Mohon tunggu...
Didi Adrian
Didi Adrian Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Perang Proxy Bisnis Online Mulai Makan Korban

6 November 2017   20:44 Diperbarui: 6 November 2017   21:01 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pelipur lara kedua, bisnis musik, komunikasi, media, cetak dan publikasi sudah duluan dihantam badai online atau revolusi digital. Ada yang bertekuk lutut, menyerah dalam diam kemudian mengucapkan salam perpisahan. Ada yang menyiasati dengan cepat-cepat berpindah ke fase online atau dunia digital. Media-media besar macam CNN, BBC, DW, Kompas, Tempo berhasil melakukannya. Alun dunia online ini (alun= gelombang yang memanjang dan bergulung-gulung) belum akan berhenti. Ramalan pahit berikut bahwa dunia perbankan, jasa perhotelan, medis dan pendidikan akan terkena giliran dihantam revolusi digital. Ancaman tanpa bentuk dari perang proxy online akan terus makan korban.

Apa Yang Harus Dilakukan?

Jadi, apa yang harus dilakukan? Dari lini masa kemajuan peradaban dan gaya hidup manusia memang terus berubah ditopang penemuan teknologi. Alvin Toffler, seorang futurolog terkenal sudah menyebut bahwa peradaban manusia terbagi 3 gelombang: masyarakat agraris, revolusi industri dan revolusi digital/informasi. Iramanya memang begitu, dulu pesan diantar burung merpati, kemudian tukang pos, dengan telegram, berganti email sekarang pesan cepat di HP masing-masing. Mungkin tak lama lagi jika ada revolusi cahaya, berganti moda lagi. Teknologi ada untuk mempermudah hidup manusia, ikuti dan pelajari dan jangan dimusuhi.

Kita coba kembali menyoroti lesunya bisnis ritel konvensional, dimana tidak bisa semata-mata menyalahkan bisnis online sebagai kambing hitam. Dalam proses pembelian ditinjau dari aspek psikologi kecerdasan ada beberapa gaya atau pendekatan yang pasti terjadi: visual, auditorialdan kinestetik. Hanya satu komponen pendekatan psikologi membeli yang tidak ada saat transaksi bisnis digital yaitu aspek kinestetik. Karena aspek kinestetik terkait benar dengan indera rasa, gerak dan sentuhan langsung dimana saat ini belum bisa dijawab bisnis digital. Untuk visual dan auditorial, bisnis online sudah menyediakan kenikmatan penuh. Toh, jika sering belanja, spesifikasi dan fitur produk tak jauh beda. Dimanapun Anda belanja.

Itu tadi, produk, cara produksi dan metode produksi tetap sama. Hanya cara mengemas dan cara transaksi, akses serta lini distribusinya saja yang berubah akibat revolusi digital. Sekarang menjawab apa yang harus dilakukan? Sebagai penjual atau pembeli? Sebagai penjual cara kerja harus berubah, jangan gaptek dengan dunia online, belum mampu mulai sendiri gabung-gabung dulu dengan yang sudah eksis, petakan ulang target pasar, dimana segmen yang terbuka dan paling hemat biaya. Badai digital yang sedemikian hebat akan menenggelamkan kapal bisnis Anda cepat atau lambat. Buang muatan tak perlu yang membebani laju kapal Anda.

Ancaman tanpa bentuk dari perang proxy online akan terus makan korban. Siapkah Anda? Pak Ramingun, sopir kantor saja sudah siap dan mulai asyik dengan kemajuan digital.

Penulis:

Venus Gani, dosen swasta

Didi Adrian, penulis lepas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun