Mohon tunggu...
DIDIK FADILAH
DIDIK FADILAH Mohon Tunggu... Lainnya - a life-long learner

“Ikatlah ilmu dengan tulisan”.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Setiap Karyawan Harus Baca Buku ini!

4 November 2024   06:07 Diperbarui: 4 November 2024   07:39 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
"Ilustrasi gambar dibuat oleh Microsoft Copilot."

Iya, sesuai dengan judul bukunya "Setiap Karyawan Harus Baca Buku Ini!" karya James Gwee yang baru selesai saya baca pagi ini. Buku ini 176 halaman, menyajikan banyak wawasan yang tepat sasaran, terutama bagi kita para karyawan yang ingin sukses di dunia kerja. Jadi, izinkan saya berbagi beberapa pelajaran atau insight yang menurut saya penting untuk seorang karyawan dan  bisa jadi bekal buat kita semua.

James Gwee membuka pemikiran saya bahwa sukses di tempat kerja itu ADA ATURAN MAINNYA. Bukan sekadar datang, kerja, dan pulang. Sukses butuh proses memahami caranya, lalu mengikuti langkah-langkahnya. Jadi, sukses itu mirip seperti bermain sepak bola, kalau kita tidak tahu aturannya, mana bisa mencetak gol? Kalau kita paham aturannya, kerja pun bisa terasa lebih mudah, naik level sesuai dengan apa yang kita inginkan.

Di buku ini ada pertanyaan "Mengapa kita ingin sukses?" Faktanya, jawaban yang sering muncul adalah demi kepentingan pribadi, bukan perusahaan. Mungkin ini terlihat egois, tetapi sebenarnya, ketika kita bertumbuh dan sukses, perusahaan juga ikut mendapat manfaat. Apa kontribusi kita kepada perusahaan? Keinginan untuk sukses itu wajar, asal kita tetap berlandaskan keinginan berkontribusi secara positif, baik untuk diri sendiri maupun orang lain.

Penulis membagi karyawan menjadi tiga kategori: Karyawan Bintang, Rata-rata, dan Rusak Total. Karyawan Bintang adalah mereka yang punya semangat belajar tinggi dan selalu ingin berkembang. Berbeda dengan karyawan Rata-rata yang sekadar "datang, kerja, pulang" tanpa ada upaya lebih. Nah, yang Rusak Total? Biasanya mereka selalu negatif, suka mengeluh, dan tidak mau belajar. Sepertinya, kita semua pasti ingin menjadi Karyawan Bintang, bukan? Bekerja bukan sekadar demi gaji, tapi juga untuk belajar dan berkembang.

Pertanyaan "Mengapa kita bekerja?" juga membawa perspektif baru bagi saya. Tentu, kita semua bekerja untuk mendapatkan penghasilan. Tapi penulis menekankan bahwa karyawan yang sukses adalah mereka yang bekerja bukan hanya untuk uang, tapi juga untuk belajar. Menurutnya, jika kita bekerja hanya demi gaji, maka mudah sekali kita akan merasa bosan atau jenuh. Tapi, kalau niatnya untuk belajar dan berkembang, pekerjaan kita justru akan terasa penuh makna.

Setiap hari di kantor, ada saja situasi yang membutuhkan respon dari kita. Penulis mengingatkan bahwa kita selalu punya pilihan dalam merespon keaadaan -- positif atau negatif? Karyawan Bintang biasanya memilih respon positif. Mereka melihat setiap masalah sebagai peluang untuk belajar dan berkembang. Ini bukan hanya soal optimisme, tetapi cara kita memandang hidup dan bekerja. Jika kita melihat tantangan sebagai kesempatan, kita akan lebih mudah merasakan kebahagiaan dan kepuasan dalam pekerjaan.

Ada hal menarik yang juga sering terabaikan: penampilan dan sikap kita di kantor. Sadar atau tidak, orang-orang di sekitar kita, mulai dari atasan hingga rekan kerja, selalu mengamati penampilan, kata-kata, dan tindakan kita. Penulis menyarankan untuk berpenampilan sesuai dengan level yang kita inginkan. Kalau ingin dihargai dan dianggap profesional, maka tunjukkan diri kita sebagai pribadi yang matang dan positif. Gunakan kata-kata yang konstruktif dan menyemangati, bukan yang menjatuhkan atau mengeluh.

Untuk bisa sukses di kantor, kuncinya adalah proaktif. Jika ingin mendapatkan kepercayaan dari atasan atau dukungan dari rekan kerja, prinsip yang diajarkan penulis adalah "Berilah, maka Anda akan menerima." Artinya, kalau kita ingin mendapatkan sesuatu, kita harus memberikan lebih dulu. Memberikan yang terbaik, lebih cepat, dan lebih baik dari ekspektasi. Dengan sikap proaktif seperti ini, kita bisa membangun reputasi baik dan memudahkan jalan menuju kesuksesan.

Di abad 21 ini, penulis juga menekankan bahwa kita harus siap dengan perubahan. Stabilitas itu, kata dia, sudah jadi mitos di abad 21 ini. Zaman sekarang, perubahan sangat cepat dan menuntut kita untuk terus belajar. Mereka yang tidak siap dengan perubahan akan tertinggal. Menurut penulis, cara terbaik untuk menghadapi perubahan adalah melengkapi diri dengan pengetahuan yang memadai, terus belajar dan beradaptasi.

Ada perbedaan besar antara dunia kerja di abad 20 dan 21. Dulu, di abad 20, banyak orang bekerja di satu perusahaan seumur hidup. Loyalitas menjadi hal yang sangat dihargai, dan kinerja di masa lalu lebih diperhitungkan. Tapi, di abad 21, kita dituntut untuk terus berkontribusi, bukan hanya mengenang keberhasilan di masa lalu. Yang dilihat sekarang adalah: "Apa yang bisa Anda lakukan untuk perusahaan saat ini dan di masa depan?" Kemampuan belajar dan berkembang menjadi aset paling penting di era modern.

Penulis juga memberi pengingat bahwa "buta huruf" di abad 21 ini bukan lagi soal kemampuan membaca atau menulis, tetapi tentang ketidakmampuan untuk melupakan pelajaran lama dan belajar ulang hal baru. Kita yang sudah terbiasa dengan cara-cara lama mungkin merasa kesulitan, tapi jika ingin maju, kita harus siap untuk berubah, bahkan mengulang pelajaran dari awal jika perlu. Tantangannya adalah melepaskan kebiasaan lama yang tidak lagi relevan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun