Pukul 05.40 kompasianer Thamrin Sonata menelpon saya. Laki-laki yang sangat dikenal oleh para kompasiener itu mengatakan : Aku sudah sampai di Kalijati! Dua jam lagi sampai di Majalengka. Ada kelegaan mendengar berita itu, sebab dengan sampai di Kalijati, berarti sudah sangat jauh dari Jakarta. Itu artinya kedua kompasianer tersebut tidak berbohong untuk berani berdialog dengan para siswa SMAN 1 Majalengka.
Hari ini Kamis, 16 Oktober 2014 memang telah dirancang keduanya tampil sebagai narasumber inti dalam acara Kegiatan Gairah Bulan Bahasa 2014. Sebagai motor penghubung antara lembaga kami dengan narasumber, memang agak ketar-ketar juga. Takut ada aral di jalanlah atau yang tak terduga, misalnya nyasar sampai Rajagaluh, atau Cirebon, yang notabenenya sangat lewat jauh dari Majalengka. Ketakutan yang lain dan pasti, saya sama sekali belum pernah kopdar dengan mereka berdua. Kenal ya paling dari komen di postingan, dari inbox, dari email, SMS atau bicara lewat HP. Rasa takut yang lain adalah ada kemungkinan foto yang ada di akun kompasiana itu palsu. Sebab banyak sekali kompasianer yang tidak pernah mau menampakkan wajah aslinya (karena terlalu mahal untuk dilihat, sebab terlalu cantik atau terlalu ganteng).
Pukul 08.25 sebuah Honda CRV putih tiba-tiba membelok ke gerbang sekolah kami. Type ini memang tidak ada di sekolah kami, makanya saya sedikit memcingkan mata untuk melihat siapa yang ada di dalam. Satu menit kemudian, dua orang keluar dari mobil. Hla dalaaah! Kok wajahnya mirip yang ada di akun kompasiana. Berarti bener, ini Mas Thamrin Sonata dan Mas Rifki Feriandi. Dan memang benar, kedua orang inilah yang kami tunggu.
Kompasianer TS dan DF khawatir di acara dialog
Pukul 09.00 acara dimulai. Tak disangka tak diduga aliran listrik dari PLN padam. Biarpun kami punya gardu listrik sendiri, namun kali memang pemadamannya dari pusat, bukan karena bermasalah semacam hubungan pendek atau yang lain. Inilah sambutan pertama.
Saya selaku salah satu orang yang bertanggungjawab di acara ini galau juga. Bagaimana ini? Mau menelpon melalui telepon sekolah, katanya pakai listrik. Akhirnya saya gunakan HP untuk menguhubungi PLN. “Pak, tunggu sebentar, nanti akan normal lagi!”, jelas petugas PLN dari telepon. Lega rasanya. Saya kembali ke aula. Sambil menunggu listrik normal, beberapa rekan sibuk mencari genset milik sekolah, tapi katanya sedang ada yang pinjam.
“Saya mau pinjam genset ke gedung GGM!” kata Pak Haji Yaya berinisiatif. Selang sepuluh menit genset pinjaman datang. Benda itu langsung kami pakai. Astaghfirullah! Tali penggerak pemantik dynamo putus!
Sementara itu acara sudah dimulai dengan pengeras suara Megaphone, yang sering ngadat dengan suara nguik-nguiknya. Saya tidak mau menghibur diri dengan menghibur Mas TS dan Mas RF, saya yakin keduanya juga khawatir. Bagaimana mungkin tidak khawatir, Mas RF yang mau tampil pertama telah menyiapkan bahan tayang dengan LCD. Sangat tidak menarik jika tak ada dukungan tayangan. Lagi pula bicara dengan megaphone juga suaranya menyiksa kuping.
Akhirnya saya berlari ke tempat parkir, tak perlu mencari teman atau menyuruh orang. Saya larikan mobil sendirian menuju kantor PLN yang berjarak sekitar 1 km.
“Pak mohon maaf, kami mohon pengertiannya, saat ini kami di SMAN 1 Majalengka sedang ada acara penting. Pembicaranya dari kompas Jakarta Pak!” kata saya menjual nama kompas (biar sajalah, saya toh tak menyebut nama kompas media apa, yang penting kompas. Kalau saya sebut kompasiana mana mungkin mereka tahu).
“O iya…. iya … saya kontak dulu operator. ….. mmm…. (beberapa detik lanjutnya) ……sekarang listrik sudah menyala Pak!”
“Wahhh terima kasih sekali Pak!”(plooong, lega dada saya).
Belum sampai saya di sekolah, pikiran saya menyimpulkan, pasti acara di aula sudah normal. Benar juga, ketika saya sampai di aula Mas RF sedang melakukan presentasi. Pasti kegalauan Mas TS juga telah hilang.
Jadilah yang bicara menggunakan megaphone, pembawa acara, ketua panitia, pengawas pembina, standup-comedian, dan beberapa menit Mas Rifki.
