Di sebuah kafe yang cukup ramai, saya duduk bersama Pak Anton, seorang konsultan pajak.
“Pak, saya mau tanya soal rencana kenaikan PPN jadi 12% mulai Januari 2025. Ini beneran bakal naik, ya?” Saya mulai bertanya.
Pak Anton mengangguk. “Betul. Berdasarkan peraturan yang sudah disahkan, per 1 Januari 2025, PPN akan naik dari 11% menjadi 12%. Pemerintah sudah menetapkannya sejak beberapa tahun lalu sebagai bagian dari reformasi perpajakan.”
Saya termenung sejenak. “Waduh, terus terang, saya lagi galau nih, Pak. Saya lagi pertimbangkan beli motor baru. Kalau saya tunggu sampai tahun depan, berarti harganya bakal naik, dong?”
Pak Antontersenyum kecil. “Kenaikan PPN memang berpotensi bikin harga barang, termasuk kendaraan bermotor, jadi lebih mahal. Tapi kita harus lihat juga dampaknya secara keseluruhan.”
Saya jadi penasaran. “Bisa minta tolong jelasin pak. Saya ingin tahu pengaruhnya, khususnya buat buat saya, tapi juga buat masyarakat secara umum.”
Pak Anton mulai menjelaskan. “PPN, atau Pajak Pertambahan Nilai, adalah pajak yang dikenakan pada konsumsi barang dan jasa. Saat ini, PPN di Indonesia 11%, tapi sesuai dengan roadmap reformasi pajak, pemerintah menaikkan tarifnya secara bertahap hingga 12% tahun depan.”
Saya mengangguk dan bertanya lagi. “Kenapa dinaikkan, Pak? Kan sudah tinggi.”
Pak Anton menjelaskan. “Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara dan mendukung program pembangunan. Pajak adalah sumber utama pendapatan pemerintah, dan dengan kenaikan ini, pemerintah berharap bisa membiayai berbagai program, seperti infrastruktur dan pendidikan.”
Saya menghela napas panjang. “Tapi efeknya ke masyarakat gimana? Bakal banyak yang keberatan, dong?”