Mari kita lihat apa yang tertulis dalam Peraturan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Nomor 0022/P/BSNP/XI/2013tentang Prosedur Operasi Standar Penyelenggaraan Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2013/2014.
Setiap sekolah taat kepada peraturan ini dengan membuat tulisan seperti di atas (pada point 4.), akan tetapi sepertinya sudah menjadi hal yang lumrah (mendarah daging) bahwa peraturan tinggal peraturan.
Sore ini Metro TV dalam Metro Sore menurunkan berita tentang UN SMA/MA/SMK di berbagai wilayah di Indonesia. Yang dibahas bukan pelanggaran, akan tetapi kegiatan, proses dan kunjungan para pejabat :
1.Di Jatim Wamendikbud dan Gubernur Jawa Timur masuk ke ruang ujian , diliput televisi.
2.Di Jakarta Mendikbud masuk ke ruang ujian, diliput televisi.
3.Di Binjai, walikota masuk ke ruang ujian, diliput televisi.
4.Di Ambon, UN dibuka secara simbolis di salah satu ruang ujian oleh Gunernur, diliput televisi.
5.Di Manado, diliput televisi di dalam kelas,
6.Di Bulukumba , diliput televisi di dalam kelas,
7.Di Mandailing, diliput televisi di dalam kelas,
8.Di Cimahi (berita tentang CCTV yang mewakili personal yang dilarang masuk ruang Ujian).
Proses dalam penyelenggaraan tersebut di atas, sebagian baik, sebagiansangat melanggar peraturan yang diterbitkan oleh BSNP. Kita tidak perlu mencari sampai sejauh mana kesalahannya. Juga tidak perlu menimbang sejauh mana efek dari pelanggaran masuk kelas saat ujian.
Kalimat “ DILARANG MASUK KECUALI PESERTA UJIAN DAN PENGAWAS ….” Yang ada dalam peraturan BSNP adalah untuk ditaati. Kalimat tersebut merupakan kalimat yang lugas dan tidak menimbulkan multi tafsir, karena sangat jelas dan gamblang.
Dalam peraturan BSNP itu tidak disebutkan embel-embel lain, misalnya :
“ DILARANG MASUK KECUALI PESERTA UJIAN DAN PENGAWAS , JUGA PRESIDEN….”
“ DILARANG MASUK KECUALI PESERTA UJIAN DAN PENGAWAS , DAN MENTERI ATAU WAKILNYA….”
“ DILARANG MASUK KECUALI PESERTA UJIAN DAN PENGAWAS, DAN GUBERNUR ….”
“ DILARANG MASUK KECUALI PESERTA UJIAN DAN PENGAWAS, DAN WALIKOTA ….”
“ DILARANG MASUK KECUALI PESERTA UJIAN DAN PENGAWAS, DAN TUKANG SHOOTING TV ….”
“ DILARANG MASUK KECUALI PESERTA UJIAN DAN PENGAWAS, DAN TUKANG FOTO ….”
“ DILARANG MASUK KECUALI PESERTA UJIAN DAN PENGAWAS, DAN WARTAWAN ….”
Peraturan yang mempersulit diri
Kita dapat membayangkan seorang tokoh masyarakat / pendidikan yang sangat mengetahui makna dan seberapa “saktinya” BSNP justru mengabaikan sebuah klausul penting . Dikatakan penting sebab pelarangan orang yang tidak berkepentingan masuk adalah untuk menghindari terpecahnya konsentrasi siswa dalam mengerjakan soal UN. Pelarangan tersebut sangat bagus. Kalau yang bagus dilanggar artinya menjadi tidak bagus. BSNP sangat serius memunculkan klausul ini sehingga DITULIS DENGAN HURUF KAPITAL DAN TEBAL. Adanya pelanggaran hari ini menunjukkan bahwa sebenarnya kita dipersulit oleh peraturan yang kita buat sendiri. Apakah sangat parah akibatnya jika klausul itu ditiadakan?
