Mohon tunggu...
Usman Didi Khamdani
Usman Didi Khamdani Mohon Tunggu... Programmer - Menulislah dengan benar. Namun jika tulisan kita adalah hoaks belaka, lebih baik jangan menulis

Kompasianer Brebes | KBC-43

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kisah-kisah Abu Nawas yang Masih Relevan hingga Sekarang

12 Juni 2020   13:03 Diperbarui: 12 Juni 2020   20:38 2111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Abu Nawas | Dok: pecihitam.org

Siapa yang tidak mengenal Abu Nawas? Cerita-cerita jenaka tentang dirinya, telah tersebar ke segala penjuru dunia. Cerita-cerita jenaka yang tidak hanya dapat memberi hiburan pada kita, namun juga sarat dengan nasehat dan pelajaran.

Ya, Abu Nawas memang seorang cerdik pandai. Bahkan ia dikenal juga sebagai ulama.

Abu Nawas yang dikenal juga dengan nama Abu Ali Alhasan bin Hani Alhakami, hidup pada tahun 756-814. Dia dilahirkan di kota Ahvaz di negeri Persia, dengan darah Arab dan Persia mengalir di tubuhnya[1].

Berikut adalah dua kisah tentang Abu Nawas yang cukup masyhur dan sebagaimana kisah-kisah lainnya, kedua kisah berikut pun masih cukup relevan untuk kita baca dan kita petik hikmahnya saat ini.

Pura-pura Gila untuk Menolak Jabatan

Mempunyai jabatan, bagi banyak orang, memang terkadang sangat menggiurkan. Dengan menjadi pejabat, orang akan (merasa) dihormati dan tentu saja (merasa) hidupnya akan menjadi lebih mudah. Karenanya, banyak orang pun menjadi gila jabatan. Meski sesungguhnya, di balik kebesaran yang disandangnya, terpikul beban tanggung jawab yang besar pula.

Namun, berbeda dari kebanyakan orang yang gila terhadap jabatan, Abu Nawas justeru berpura-pura gila demi menolak jabatan. Karena ia telah mengetahui benar beban yang akan ditanggungnya kelak.

Ayah Abu Nawas merupakan seorang kadi atau hakim. Saat ayahnya meninggal, melihat kecakapan Abu Nawas yang dinilai sama dengan ayahnya, Sang Raja pun meminta Abu Nawas untuk menggantikan posisi ayahnya. Maka Sang Raja pun memerintahkan untuk menjemput Abu Nawas menghadapnya.

Demi mengetahui maksud Sang Raja tersebut, ketika utusan Sang Raja telah sampai di depan rumah Abu Nawas, Abu Nawas pun pura-pura gila. Di tengah percakapan mereka, tiba-tiba Abu Nawas menyodorkan sebatang pohon pisang kepada utusan tersebut.

"Tolong mandikan kudaku ini di sungai agar kembali bersih dan segar, ya?"

Utusan Sang Raja pun hanya dapat menggeleng-gelengkan kepala. "Kamu mau menghadap Sang Raja atau tidak?"

Alih-alih menjawab, Abu Nawas kemudian mengambil pasir yang ada di halaman rumahnya lalu mengusir utusan Sang Raja itu untuk kembali ke istana.

Sang Raja pun menjadi geram. Sang Raja kembali memerintahkan untuk menjemput Abu Nawas dan bila perlu menyeretnya jika melawan.

Akhirnya Abu Nawas pun berhasil dihadirkan ke hadapan Sang Raja.

ilustrasi Abu Nawas | Dok: pecihitam.org
ilustrasi Abu Nawas | Dok: pecihitam.org
Di hadapan Sang Raja, Abu Nawas kembali berlagak tidak waras. Bahkan bertindak semakin ngawur. Hingga akhirnya Sang Raja pun naik pitam. Dan memerintahkan untuk memberi hukuman kepada Abu Nawas. Abu Nawas kemudian dipukul sebanyak 25 kali.

Abu Nawas pun kemudian disuruh pulang kembali.

Ketika hendak keluar dari istana, di pintu gerbang istana, Abu Nawas dicegat oleh seorang pengawal.

