Mohon tunggu...
Septi Dhanik
Septi Dhanik Mohon Tunggu...

wong jogja yang punya mimpi berkeliling ke semua suku bangsa di Indonesia dan melakukan sesuatu disana..

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Manusia Abu-abu: Sebuah Prolog

28 Juni 2014   19:06 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:25 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia abu-abu : sebuah prolog

Manusia abu-abu. Sebuah golongan manusia yang sebenarnya tidak mengenakkan bagi siapa saja yang masuk golongan ini. Termasuk saya. Mengapa? Karena menjadi manusia abu-abu itu berarti semua serba berada ditengah. Dalam konteks warna, abu-abu berada diantara hitam dan putih. Ia merupakan percampuran keduanya. Sebagai percampuran, abu-abu memenuhi kodratnya dengan memiliki sifat hitam dan putih. Percampuran kedua sifat itulah yang menjadikan abu-abu akhirnya memiliki karakter sendiri.

Menjadi manusia abu-abu itu sekali lagi tidak enak. Saya tidak tahu apakah ini karakter yang dibawa sejak lahir, pengaruh pendidikan di sekolah dan keluarga, pergaulan ataukah pengaruh lainnya? Jujur selama ini saya merasa belum pernah menjadi manusia yang hitam atau manusia yang putih bersih. Saya tidak tahu apakah ada manusia yang benar-benar hitam atau manusia yang benar-benar putih. Tapi saya pikir mungkin tidak ada manusia yang benar-benar hitam atau putih. Dibalik hitam mungkin masih ada sisi putih meski porsinya hanya sedikit sehingga tidak mempengaruhi karakter hitam itu sendiri. Sebaliknya juga sama. Putih tak selalu putih bersih. Masih ada sisi hitam – meski sekali lagi porsinya tak banyak mempengaruhi karakter itu sendiri. Ini sekedar pemikiran saya yang selama ini cukup galau dengan status saya sebagai manusia abu-abu.

Status manusia abu-abu itu bukan disematkan oleh orang lain tetapi oleh diri saya sendiri. Pertanyaan yang muncul dalam hidup, keputusan yang saya ambil, karakter diri dan segala yang terjadi pada kehidupan membuat saya mengambil kesimpulan bahwa saya adalah manusia abu-abu. Saya sendiri kadang berpikir mengapa saya tidak seperti orang lain yang berani menghadapi tantangan tanpa banyak berpikir panjang atau bergerak cepat tanpa harus mempertimbangkan ini dan itu. Intinya terkadang saya geram dengan diri saya sendiri yang tidak bisa seperti orang lain. Mbok ya kalau lemot ya lemot sekalian, kalau cepet ya cepet sekalian. Saya selalu berada di tengah dan itu melelahkan. Sekuat apapun berusaha tapi kok ya jatuhnya tetap sama. Selalu berada di wilayah abu-abu. Itulah saya, manusia abu-abu. Adakah manusia abu-abu lain di luar sana?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun