Mohon tunggu...
Didik Djunaedi
Didik Djunaedi Mohon Tunggu... Editor - Penulis, Editor dan Penikmat Hiburan

Editor, penulis, dan penikmat hiburan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Life of Pi: Memahami Hidup secara Universal

3 Desember 2012   00:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:16 781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="630" caption="Life of Pi, sebuah perjuangan mempertahankan hidup (Sumber: movies.ndtv.com)"][/caption] "Ada dua cerita yang di dalamnya mengandung kapal tenggelam, kamu lebih suka yang mana?" tanya Pi Patel pada penulis yang mewawancarainya. "Yang pertama," jawab penulis yang lalu disambung dengan pernyataan Pi bahwa seperti itulah agama. Life of Pi adalah film terbaru arahan sutradara Ang Lee berdasarkan buku laris karya Yann Martel dengan judul yang sama. Life of Pi adalah film yang menceritakan kegigihan tidak mengenal putus asa dalam mempertahankan hidup hingga titik penghabisan. Dan dalam perjalanannya sang tokoh menemukan pemahaman-pemahaman serta keyakinan terhadap Tuhan, hubungan manusia dengan makhluk lain dan seterusnya. Cerita dibuka dengan pemandangan kebun binatang kecil di Pondicherry, India milik Santosh Patel, ayah Pi Patel. Lalu diceritakan masa kecil sang tokoh utama bernama lengkap Piscine Molitor (Suraj Sharma/Irrfan Khan). Nama pemberian Mamaji, kawan dekat ayahnya, yang awalnya dianggap keren karena mengambil nama kolam renang di Prancis itu berubah jadi olok-olok teman-teman di sekolahnya karena bila diucapkan mirip kata yang berarti urin. Akhirnya Piscine menemukan cara untuk menjelaskan namanya dengan menyingkat jadi Pi yang berarti konstanta matematika yang menunjukkan perbandingan keliling lingkaran dengan diameternya. Pi sejak kecil adalah anak istimewa yang memiliki minat dan rasa ingin tahu tinggi. Seperti kebanyakan orang India, ia terlahir sebagai Hindu,  tetapi kemudian ia mulai tertarik memeluk Katolik  kemudian Islam. Sehingga saat masih usia muda ia menjalankan ajaran ketiga agama secara bersamaan. Ia mempercayai sekian banyak dewa Hindu, menjalankan shalat dan berdoa dengan cara Katolik. Sang ayah secara tidak langsung menentang sikap Pi karena menurutnya memeluk tiga agama secara bersamaan sama saja dengan tidak memeluk sama sekali. Akan tetapi, Pi masih tetap pada keyakinannya menjalani hidupnya dengan "mencintai Tuhan" melalui pemahaman ketiga agama tersebut. Keingintahuan Pi kecil termasuk memahami dunia hewan karena ia merasa dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan yang sama - kebun binatang - oleh orang tua yang sama. Oleh karena itu, saat ada harimau baru - kemudian dinamai Richard Parker - di kandang ia ingin berteman dengan cara memberikan umpan daging di tangannya langsung agar ia bisa berdekatan dan menatap matanya. Eksperimen nekat ini nyaris mencelakakannya kalau kakaknya, Ravi, tidak mengusiknya. Suatu hari orang tua Pi memutuskan pindah ke Kanada karena kekacauan politik terjadi di India, dan mereka bermaksud menjual binatang-binatang itu ke kebun binatang di Kanada. Mereka mengangkut keluarga dan seluruh binatang dengan kapal kargo menyeberangi Samudra Pasifik. Di tengah lautan tiba-tiba kapal diserang badai dan tenggelam, hanya Pi dan beberapa ekor binatang, zebra, orang utan bernama Orange Juice, hyena dan Richard Parker yang selamat menaiki perahu penyelamat dengan perbekalan seadanya. Nah, perjuangan Pi bertahan hidup di tengah laut selama 227 hari bersama seekor macan inilah menjadi inti cerita. Setengah jam awal film beberapa penonton mungkin akan merasa bosan karena hanya menampilkan adegan kilas balik yang dirangkai dengan wawancara antara penulis dan Pi dewasa. Saya melihat beberapa penonton walkout pada rentang waktu ini, mereka belum sampai bagian inti cerita yang akan membawa kita merasakan perjuangan Pi dengan pemahaman-pemahaman terhadap hidup dan kehidupan, termasuk pencarian Tuhan. Kita seakan-akan dibawa, diseret, dan terombang-ambing di tengah lautan tanpa tahu apa yang akan terjadi, bukankah itu sejatinya hidup? Lalu apa yang akan menguatkan kita dalam kondisi seperti itu? Tuhan dan keyakinan terhadap keberadaan-Nya menjadi satu-satunya pegangan. Bukan Ang Lee namanya kalau tidak menampilkan gambar-gambar indah dalam filmnya. Sepanjang film mata kita dihibur dengan sajian yang memukau, walau itu sebetulnya adegan yang menyedihkan. Dan lagi-lagi kita bisa mengambil hikmah, bukankah itu kenyataan hidup? Dalam situasi menyedihkan atau apa saja yang kita anggap sedang tidak beruntung selalu ada "kenikmatan" yang bisa kita rasakan. Ada beberapa adegan dalam film yang saya rasakan sangat menyentuh. Dalam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun