Masalah rumah tak layak huni (RTLH) masih menjadi perhatian serius di Indonesia. Berdasarkan Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2023 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 36,85% rumah tangga masih tinggal di rumah yang tak layak huni. Salah satu faktor penyebab rendahnya akses masyarakat terhadap hunian layak adalah masalah ekonomi, di mana penghasilan masyarakat tidak sebanding dengan harga rumah yang layak.
Di tengah tantangan tersebut, perusahaan rintisan Autoconz hadir dengan komitmen kuat untuk memperluas akses masyarakat terhadap perumahan layak huni melalui teknologi 3D printing konstruksi. Teknologi ini diharapkan dapat mengubah cara pembangunan perumahan, menjadi lebih cepat, efisien, dan terjangkau bagi masyarakat.
Raja Rizqi Apriandy, CEO Autoconz, menyatakan, "Saat ini masih banyak masyarakat kita yang kesulitan dalam memiliki rumah layak huni, khususnya menengah kebawah. Pengembangan teknologi 3D Printing Konstruksi ini menjadi salah satu komitmen kita untuk membantu masyarakat agar bisa memiliki akses perumahan layak huni."
Teknologi 3D printing konstruksi yang dikembangkan oleh Autoconz memungkinkan pembangunan perumahan dilakukan dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan metode konstruksi konvensional. Proses pencetakan struktur bangunan dilakukan secara lapis demi lapis oleh mesin 3D printing canggih menggunakan bahan material khusus.
Selain itu, teknologi 3D printing konstruksi juga memungkinkan pembangunan yang lebih presisi dan akurat, sehingga menghasilkan struktur bangunan yang lebih kuat dan tahan lama. Dengan menggunakan material yang sesuai dan proses yang terkontrol dengan baik, bangunan yang dibangun dengan teknologi ini memiliki kualitas yang tidak kalah dengan bangunan konvensional. Pemanfaatan teknologi 3D printing pada proses pembangunan rumah juga mampu menekan jumlah limbah konstruksi yang dihasilkan sehingga lebih ramah lingkungan.
"Kecepatan pembangunan menjadi salah satu keunggulan yang dimiliki 3D printing konstruksi ini. Tentu dengan proses pembangunan yang lebih cepat ini, akan berdampak pada hal lain seperti biaya yang dikeluarkan menjadi semakin sedikit. Itulah yang membuat hunian yang dibangun menggunakan 3D printing lebih terjangkau," ungkap Raja.
Keberadaan teknologi 3D printing seringkali menimbulkan pertanyaan apakah teknologi ini akan menggantikan peran pekerja bangunan atau tidak. Menurut Raja, teknologi ini tidak akan menggantikan peran para pekerja bangunan. Sebaliknya, teknologi ini akan sangat membantu para pekerja bangunan dalam menjalankan tugas mereka.
"Kehadiran teknologi 3D printing konstruksi ini bukan untuk menghilangkan peran pekerja bangunan atau tukang. Itu tidak sama sekali. Bukan menghilangkan namun malah meringankan peran mereka karena kedepan pekerja bangunan bisa menjadi operator alat tersebut," tambah Raja.
 Dalam waktu dekat, Autoconz berencana menjalin kerjasama dengan berbagai pihak termasuk pemerintah dan lembaga non-profit di Indonesia. Dengan dukungan dari berbagai pihak tersebut, Autoconz berharap dapat segera mewujudkan komitmen mereka dalam membuka akses bagi masyarakat terhadap perumahan yang layak huni.
"Saat ini kami terus mendorong kerjasama dengan berbagai pihak, salah satunya NGO yang ada di Indonesia. Dengan terjalinnya kerjasama tersebut, kami berharap kebermanfaatan teknologi ini dapat dirasakan oleh semua kalangan masyarakat sehingga bisa membantu kami dalam mewujudkan komitmen untuk mendorong masyarakat mendapatkan akses terhadap perumahan layak huni," tutup Raja.