Di sekolah kami banyak pedagang di wilayah kantin belakang. Baso, mie tek-tek, nasi lengko, mie ayam, mie rebus, batagor, es campur, nasi goreng spesial, nasi goreng nugget bumbu Turki, nasi bakar, nasi tutug oncom dan sebagainya.
Rekan guru kalau mau makan di warung rasanya enggan. Sebabnya gini, kalau guru masuk, maka rombongan siswa yang tadinya mau ke situ tidak jadi. Nggak enak ada gurunya. Akhirnya gurunya tahu diri, kasihan pedagangnya, guru jadi penghalang rejeki di kantin.
Jadilah suatu hari, Pak Irman lapar. Ia memanggil siswa yang lewat di depan ruang guru. Kebetulan siswa ini diajar matematikanya oleh Pak Irman ini.
“Neng, bapak nitip pesen bakso bisa nggak?”
“Bisa Pak.”
“Nanti si neng hanya pesen saja, yang ngantar ke sini biar mamang basonya saja.”
“Iya Pak.”
“Tapi kalau kamu mau mbawain ke kantor itu lebih baik. Ntar bapak kasih nilai delapan puluh lima!”
“Bener Pak?”
“Bener …. “
Akhirnya si anak ini memesankan baso untuk Pak Irman. Sekitar lima belas menit kemudian anak yang disuruh datang dengan membawa baso . Persis seperti kalau mamang baso mengantar ke ruang guru.
“Ini Pak … basonya.”
“Terimakasih …..”
“Bonusnya Pak?!” kata siswaa mengingatkan.
“Bonus apaan?”
“Katanya mau dikasih bonus 85!”
“Ooooo…. iya ….. “, kata Pak Irman seraya mengambil selembar kertas kemudian di tulis di sana angka “85”, kemudian disodorkan kepada anak tersebut. Siswanya bengong.
“Maksudnya Pak?”
“Ya bonus kamu tadi memesankan dan membawakan baso. Dah, terima kasih dan bawa bonus itu.”
“Saya nggak ngerti Pak…..”
“Bapak juga nggak ngerti kenapa kamu nggak ngerti.”
“Bukannya 85 itu bonus nilai matematika dari bapak?”
“Apa? Sembarangan! Ya nggak ada hubungan bonus pesan bakso dengan nilai matematika. Memangnya tadi bapak di awal ngomong bonus nilai matematika?”
“Memang enggak.”
“Ya sudah, terima bonus itu …… bonus ngantar baso, bukan nilai matematika, terima kasih sekali lagi…..”
“Bapak jahaaaaaaaaaaatttttt!” kata anak itu sambil keluar kantor sambil tertawa. Tapi tak urung mukanya merah setelah ia menyadari bahwa dirinya memang salah.
[Pak Irman adalah guru yang anti memberi nilai / bonus kepada siswa yang sering membantu di luar urusan pengajaran. Kalau bantu-membantu itu urusannya pahala dengan Tuhan. Kata Pak Irman, nanti kalau bonusnya untuk nilai mata pelajaran, siswa tidak pernah mendapatkan kebaikan yang lebih besar maknanya.] Woeeessss! Idealis temen Pak Irman. ***
(nyantai setelah capek karnaval 4 x 6)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H