Sayangnya sudah menjadi semacam kebiasaan (dan mungkin budaya) bagi mereka yang mempunyai kebesaran. Melihat orang lain menjadi kecil. Bahkan dalam taraf yang lebih mengembang, kadang-kadang anak dan istrinya ikut-ikutan membanggakan kebesaran ayah dan suaminya. Dalam satu contoh kecil ada ucapan : “Awas, jangan main-main, dia anak pejabat”.
Jangan membanggakan kebesaran. Kebesaran itu nisbi. Kebesaran itu hanya sementara. Dibatasi waktu. Betapa hidup ini bagi sebagian orang akan menjadi semacam neraka dini, bagi yang mengalami “post power syndrome”. Sekarang disanjung (walaupun sebagian semu), suatu saat akan ditinggalkan.
Aja Adiguna, jangan membanggakan kepandaian
Tolok ukur kepandaian sebenarnya tidaklah tunggal. Orang yang sukses dalam bisnis, ia dianggap pandai dalam terapan bisnis. Belum tentu itu diperoleh oleh orang-orang yang punya gelar sarjana dalam ilmu ekonomi. Tetapi masyarakat saat ini masih tetap melihat kepandaian seseorang dari apa yang diterakan dalam rapor, nilai rapor, transkrip nilai dan sejenisnya.
Gelar akademik demikian pula, orang akan jeri ketika melihat gelar seseorang demikian mentereng. Jika kompetensi asli seperti apa yang tertera dalam ijazah, memang itu yang diharapkan. Kompetensi yang dimiliki diamalkan untuk kemaslahatan orang banyak, itu memang yang seharusnya.
Membanggakan kepandaian, menurut petuah tersebut, tidaklah perlu. Kepandaian seseorang tak harus dibanggakan dan diomongkan. Biarlah orang lain yang menilai. Yang memiliki ilmu tinggi, luas dan dalam (mana yang benar ini?) akan lebih bermakna jika ia mendapatkan pujian orang lain karena manfaatnya, tanpa terdengar oleh dirinya.
Semua terserah kita
Jangan membanggakan. Energi “membanggakan” bagi sebagian orang justru akan menjadi energi negatif. Orang-orang tua jaman dulu telah belajar, telah merenung dan menyimpulkan dari berbagai macam kasus pembanggaan terhadap kekuatan, kebesaran dan kepandaian ini justru menjadi sebuah kontraproduktif.
Jangan bangga dengan kekuatan. Itu nasehat leluhur. Ternyata anda bangga! Ya tidak apa-apa.
Jangan bangga dengan kebesaran. Itu nasehat leluhur. Ternyata anda bangga! Ya tidak apa-apa.
Jangan bangga dengan kepandaian. Itu nasehat leluhur. Ternyata anda bangga! Ya tidak apa-apa.