Siapa yang tidak mengenal Abu Nawas? Cerita-cerita jenaka tentang dirinya, telah tersebar ke segala penjuru dunia. Cerita-cerita jenaka yang tidak hanya dapat memberi hiburan pada kita, namun juga sarat dengan nasehat dan pelajaran.
Ya, Abu Nawas memang seorang cerdik pandai. Bahkan ia dikenal juga sebagai ulama.
Abu Nawas yang dikenal juga dengan nama Abu Ali Alhasan bin Hani Alhakami, hidup pada tahun 756-814. Dia dilahirkan di kota Ahvaz di negeri Persia, dengan darah Arab dan Persia mengalir di tubuhnya[1].
Berikut adalah dua kisah tentang Abu Nawas yang cukup masyhur dan sebagaimana kisah-kisah lainnya, kedua kisah berikut pun masih cukup relevan untuk kita baca dan kita petik hikmahnya saat ini.
Pura-pura Gila untuk Menolak Jabatan
Mempunyai jabatan, bagi banyak orang, memang terkadang sangat menggiurkan. Dengan menjadi pejabat, orang akan (merasa) dihormati dan tentu saja (merasa) hidupnya akan menjadi lebih mudah. Karenanya, banyak orang pun menjadi gila jabatan. Meski sesungguhnya, di balik kebesaran yang disandangnya, terpikul beban tanggung jawab yang besar pula.
Namun, berbeda dari kebanyakan orang yang gila terhadap jabatan, Abu Nawas justeru berpura-pura gila demi menolak jabatan. Karena ia telah mengetahui benar beban yang akan ditanggungnya kelak.
Ayah Abu Nawas merupakan seorang kadi atau hakim. Saat ayahnya meninggal, melihat kecakapan Abu Nawas yang dinilai sama dengan ayahnya, Sang Raja pun meminta Abu Nawas untuk menggantikan posisi ayahnya. Maka Sang Raja pun memerintahkan untuk menjemput Abu Nawas menghadapnya.
Demi mengetahui maksud Sang Raja tersebut, ketika utusan Sang Raja telah sampai di depan rumah Abu Nawas, Abu Nawas pun pura-pura gila. Di tengah percakapan mereka, tiba-tiba Abu Nawas menyodorkan sebatang pohon pisang kepada utusan tersebut.
"Tolong mandikan kudaku ini di sungai agar kembali bersih dan segar, ya?"
Utusan Sang Raja pun hanya dapat menggeleng-gelengkan kepala. "Kamu mau menghadap Sang Raja atau tidak?"