Assalamu’alaikum Wr.Wb. Pertama saya ucapkan selamat kepada Bu Susi karena telah mendapat kepercayaan untuk menjadi menteri. Namun, dahulu orang-orang shaleh bila mendapat jabatan akan mengucapkan inna lillahi wa inna ilaihi raji’un. Karena menganggap jabatan adalah musibah. Kenapa musibah? Dia akan mengalami berbagai macam kesulitan dalam menjabat dan juga pertanggung jawaban saat nanti di akhirat. Juga dia akan kehilangan kebebasan dalam menjalani hidup sebagaimana enaknya kebebasan sebelum jadi pejabat.
Dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan beberapa hal. Saya adalah guru agama di SDN Kawunganten 01 Kecamatan Kawunganten, Cilacap. Hanya beberapa kilometer saja dari Pangandaran. Tahun ini kita guru agama mendapat tugas yang sangat berat. Yaitu wajib melakukan kegiatan belajar mengajar menggunakan kurikulum 2013. Yang kalau saya perhatikan adalah sangat menekankan perbaikan budi pekerti. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya yang sangat dominan dari sisi pengetahuan.
Maka dalam kurikulum 2013 ini beban guru agama jadi lebih berat. Dikarenakan dia menjadi jenderal utama untuk perbaikan spiritual dan budi pekerti. Walaupun sebenarnya beban perbaikan budi pekerti tidak hanya menjadi tanggung jawab guru agama saja, semua guru dan orang tua masing-masing murid juga bertanggung jawab.
Di media telah terkenal bahwa Ibu Susi adalah menteri perokok dan bahkan merokok di depan umum. Ibu Susi juga memiliki tato. Memang itu hak ibu untuk memilih jalan hidup dan gaya hidup. Akan tetapi saat ini telah berbeda. Ibu Susi adalah seorang menteri yang notabene adalah pembantu presiden. Maka semua mata warga RI menyorot. Termasuk muridsekolah di negeri ini.
MUI telah mengharamkan rokok, begitu pula saya juga mengharamkan rokok untuk diri saya dan keluarga saya. Tetapi kalau kenyataannya masih banyak yang merokok di negeri ini tentunya itu adalah pilihan mereka untuk taat pada ulama mereka ataukah keinginan pribadinya. Tentunya kita juga setuju bahwa pelajar itu tidak boleh merokok, baik di sekolah maupun di lingkungan sekolah. pertama, hukumnya memang haram, yang kedua kalaupun mereka belum beriman dengan keharaman rokok paling tidak mereka belum pantas dikarenakan mereka pelajar yang belum bisa mencari uang sendiri.
Maka apa jawaban yang bisa kami para guru sampaikan pada murid-murid dan anak-anak kami bila melarang mereka merokok lalu mereka berdalih, lah itu ibu menteri merokok? Apa jawaban yang bisa kami berikan pada puteri-puteri kami jika mereka juga berkeinginan merokok lalu jika kami larang mereka menjawab, lah itu ibu menteri juga merokok? Bukankah televisi kita sudah susah payah memberikan tanda sensor bagi adegan film atau tayangan lainnya yang ada unsur merokoknya. Itu artinya negeri ini berkeinginan kuat untuk menjauhi rokok dan menjauhkan rokok dari generasi mendatang.
Jabatan itu pasti membutuhkan pengorbanan. Ketika Ibu Susi menjadi menteri, ibu tinggalkan semua jabatan yang diemban sebelumnya. Pengorbanan lainnya adalah privasi ibu menteri yang terganggu oleh wartawan, media dan jejaring sosial. Saya yakin kritikan mereka bukan untuk menjatuhkan Ibu Susi. Termasuk kritikan dan saran saya ini adalah agar Ibu Susi menjadi lebih baik dan lebih sempurna. Maka saya sebagai guru agama anak-anak SD di kampung sebelah memberi permohonan agar Ibu Susi berhenti merokok atau berusaha sekuat tenaga untuk berhenti merokok. Apakah dengan alasan agama ataukah karena alasan etika ketimuran. Anggap saja itu sebagai tambahan pengorbanan Ibu Susi dikarekan menjadi menteri. Saya yakin ketika Ibu sudah berhenti merokok, akan banyak warga negeri ini yang simpai dan mencintai Anda. Atau paling tidak untuk jangka pendek merokoklah di tempat tersembunyi agar tidak dilihat masyarakat umum.
Berikutnya masalah tato. Setahu saya untuk menjadi PNS, TNI atau Porli salah satu syaratnya tidak boleh bertato. Terus bagaimana kalau jadi menteri? Saya tidak tahu persis bagaimana kelegalannya. Tetapi dari sudut pandang agama tato itu haram. Andai Ibu Susi beriman kepada Allah dan Hari Akhir tentunya akan mengimani keharaman tato. Dari segi etika ketimuran tato juga tidak pantas. Baik untuk anak-anak maupun orang dewasa. Sehingga kita bisa melihat orang-orang yang terdidik seperti ustadz, guru, dokter, dll tidak ada satupun yang bertato. Sedangkan kaum yang bertato identik mereka yang dijuluki preman. Tapi sungguh saya tidak bermaksud mengatakan Ibu Susi preman, hanya saja kenyataan di lapangan yang banyak bertato adalah preman.
Maka saya menghimbau dengan lemah lembut agar Ibu Susi menghapus tatonya. Ini juga dalam rangka pengorbanan dan perjuangan Ibu Susi dalam menjalankan tugasnya bagi negeri. Kalau dahulu para pejuang negeri kita bersimbah darah dan meregang nyawa untuk kemerdekaan RI maka kami rakyat Indonesia meminta Ibu Susi berhenti merokok dan menghilangkan tato. Syukur-syukur mau mendalami ilmu agama Islam. Lalu suatu ketika bisa berkerudung atau berhijab. Seperti Ibu menteri Sosial kita saat ini. Ini juga pengorbanan Ibu Susi sebagai hamba Allah yang telah menciptakan Ibu Susi, memberi rizki, menjaga, dan kelak untuk bekal di kehidupan setelah mati agar selamat dan masuk Surga. Mudah-mudahan Ibu Susi beriman pada Allah dan Hari Akhir.
Itu saja yang bisa saya sampaikan bila ada khilaf atau ada kata-kata yang tidak berkenan saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H