Para tokoh masuk ruang UN
Kita lihat para tokoh yang masuk ke kelas tempat UN berlangsung. Di setiap bagian depan ruang ada peringatan seperti tersebut di atas. Saya yakin mereka membaca tulisan itu. Ataukah peringatan itu hanya ditulis untuk sekedar menambah ketebalan sebuah peraturan? Kita tidak tahu.
Ada kemungkinan para tokoh itu memandang remeh BSNP, karena secara personal BSNP bukan orang yang punya action di lapangan. Ketika terjadi pelanggaran tentu tidak akan ada sanksi apa-apa. Paling-paling di lingkungan pendidikan hal tersebut menjadi bahan pembicaraan.
Liputan Televisi dan Media
Melengkapi sebuah berita tentuharus ada visualisasi. Media basis audio-visual maupun media cetak, kedua-duanya butuh tayangan bergerak dan/atau gambar. Peliputan televise yang disiarkan di Metro Sore (tadi sekitar pukul 16.00-an) sesungguhnya merupakan sebuah pernyataan diri : INILAH KAMI YANG MELANGGAR PERATURAN BSNP. Tidak bisa disangkal, tayangan siswa yang mengerjakan UN dan pengawas yang salah tingkah adalah bentuk pelanggaran media terhadap peraturan BSNP. Apalagi sampai tayangan itu men-zoom wajah peserta, men-zoom jari-jari peserta UN yang sedang sibuk membulati lembar jawaban computer. Jika Koran-koran memuat gambar-gambar pelaksanaan UN di kelas, berarti mereka sedang menunjukkan bahwa mereka adalah pelanggar-pelanggar aturan BSNP.
Jika mengikuti peraturan BSNP seperti di atas, maka semestinya di televisi sama sekali tidak boleh ada tayangan di kelas. Bolehlah tayangan sewaktu para siswa beristirahat. Jika tidak ada pemberitaan dengan visual, mungkin ada yang berfikir kurang greget. Jika di Koran berita tentang UN tak ada gambar siswa sedang mengerjakan soal UN maka rasanya hambar.
Bagaimana solusinya?
Jika di tahun-tahun yang akan dating para tokoh masih tetap ingin masuk kelas dalam pelaksanaan UN, atau televisi masih ingin meliput, tetapi mereka tidak mau dicap sebagai pelanggar aturan BSNP, ya cari solusi baru. HAPUS SAJA KLAUSUL PELARANGAN MASUK KELAS. Toh kepala sekolah sebagai penanggungjawab lingkungan pasti tahu mana batas-batas orang yang masuk dan mengganggu dan mana yang tidak. Jika tidak demikian, siapa tahu KEPALASEKOLAH JUGA TAKUT MASUK KELAS UN karena takut dicap sebagai pelanggar peraturan BSNP.
Berita terkait dengan peraturan BSNP
Berita datang dari SMA Negeri 1 Majalengka Jawa Barat. Tadi siang kepala sekolah, Drs. H. Zaenal Mutaqin, M.Pd., menolak memberi ijin petugas dari kepolisian yang hendak mengambil gambar kegiatan UN siswa di kelas. Pihak kepolisian pun memahami adanya peraturan pelarangan dari BSNP setelah dijelaskan oleh beliau. Ini sebuah contoh implementasi peraturan BSNP yang konsekuen. Jika semua kepala sekolah konsekuen dengan peraturan BSNP, maka presiden, menteri, wakil menteri, gubenrnur, walikota, awak televisi, wartawan media cetak tidak ada yang berani masuk ke kelas ketika UN sedang berlangsung.
Kesimpulan / masukan
Buang klausul larangan di peraturan BSNP sehingga tidak menimbulkan pergunjingan yang akan membuat kondisi lingkungan pendidikan menjadi gerah. Toh akibat masuknya seseorang (dengan sebuah kepentingan) tidak akan mengganggu para siswa. Yang jelas, memang saya juga malu sendiri mengangkat tulisan ini. Barangkali saja saya terlalu sensi dan mengada-ada.***
Majalengka, 14 April 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H