Di era revolusi industri 4.0 sekarang ini, mengutip Anahiby Becerril, di mana komunikasi selular, jejaring sosial dan sensor mengaburkan batas antara manusia, internet dan dunia nyata (baca: dunia fisik), informasi merupakan sesuatu yang sangat penting dan berharga.
Esensi dari layanan jejaring sosial adalah mengekspos privasi kita dan berbagi informasi pribadi.
Sebagai pengguna jejaring sosial--dan juga aplikasi pada umumnya, kita tidak hanya menggunakan layanan "gratis"-nya, namun kita telah menjadi aset tersembunyi (intangible asset) bagi penyedia layanan tersebut.
Alih-alih tidak menjual apapun kepada kita, mereka dapat memanfaatkan eksistensi kita untuk meraup keuntungan baik dari para pengiklan maupun pihak lainnya.
Sebagai pengguna layanan teknologi dan jejaring sosial, kita telah dikomodifikasi. Alih-alih kita tidak mau menderita untuk dikucilkan dari pergaulan sosial, kita harus membayarnya dengan membagikan secara sukarela informasi-informasi pribadi kita. Di setiap waktu kita menggunakannya, kita meninggalkan jejak hidup kita.
Informasi menjadi penting dan berharga, karena ia dapat menjadi kunci pokok, yang merujuk kepada hukum pasar "penawaran dan permintaan", informasi merupakan sesuatu yang dapat dikonsumsi, disimpan, diolah dan ditukar (baca: diperjualbelikan). Data pribadi kita telah dibenamkan ke dalam komodifikasi informasi.[1]
Kasus Penjualan dan Penyalahgunaan Data Pengguna Layanan Online
Beberapa kali kita telah mendengar kasus pembobolan dan penjualan data pengguna berbagai layanan online, terutama online store dan fintech, yang ada di Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, nilai dari data tersebut bisa mencapai puluhan bahkan ratusan juta rupiah.[2]
Raksasa jejaring sosial Facebook pun pernah tersandung dengan skandal pemanfaatan data pribadi para pengguna Facebook yang dilakukan oleh Cambridge Analytica untuk menargetkan para pemilih dalam pemilu AS 2016.[3][4]
Yang terkini, kita mendengar pula adanya kasus penjualan data pengguna aplikasi MuslimPro kepada pihak militer AS, meski kemudian hal ini disangkal oleh pihak MuslimPro bahwa hal tersebut tidaklah benar adanya.[5]
Peraturan Pelindungan Data Pribadi di Internet
Guna lebih memproteksi data pribadi para pengguna internet dari penyalahgunaan, baik yang ada di Eropa maupun di luar Eropa, kemudian dikeluarkanlah Regulasi Umum Perlindungan Data atau General Data Protection Regulation (GDPR).