Kontroversi akuntansi sebagai seni berawal dari definisi yang diberikan oleh Committee on Terminology dari American Institute of Certified Public Accountants pada tahun 1953 yang mendefinisikan akuntansi sebagai "seni pencatatan, pengklasifikasian, dan pengikhtisaran dengan aturan baku dalam satuan uang, transaksi dan peristiwa yang paling tidak sebagian darinya memiliki karakter keuangan dan selanjutnya diinterpretasikan hasil-hasilnya". Belakangan definisi tersebut dikoreksi oleh APB (Accounting Principles Board) yang juga masih merupakan badan otoritatif yang di bangun oleh American Institute of Certified Public Accountants. Dalam pernyataan APB No.4 tentang Basic Concepts and Accounting Princples Underlying Financial Statements of Business Enterprises yang dikeluarkan pada tahun 1970  menggeser konsep akuntansi dari seni menjadi informasi. Dalam pernyataan tersebut akuntansi didefinsikan sebagai "akuntansi merupakan aktivitas jasa, fungsinya adalah menyediakan informasi kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan, mengenai entitas ekonomi yang dimaksudkan untuk dapat memberikan manfaat dalam pengambilan keputusan, dalam membuat pilihan logis di antara serangkaian tindakan". Dari gambaran tentang akuntansi tersebut, terlihat  APB meghapus stigma seni dengan menambahkan diksi "kuantitatif" dan "logis". Lalu bagaimana pandangan kita sebagai masyarakat akuntansi memandang hal itu?. Dalam hal ini, penulis mengajukan pandangan sebagai berikut.
Oxford Learner's Dictionaries mendefinsikan seni adalah sesuatu yang menggunakan imanjinasi untuk mengekspresikan ide atau perasaaan (art : use of the imagination to express ideas or feelings), sedangkan Merriam Webster Dictionary mendefinisikan seni sebagai keterampilan yang diperoleh melalui pengalaman, belajar, atau observasi (art : skill acquired by experience, study, or observation). Berdasarkan dua hal tersebut seni berkaitan dengan konsep pokok: keterampilan, ide, dan perasaan. Definsi akuntansi sebagai seni tidak sepenuhnya salah tetapi juga tidak sepenuhnya benar. Bagaimana pun akuntansi tidak akan pernah  tercabut dari akar sebagai rumpun ilmu sosial, dimana ilmu sosial merupakan ilmu yang mengkaji hubungan manusia dengan lingkungannya, dan hubungan sesama manusia. Setidaknya penulis dapat mengajukan beberapa argumen yang berkaitan dengan hal itu, antara lain:
- Gambaran akuntansi yang diberikan oleh APB yang menekankan aspek informasi, bisa dipahami sebagai seni yang merujuk pada bagaimana informasi itu dikomunikasikan. Menurut Aristoteles seorang filsuf yang hidup pada tahun 384 -- 322 SM mengkomunikasikan sesuatu gagasan yang baik harus mencerminkan tiga aspek, yaitu: ethos (etika), logos (ilmu), dan pathos (emosi). Jadi sebagaimanapun baiknya informasi sebagai sebuah produk dari logos atau pengetahuan tidak akan efektif tanpa ethos dan pathos sebagai sesuatu yang melibatkan perasaan. Dalam hal ini akuntansi sebagai seni dapat dilihat dari cara atau teknik pengomunikasian informasi sebagai output dari akuntansi itu sendiri.
- Akuntansi sebagai sistem informasi membawa konsekuensi akuntansi terdiri atas prosedur baku yang berulang secara terus menerus. Sudah menjadi pengetahuan umum jika sesuatu diulang secara terus menerus akan menimbulkan skill yang terkesan diluar dari ilmu. Seorang akuntan yang berkerja pada suatu perusahan dengan COA yang relatif tetap dalam jangka waktu yang lama tentunya berbeda dengan akuntan yang baru bekerja atau akuntan yang lama bekerja tetapi dengan transaksi yang relatif dinamis. Dalam hal ini, definisi akuntansi sebagai seni didasarkan atas definisi seni yang diberikan oleh Merriam Webster Dictionary.
- Disamping itu, ada juga yang berpendapat bahwa akuntansi sebagai seni dilihat dari sudut pandang hermeneutika atau seni menafsirkan. Pendapat ini dapat dibenarkan tetapi bukan bearti orang yang tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup dapat menafsirkan dengan benar. Dalam akuntansi dan audit dikenal dengan konsep "judgment" atau pertimbangan profesional. Seorang akuntan atau auditor membutuhkan jam terbang dan update pengetahuan yang tidak sebentar untuk menghasilkan judgment yang baik.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan hakikat dari ilmu apapun juga baik sosial atau alam "untuk kesejahteraan manusia dan dilakukan oleh manusia". Â Jika demikian ilmu apapun itu baik sosial maupun alam dapat dikatakan sebagai seni tidak harus melulu dalam akuntansi. Tentunya kita tidak pernah memberikan stigma terhadap ilmu kedokteran sebagai seni. Dalam hal "judgment" semakin tinggi jam terbang dan pengetahuan seorang dokter bukankah semakin baik "judgment" yang diberikan dalam mendiagnosa suatu jenis penyakit?. Lalu apa bedanya dengan judgment dari seorang akuntan atau auditor?. Â Jadi semua pengetahuan dapat dikatan seni atau ilmu, selagi semuanya dihadapkan pada persoalan manusia sebagai obyek.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H