Seorang kawan, sebut saja namanya Abdurrahman. Dia sekelas dengan penulis ketika duduk di bangku SMP. Selepas SMP dia melanjutkan sekolah ke jenjang SMA, namun hanya sampai kelas 2. Dia tidak melanjutkan sekolahnya sampai selesai. Alasan utamanya adalah kerena ekonomi keluarganya yang tidak memungkinkan untuk dia melanjutkan sekolah. Alih-alih mengeluh, meratapi nasib, atau mengutuk keadaan, dia justru berpikir bagaimana caranya untuk bisa memperbaiki keadaan ekonomi keluarga. Dia memutuskan untuk bekerja sebagai pelayan di sebuah warung tenda yang menyediakan menu seafood.
Pada saat bekerja menjadi pelayan itu, dia belajar bagaimana caranya memasak makanan laut seperti udang, kerang, cumi, kepiting dan yang lainnya dengan rasa yang lezat dan nikmat. Dia perhatikan betul cara koki yang ada di warung tersebut memasak aneka makanan laut itu. Dia juga tak segan bertanya langsung kepada sang koki tentang cara memasak aneka hidangan laut itu agar menghasilkan cita rasa yang nikmat. Dalam benaknya terbesit keinginan, kelak ketika dia sudah bisa memasak aneka hidangan seafood, dan sudah punya cukup modal, dia akan buka usaha warung seafood sendiri.
Selama bekerja di warung tersebut, demi mewujudkan cita-citanya untuk bisa memiliki warung sendiri, dia selalu menyisihkan uang gaji bulanannya untuk ditabungkan, dengan harapan kelak bisa dijadikan modal untuk rencana usahanya itu.
Setelah merasa cukup punya kemampuan untuk memasak aneka hidangan laut, dan memiliki modal untuk buka usaha warung seafood seniri, diapun keluar dari pekerjaannya sebagai pelayan warung.
Dengan kemampuan memasak serta modal yang telah dia kumpulkan, dia kemudian mulai membuka usaha warung seafood sendiri. Setelah berjalan sekian lama, kini kawan saya yang tidak lulus SMA itu sudah menjadi pengusaha warung makan seafood. Hasil dari kerja kerasnya selama ini, kini ia sudah memiliki tiga buah warung seafood di Jakarta, dengan omset mencapai 100 juta perbulan dari ketiga warung tersebut.
Kisah kawan saya ini menunjukkan bahwa dia mampu menyalakan hidupnya, meski tidak lulus SMA. Dia bisa mengambil sisi positif dari peristiwa yang dialaminya. Dia tidak larut dalam kesedihan, tetapi justru menyalakan semangat hidupnya.
Â
Kita perlu belajar kepada orang-orang seperti kawan saya ini. Meski tidak memiliki pendidikan yang tinggi, meski studinya putus di tengah jalan, tetapi semangatnya luar biasa. Bandingkan dengan mereka, para sarjana yang memiliki pendidikan tinggi, tetapi semangat hidupnya rendah. Mereka hanya mengandalkan selembar ijazah yang dibawa ke sana kemari untuk mendapatkan pekerjaan. Padahal kita semua mafhum, bahwa saat ini mencari pekerjaan bukan hal yang mudah. Walhasil, banyak para sarjana yang nganggur.
Maaf, saya sama sekali tidak bermaksud merendahkan posisi para sarjana, tetapi memang begitulah kenyataan yang kita jumpai di negeri ini. Semangat hidup atau mental juang para sarjana kita kalah jauh dibandingkan semangat hidup serta mental juang mereka yang nota bene tidak berpendidikan tinggi, bahkan putus sekolah.
Kisah kawan saya di atas menjadi salah satu gambaran betapa orang-orang seperti dia mampu mengambil sisi positif dari peristiwa yang dia alami. Alih-alih meratapi nasib, mengutuk keadaan, dia justru bangkit menatap masa depan dengan penuh semangat. Dia mampu menyalakan hidupnya. Dan akhirnya, kesuksesan pun berhasil diraihnya.
So, tunggu apa lagi... Nyalakan hidupmu!