Sambutan Luar Biasa para Siswa (dan guru)
Secara umum penyampaian Mas TS dan Mas Rifki cukup sukses. Sambutan yang serius, hingga tanya jawab yang cukup dinamis. Penyampaian Mas RF yang dilengkapi oleh Mas TS (mudah-mudahan) bisa membangkitkan motivasi membaca (apa saja) dan menulis.
Dengan contoh nyata bagaimana perjuangan seorang penulis dari nol hingga menerbitkan Buku Cara Narsis Bisa Nulis, Mas RF tidak menjual kata-kata belaka, tapi bukti nyata di depan mata. Inilah yang sangat dipercayai siswa. Terlebih alam kesempatan itu Mas RF memberikan hadiah buku cuma-cuma kepada para penanya. Tentu ini membuat iri yang lain. Lalu bagaimana jika yang iri memiliki buku? Ya, ternyata mereka banyak menyerbu Mas RF untuk mendapatkan buku dengan cara lain. Terlebih lagi dengan bubuhan tanda tangan dan kata motivasi dari penulis aslinya, anak-anak yang punya buku berbinar-binar. Bagi yang tidak dapat buku waktu itu, bisa membaca di lain waktu, sebab Mas RF juga menyumbangkan 3 (tiga) eks bukunya untuk perpustakaan sekolah.
Di pinggiran teras dekat taman, Mas TS dan Mas RF tidak bisa buru-buru pulang ke Jakarta, sebab dikerumuni anak-anak yang memburu tanda tangannya. Bahkan Mas TS memberikan advis secara spontan di tengah kerumunan anak-anak. “Mumpung konsul gratis anak-anaak!” teriak saya kepada anak-anak.
Hasil Lomba Menulis Feature Perjalanan
Dalam acara dialog hari ini, diumumkan pula mereka yang memenangkan kejuaraan Lomba Menulis Feature Perjalanan ke Obyek Wisata di Majalengka. Mereka yang menjuarai (dari juara ke-1 hingga harapan ke-2 adalah) M. Ichsan Gian, Bayu Catur Pamungkas, Nadila Dirgantari, Elfha Pranatawati, dan Ilma Aliya.
Penghargaan yang diberikan pihak sekolah adalah piagam dan uang pembinaan. Uang pembinaan tidak banyak memang, tetapi jika dibelikan buku Mas RF hari itu, juara ke-1 bisa membawa 20 eksemplar.
Yang menarik adalah peraih juara ke-2 yakni Bayu Catur Pamungkas. Ternyata siswa ini adalah kompasianer yang baru bergabung bulan lalu di kompasiana. Tulisan dengan judul Wisata Situ Sangiang Tawarkan Kepercayaan Gaib (postingan ke-3nya inilah yang ternyata diikutkan dalam lomba kali ini – curang kamu Yu haha!).
Selain Bayu, Juara harapan ke-2 Elfha Pranata Wati , malam tadi telah tercatat sebagai kompasianer dengan tulisan pertama naskah juaranya itu (telah diposting) Menikmati Sensasi Mistis di Tanah Sang Penguasa . Sekedar informasi pula Elfha inilah siswa yang tahun lalu menjadi peraih Juara 1 Lomba Karya Ilmiah Nasional yang diselenggarakan oleh IPB Bogor.
Sudah selesai? Belum!
Sebelum pulang, kami makan siang Café Tirta Bima (café yang bersatu dengan kolam renang umum) depan sekolah. Mengambil kursi yang langsung berhadapan dengan kolam renang umum hawanya segar. Sayangnya kolam sedang kosong, jika banyak yang berenang, mungkin kami bisa makan sambil lebih berlama-lama.
Beberapa meter dekat kami ada empat ibu-ibu guru bahasa Indonesia. Apa yang mereka lakukan? Mereka makan. Sayang pesanan cukup lama datangnya. Apa yang menarik? Sambil menanti pesanan datang , ternyata mereka berempat mendatangi kami bertiga, sambil menenteng buku narsis Mas RF.
“Mas Minta tanda tangan dooong!”
Akhirnya Mas TS dan Mas RF membubuhkan tanda tangan dan pesan-pesan di buku yang telah menjadi milik guru-guru bahasa Indonesia itu.
Pukul 15.10 , Mas TS, Mas RF dan driver-nya meninggalkan halaman SMAN 1 Majalengka, kembali ke Jakarta.
“Terima kasih Mas Didik atas undangannya, jadi tahu Majalengka nih!” kata Mas RF sambil melambaikan tangan. Saya sebagai wakil pihak sekolah mengucapkan selamat jalan, semoga sehat dan nyaman sampai tujuan. ***
16-10-2014
(Ketika tulisan ini diunggah, mungkin Mas TS dan Mas RF masih dalam perjalanan pulang)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H