Kali ini, saya akan membahas tentang topik menarik yang mungkin belum terlalu banyak diangkat dalam dunia pendidikan---kepemimpinan yang digabungkan dengan konsep spiritualitas. Mungkin sebagian dari kita sering memikirkan bahwa kepemimpinan itu hanya soal bagaimana memimpin orang lain, membuat keputusan, atau mencapai target. Tapi, bagaimana jika kita coba memasukkan aspek spiritual ke dalam kepemimpinan?
Buku "You Are a Leader" karya Arvan Pradiansyah membawa kita pada perspektif yang berbeda soal kepemimpinan. Arvan Pradiansyah adalah seorang motivator, konsultan dan penulis buku best-seller yang sudah sering berbicara tentang pengembangan diri, manajemen, dan kepemimpinan.
Kepemimpinan Dimulai dari Diri Sendiri
Arvan Pradiansyah dalam bukunya menekankan bahwa untuk bisa memimpin orang lain, kita harus mampu memimpin diri sendiri terlebih dahulu. Misalnya kita sebagai seorang pengajar, hal ini sangat relevan. Kita tidak bisa berharap siswa kita disiplin kalau kita sendiri tidak bisa disiplin, kan? Kita juga tidak bisa berharap mereka punya semangat belajar kalau kita sendiri kurang bersemangat. Jadi, untuk menjadi pemimpin yang baik di kelas, kita perlu melakukan self-leadership. Ini bisa dimulai dengan hal sederhana seperti mengelola emosi, menetapkan prioritas, dan terus mengembangkan diri.
Dia juga menyarankan agar kita selalu sadar dengan keputusan-keputusan kecil yang kita buat setiap hari, karena dari sanalah karakter kepemimpinan kita terbentuk. Sebagai pemimpin bagi diri sendiri, kita harus bertanya: Apakah saya sudah membuat keputusan yang tepat hari ini? Apakah saya sudah memberi contoh yang baik?
Rasa Syukur Sebagai Pondasi Kepemimpinan
Salah satu konsep spiritual yang dibahas oleh Arvan Pradiansyah  adalah syukur. Di sini, dia tidak hanya berbicara tentang bersyukur dalam konteks spiritualitas religius, tetapi juga sebagai sikap hidup sehari-hari. Sebagai pengajar, kadang kita merasa kewalahan dengan beban kerja yang menumpuk, siswa yang sulit diatur, atau sistem yang kurang mendukung.
Tapi, dia mengingatkan bahwa pemimpin yang baik harus punya rasa syukur yang kuat. Ketika kita bersyukur atas peran kita sebagai pendidik, kita akan melihat tantangan dengan sudut pandang yang lebih positif. Ini bukan berarti kita menutup mata terhadap kesulitan, tapi kita fokus pada hal-hal baik yang bisa kita bawa dalam proses pembelajaran.
Dengan bersyukur, kita juga akan menjadi lebih tenang dan sabar dalam menghadapi siswa yang mungkin kurang termotivasi atau kurang disiplin. Kepemimpinan yang berdasarkan rasa syukur membuat kita lebih rendah hati dan mampu menghargai setiap momen, bahkan yang sulit sekalipun.
Kepemimpinan Pelayan (Servant Leadership)
Arvan Pradiansyah  memperkenalkan konsep servant leadership yang bisa menjadi pegangan kita sebagai pemimpin di kelas. Dalam konsep ini, pemimpin bukanlah sosok yang berkuasa dan harus selalu diikuti, tapi justru pemimpin adalah pelayan bagi timnya. Sebagai pengajar, konsep ini sangat cocok karena tugas kita sebenarnya adalah melayani kebutuhan siswa dalam belajar.
Kepemimpinan pelayan berarti kita harus mendengarkan kebutuhan siswa, memahami tantangan mereka, dan membantu mereka mencapai potensi terbaiknya. Ketika kita memimpin dengan melayani, kita tidak hanya menjadi figur otoritas, tetapi juga menjadi sosok yang bisa mereka andalkan.
Bayangkan, ketika kita bisa menempatkan diri sebagai pelayan bagi siswa kita, suasana kelas akan terasa lebih inklusif dan penuh semangat. Siswa akan merasa lebih dihargai dan didengar, sehingga hubungan kita dengan mereka akan semakin kuat.