[caption caption="Uber jadi preferensi kalangan bisnis (Sumber: lifehacker.com)"][/caption]Taksi atau sewa mobil berbasis aplikasi di ponsel cerdas adalah trend baru berkendara di dunia, tidak hanya di Indonesia. Sebagai bentuk baru bisnis transportasi umum, Uber, Grab, GoCar dan Lyft - yang terakhir belum masuk Indonesia, menemui berbagai hambatan oleh pelaku bisnis yang telah lama menguasai sektor ini, atau sebut saja bisnis konvensional, meskipun mereka juga telah memiliki aplikasi. Di negeri semaju Amerika Serikat, Inggris dan Prancis pun persoalan ini juga mencuat, ada pro dan kontra dengan alasan masing-masing, yang biasanya ujungnya adalah masalah periuk pendapatan.
Di Amerika Serikat otoritas juga berusaha mengatur taksi berbasis aplikasi ini dengan peraturan-peraturan seperti pengendara harus terdaftar atau memenuhi syarat tertentu yang berlaku di wilayah masing-masing. Di Indonesia pemerintah sedang menyiapkan peraturan untuk mengatur taksi berbasis online ini, semoga saja peraturan yang diberlakukan tidak bertujuan mengebiri atau malah mematikan pengembang aplikasi yang inovatif ini.
Dampak hadirnya Uber, Grab dan GoCar di Jakarta dan beberapa kota besar memang langsung terasa kemudahan pemesanan taksi dan relatif murahnya tarif oleh konsumen. Catatan resmi berapa peningkatan pasar taksi online dan menurunnya pasar taksi konvensional memang belum ada. Akan tetapi, riset yang dilakukan di Amerika Serikat terhadap pengguna dari kalangan bisnis oleh Certify menunjukkan angka-angka perubahan yang signifikan seperti dilaporkan USA Today baru-baru ini.
Seperti kita ketahui, Uber dan Grab dalam perkembangannya membuat fitur yang memudahkan pengguna dari kalangan bisnis selain umum, yakni berupa tagihan langsung ke email perusahaan. Certify, perusahaan manajemen pengeluaran ini berdasarkan kuitansi pembayaran melaporkan temuan pangsa pasar taksi online vs taksi konvensional. Â
Di Amerika penggunaan taksi konvensional terus merosot dari 37% pada awal 2014, menurun jadi 25% pada 2015, dan awal 2016 ini hanya 14%. Sementara itu penggunaan taksi via Uber dan Lyft terus meningkat pesat dari 42% pada akhir tahun lalu menjadi 46% pada kuartal pertama tahun ini. Lyft sebagai aplikasi yang muncul belakangan memang belum mengungguli pasar Uber, tapi menunjukkan pertumbuhan dari waktu ke waktu.
Kemudahan-kemudahan yang ditawarkan Uber dan Lyft sungguh menarik minat pengguna dari kalangan bisnis, di antaranya kecepatan waktu penjemputan dan murahnya biaya. Beberapa eksekutif perusahaan menyebut kemudahan tagihan yang tidak melibatkan uang cash dan bon, tidak perlu mencari tempat parkir, kenyamanan serasa memiliki sopir pribadi sebagai poin-poin preferensi mereka.
Bagaimanapun trend inovatif yang berguna seperti taksi berbasis aplikasi ini harus kita sambut dengan baik dan pemerintah mengelola dengan peraturan yang mendorong munculnya peluang bagi pengembang aplikasi lain, bukannya menghalang-halangi atau mempersulit. Semoga.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H