"Abu Nawas, jangan pergi dulu dong. Kamu harus memenuhi kesepakatan kita dulu. Bukankah dulu kamu sepakat kalau kamu mendapatkan hadiah dari Sang Raja, maka separuhnya akan kamu berikan kepadaku?"

Abu Nawas tersenyum. "Tenang, kawan. Jangankan separuh, semuanya pun dapat aku berikan kepadamu."

Penjaga gerbang nampak tersenyum girang. Namun, tiba-tiba Abu Nawas pun mengambil sebatang kayu yang cukup besar dan memukul penjaga tersebut sebanyak 25 kali hingga penjaga gerbang pun jatuh tersungkur, pingsan. Abu Nawas pun meneruskan langkahnya untuk pulang ke rumah.

Setelah siuman, penjaga gerbang itu kemudian menghadap ke Sang Raja dan melaporkan kalau ia telah dianiaya oleh Abu Nawas. Abu Nawas pun kembali dipanggil ke istana.

"Benar kamu telah memukuli penjaga itu?" tanya Sang Raja kepada Abu Nawas yang kini ada di hadapannya, sambil menunjuk ke arah penjaga gerbang.

"Benar, Baginda," jawab Abu Nawas enteng. "Tapi memang sudah sepatutnya dia mendapatkannya, Baginda."

Sang Raja pun menjadi bingung.

"Begini, Baginda," abu Nawas meneruskan ucapannya. "Ketika mau masuk ke istana, hamba dicegat terlebih dahulu oleh dia. Dia minta kalau nanti hamba diberi hadiah oleh Baginda, maka dia minta hadiah itu dibagi separuh dengannya. Nah, pas hamba keluar tadi, dia pun menagihnya. Hamba pun memenuhinya, Baginda."

Kini giliran Sang Raja yang menjadi marah kepada pengawal istananya. Sang Raja pun mengancam, jika penjaga itu masih juga melakukan praktik pemerasan, maka ia akan dipecat dan diberi hukuman yang berat. Abu Nawas pun kemudian diperbolehkan pulang.

Hari-hari kemudian, Abu Nawas kembali sering bertingkah seperti orang gila. Hingga akhirnya Sang Raja menyangka Abu Nawas benar-benar telah menjadi gila, akibat ditinggal pergi ayahnya.

Akhirnya, Sang Raja pun membatalkan niatnya untuk mengangkat Abu Nawas menjadi kadi dan memilih orang lain. Sang Raja memilih seseorang yang sebenarnya tidak begitu cakap, namun ia telah berhasil mempengaruhi orang-orang di sekitar Sang Raja hingga saat Sang Raja berkonsultasi kepada mereka, mereka pun menunjukkan seseorang tersebut.

Saat ayahnya merasa ajal telah hampir dekat, ia memanggil Abu Nawas untuk mendekat kepadanya. Ia meminta anaknya itu untuk mencium dari dekat kedua telinganya. Abu Nawas pun menuruti. Saat mencium telinga ayahnya yang sebelah kanan, Abu Nawas mendapati bau yang sangat harum. Namun sebaliknya, saat mencium telinga ayahnya yang sebelah kiri, ia mendapati bau yang sangat busuk.

Ayahnya kemudian meminta Abu Nawas untuk menceritakannya secara jujur, apa yang telah diciumnya barusan. Abu Nawas pun dengan jujur menceritakannya. Ayahnya pun kemudian berkata,"Suatu hari datang dua orang kepadaku. Mengadu tentang persoalan yang sedang mereka hadapi.

Terhadap orang yang pertama, aku sangat memperhatikannya. Namun, terhadap orang yang kedua, karena aku tidak begitu menyukainya, maka aku tak dengarkan pengaduannya.

Itulah, Nak. Jika kau kemudian menjadi kadi, maka kau pun akan mengalami resiko yang sama. Namun, jika kau tidak ingin menjadi kadi, maka kau harus mencari alasan agar Sang Raja tidak akan memilihmu. Meski, tetap saja Sang Raja akan memilihmu."

