[caption id="" align="aligncenter" width="640" caption="Ciri khas orang Madura"][/caption] Setelah menonton film Semesta Mendukung (MestaKung) yang saat ini masih diputar di bioskop-bioskop, ada beberapa hal yang menarik perhatian saya di antaranya orang Madura. Setting cerita dan tokoh dalam film tersebut memang berbau Madura, khususnya Kota Sumenep. Saya sebagai orang Jawa Timur, seumur-umur baru sekali ke Pulau Madura dan itu pun saat saya masih kecil sehingga tidak terlalu ingat kondisi dan keadaannya. Gambaran saya tentang kota-kota di Madura persis sama dengan yang ada di film dengan hamparan tambak garam serta rumah-rumah sederhana berhiasan ukiran khas dengan warna-warna menyolok. Suku Madura seperti dengan suku-suku lain mempunyai ciri khas (stereotype) dan ini berkembang dari mulut ke mulut dan dari cerita-cerita informal maupun tulisan resmi. Orang Madura digambarkan sebagai pribadi yang keras dengan bicara yang blak-blakan serta teguh mempertahankan prinsipnya. Mereka tidak segan mengajak berkelahi bila ada yang berani melanggar sesuatu yang mereka anggap hak mereka. Clurit, pisau dan carok sudah menjadi atribut pelengkap bila membicarakan orang Madura. Waktu kecil saya sempat takut kalau melihat orang Madura saat pergi ke pasar buah atau ikan karena umumnya di tempat-tempat tersebut dipenuhi dengan penjual yang berasal dari Madura. Dengan pisau dan golok besar di tangan untuk mengupas buah atau membersihkan ikan seolah-olah mereka sudah siap sedia untuk berperang. Hahaha... Orang Madura suka juga dengan aksesori yang berkesan meriah dan warna-warni. Ini meruspakan salah satu ciri khas lain yang bisa dianggap benar. Beberapa orang Madura yang saya kenal selalu menggunakan warna merah, hijau atau kuning yang menyolok dan aksesori berupa kalung, gelang leher dan gelang kaki keemasan besar-besar dan banyak. Jika kita lihat motif pakaian atau batik khas Madura kita akan melihat warna-warna yang berani dan menyala dengan motif khas. Gambaran lama saya tentang orang Madura yang cenderung menyeramkan tersebut sirna ketika saya kuliah di Bandung dan mempunyai teman akrab dari Madura. Awalnya teman saya yang bernama Maksum ini memperkenalkan diri sebagai orang Surabaya. Hal ini juga menjadi tipikal orang Madura ketika pertama kali memperkenalkan diri pada seseorang yang baru mereka kenal. Jarak Madura dengan Surabaya memang tidak jauh, tinggal menyeberang, apalagi saat ini ada Jembatan Suramadu yang megah tersebut. Hal ini mungkin terkait dengan penyamaran impresi awal terhadap tipikal orang Madura. Maksum teman saya yang dari Madura ini terlihat sangat sopan dengan nada suara yang cenderung halus, tidak meledak-ledak. Awalnya saya percaya saja ketika Maksum mengatakan bahwa dia dari Surabaya meskipun saya sempat mendengar sedikit aksen khas dalam percakapannya. [caption id="" align="alignleft" width="358" caption="Tukang Sate Madura"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H