernama Arjuna dan Manusia Laba-laba / pahlawan dari Cobain hingga Vicious / dari berhala hingga anonimous bernama Burung Garuda Pancasila / yang menampakkan diri pada hari setiap situs menjadi sepejal bebatuan yang melayang pada poros yang sejajar dengan tameng dan pelindung wajah para penjaga makam Firaun ber-khakis / yang muncul 24 jam matahari dan gulita bertukar posisi disetiap pojokan / bahkan di kakus umum dan selokan / mencari target konsumen dan homogenisasi kelayakan
maka setiap angka menjadi ‘maka’ dan ‘makna’ / ketika kita disuguhi setiap statistik dan moncong senjata dengan ribuan unit SSK untuk menjaga stabilitas bagi mereka yang akan dinetralisir karena menolak membuang buku Pantone sebagai panduan kebenaran / sejak hitam dan putih hanya berlaku dihadapan mata sinar Xerox / menolak terasuki setan dan tuhan yang mewujud dalam ocehan pencerahan kanon-kanon tumpukan Big Mac dan es krim Cone yang berseru, / “Beli! Beli! Beli! Konsumsi, konsumsi kami sehingga kalian dapat berpartisipasi dalam usaha para anak negeri yang berjibaku untuk naik haji!”
oh, betapa menariknya dunia yang sudah pasti / menjamin semua nyawa dan pluralitas dengan lembaran kontrak asuransi / dengan janji pahala bertubi / dengan janji akumulasi nilai lebih, bursa saham / dan dengan semantik-semantik kekuasaan yang hanya berarti dalam kala ketika periode berkala para representatif di gedung parlemen memulai tawar-menawar jatah kursi / dan kekuatan hanya berlaku pasca konsumsi cairan suplemen, tonik dan para bigot bertemu kawanan / dan cinta hanya akan berlabuh setelah melewati sederetan birokrasi ideologi berwarna merah, hijau, hitam, kuning, biru, merah, putih dan biru / dan merah / dan putih
oh, betapa indahnya dunia yang berkalang fajar poin-poin NAFTA / sehingga pion-pion negara yang berkubang di belakang pembenaran stabilisasi nasional / menemukan pembenaran evolusi mereka dengan berpetangkan saluran-saluran pencerahan para rock-star yang lelah berkeluh-kesah / kala peluh mengering kasat dihadapan pasanggiri lalat-lalat dalam pasar / dan kilauan refleksi etalase dan display berhala-berhala / berskala lebih thagut dari ampas neraka diantara robekan surat rekomendasi para negara donor / perancang undang-undang dan fakta-fakta anti-teror / para arsitek bahasa penaklukan / para pengagung kebebasan / kebebasan yang hanya berlaku dihadapan layar Flatron / kemajemukan ponsel, demokrasi kotak suara dan pluralisme gedung rubuh
oh, betapa agungnya dunia dihadapan barisan nisan yang dikebiri matahari / dan terlalu pagi mengkhianati
maka, jangan izinkan aku untuk mati terlalu dini wahai rotasi CD dan seperangkat boombox ringkih / jangan izinkan aku mendisiplinkan diri kedalam barisan wahai bentangan celuloid dan narasi / dan demi perpanjangan tangan remah di mulutmu, anakku / jangan izinkan aku terlelap menjagai setiap sisa pembuluh hasrat yang kumiliki hari ini / demi setiap huruf pada setiap fabel yang kututurkan padamu sebelum tidur, Zahraku, mentariku! / jangan sedetik pun izinkan aku berhenti menziarahi setiap makam tanpa pedang-pedang kalam terhunus / lelap tertidur tanpa satu mata membuka / tanpa pagi berhenti mensponsori keinginan berbisa / tanpa di lengan kanan-kiriku adalah matahari dan rembulan / bintang dan sabit / palu dan arit / bumi dan langit / lautan dan parit / dan sayap dan rakit / sehingga seluruh paruku sesak merakit setiap pasak-pasak kemungkinan terbesar / memperbesar setiap kemungkinan pada ruang ketidak-mungkinan / sehingga setiap orang yang kami temui tak menemukan lagi satu pun sudut kemungkinan / untuk berkata, “Tidak mungkin” / tanpa darah mereka mongering / sebelum mata pena berkarat dan menolak kembali terisi
Matahari tak mungkin lagi mengebiri pagi untuk mengkhianati...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H