Abu Nawas memang akhirnya tidak dipilih oleh Sang Raja untuk menjadi kadi. Namun, Sang Raja masih suka memanggil Abu Nawas ke istana untuk dimintai pendapat tentang suatu perkara. Bahkan, terkadang Abu Nawas hanya dipanggil ke istana untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang aneh dan tidak masuk akal dari Sang Raja.

Demikianlah, pada akhirnya orang cakap memang akan tetap mendapatkan kedudukannya, bagaimanapun ia menghindarinya. Sementara orang yang tidak cakap, akan dengan sendirinya tersingkir kemudian.

Hoaks dan Ketakutan Mengakui Kebenaran

Suatu hari, saat Abu Nawas sedang berjalan di keramaian, banyak orang yang memandang keheranan terhadapnya. Abu Nawas nampak menengadah sambil tersenyum-senyum melihat ke dalam topi yang diangkatnya. Orang-orang pun mulai menanyakan kenapa kiranya Abu Nawas melakukan hal yang demikian.

"Aku dapat melihat surga dalam topiku," ungkap Abu Nawas kepada orang-orang yang menanyainya.  Namun Abu Nawas pun dapat menangkap jika orang-orang tersebut tidak akan langsung mempercayainya.

"Kalian boleh melihatnya juga," lanjut Abu Nawas. "Namun, ingat. Hanya orang-orang yang berimanlah yang dapat melihat surga dalam topi ini."

Nampak seseorang maju menghampiri Abu Nawas.

"Ya, aku melihat surga dalam topi Abu Nawas," seru orang tersebut setelah mundur kembali sambil tersenyum kegirangan, karena tentu dia akan diakui sebagai orang yang beriman. Orang-orang pun semakin dibuat penasaran. Lalu, satu per satu mereka pun mulai ikut menengok ke dalam topi Abu Nawas. 

Banyak orang yang kemudian pula membenarkan Abu Nawas. Meski ada pula yang langsung marah kepada Abu Nawas karena merasa dirinya telah dibohongi Abu Nawas.

Abu Nawas nampak tenang menanggapi orang-orang tersebut.

"Ingat. Hanya orang-orang yang berimanlah yang dapat melihat surga dalam topi ini," seru Abu Nawas kembali.

Akhirnya, sampai pulalah kabar tersebut ke telinga Sang Raja. Sang Raja kemudian memerintahkan kepada para prajuritnya untuk segera membawa Abu Nawas ke hadapannya. Dan sesampainya Abu Nawas ke hadapan Sang Raja, Sang Raja pun langsung menanyai Abu Nawas.

"Aku dengar, kamu mengatakan pada orang-orang bahwa dalam topimu dapat terlihat surga?"

"Benar, Baginda. Namun, hanya orang-orang yang berimanlah yang dapat melihat surga dalam hamba ini," tukas Abu Nawas sembari mengambil topi dari kepalanya.

"Baiklah. Kalau begitu, aku pun ingin melihatnya sendiri," kata Sang Raja kemudian. Sang Raja pun lalu melihat ke dalam topi Abu Nawas. 

Sang Raja nampak mengerutkan keningnya. Ya, tentu Sang Raja pun tidak akan dapat melihat apapun di dalam topi Abu Nawas. Namun, Sang Raja pun berpikir, jika ia mengatakan seperti apa yang dilihatnya, tentu ia akan dianggap tidak beriman. 

Orang-orang nampak tegang menunggu keputusan Sang Raja. Mereka sedang menerka hukuman apa yang akan ditimpakan oleh Sang Raja kepada Abu Nawas.

"Ya, aku juga melihat surga dalam topi Abu Nawas." Sang Raja nampak tersenyum. 

Orang-orang pun akhirnya banyak yang menerima hoax Abu Nawas karena takut dianggap tidak beriman atau takut dianggap berseberangan dengan Sang Raja. 

Abu Nawas pun, dalam hati, tentunya hanya dapat menertawakan mereka.

Demikianlah, terkadang kita pun memang enggan menerima dan mengungkapkan kebenaran, hanya karena tidak ingin dianggap sebagai pecundang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun