Mohon tunggu...
Didik Kiswadi
Didik Kiswadi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tentang Parade Tauhid Indonesia (Sebuah Renungan)

15 Agustus 2015   20:21 Diperbarui: 15 Agustus 2015   20:41 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di dinding fesbukku sejak minggu lalu sampai dengan hari ini ramai berseliweran iklan tentang Parade Tauhid Indonesia, yang akan diadakan pada Minggu pagi tanggal 16 Agustus 1945. Ada yang menggelitik di pikiran saya terkait parade yang konon memeriahkan diadakan untuk memeriahkan Perayaan Tujuh Belasan itu.

Yang pertama soal lambang jari telunjuk mengacung, yang mungkin diartikan sebagai simbol bilangan satu. Apakah aksi parade tauhid itu akan menyatukan Tuhannya semua orang? Misalkan ada yang super iseng melakukan survey terhadap 100 orang peserta parade tersebut, apakah dari semua responden akan didapatkan persepsi yang sama tentang konsep tauhid/ keesaan Tuhan yang diyakininya? 

Bukankah ada tertulis di dalam kitab, bahwa Tuhan membebaskan manusia untuk menganggapNya sesuai prasangkanya masing-masing? Bukankah telah tertulis pula bahwa Dia nggak sama dan tidak serupa dengan apapun juga (termasuk atas segala anggapan)? :-D 

Yang kedua adalah apakah sejatinya tujuan diadakannya parade itu? Jika ngomongin soal tujuan, sepertunya tidak akan lari jauh dari para tokoh dan kelompok penggagasnya. Yang saya amati, penggagasnya adalah kelompok-kelompok Islam Politik dan tokoh Islam tekstualis/literalis. Yang menjadi kesamaan tujuan dari aksi parade tersebut sepertinya adalah keinginan show-off dan menunjukkan eksistensinya kepada pihak-pihak yang "dimusuhinya". Dan tersirat bahwa pihak yang dijadikan musuh bersama itu adalah pemerintahan Jokowi-JK serta para pendukungnya. Parade tersebut sepertinya mencoba menggalang dukungan untuk melawan kampanye Islam Nusantara yang didengungkan Jokowi bersama tokoh NU beberapa waktu yang lalu. Saya lebih menyukai menyebut kampanye Islam Nusantara sebagai gerakan islam kontekstual. Praktek islam kontekstual ini dianggap telah membatasi ruang gerak mereka (para penganut Islam tekstual) dalam mempraktekkan keislaman versi keyakinan mereka.

http://m.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/15/08/07/nspi5p313-tiga-tujuan-parade-tauhid-indonesia-2015

http://paradetauhid.id/tujuan

Meskipun demikian, kalau melihat para tokoh penggagasnya, sebenarnya ada perbedaan dan gradasi visi. Ada yang tetap menginginkan NKRI berdasarkan Pancasila namun secara politik ingin  diakomodir menjadi bagian kekuasaan dan memasukkan (apa yang diyakininya sebagai) syariat Islam sebagai hukum positif dan tata nilai, ada yang ingin menghidupkan kembali Pancasila sesuai Piagam Jakarta (dengan menambahkan tujuh kata), dan ada pula yang mencita-citakan terlahir kembalinya mitos kekhalifahan Islam.

http://paradetauhid.id/penyelenggara/

Dan pada akhirnya penulis yang idiot ini berharap (mudah-mudahan dikabulkan..hehe), karena menurut banyak penafsir kitab bahwa Tuhan sudah menutup ruang bagi manusia untuk dijadikan utusannya,  maka utuslah para malaikatMu untuk bebicara dan menjelaskan dari langit ataupun lewat media suara hati dan pikiran semua pihak yang berselisih. Bagaimana sebenarnya pendapat Tuhan sendiri tentang Parade Tauhid Indonesia dan Islam Nusantara yang sedang diperselisihkan itu? Sepertinya seru juga jika Tuhan mengabulkan harapanku. :-D 

Jujur, akhir-akhir ini saya terpana dan terus terang iri dengan revolusi cara pandang Paus Fransiskus yang lebih memancarkan aura rahmatan lil 'alamin. Saya pun telah lama iri dengan cara pandang Dalai Lama yang kurang lebih sama dengan cara pandang Paus Fransiskus. Apakah saya salah, jika bermimpi suatu saat akan banyak terlahir ulama-ulama Islam yang mempunyai cara pandang sebagaimana Gusdur yang gigih membela kelompok-kelompok (yang dianggap sebagai) minoritas dan menebarkan kasih sayang dengan tidak membeda-bedakan sekat agama?

 

#BagikuAgamaku #TerimaKasih

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun