Mengapa orang korupsi? Â Tinjauan psikologis
Ketika seorang eks pejabat di MA (Mahkamah Agung) diduga korupsi dengan temuan uang senilai hampir 1 trilyun dan 51 kg emas di rumahnya, kita bertanya-tanya mengapa orang melakukannya? Apa latar belakangnya? Keserakahan? Kebutuhan? Tekanan?.Â
Dewasa ini sepertinya berita-berita sejenis semakin banyak saja dibumbui dengan uang yang dikorupsi sangat fantastis jika dihubungkan dengan keadaan ekonomi sebagian besar rakyat Indonesia.
Banyak dugaan-dugaan atau perkiraan yang lumrah disampaikan orang penyebabnya, dengan harapan jika kita tahu penyebabnya, maka bisa berupaya untuk menghilangkan penyebabnya tersebut.
Beberapa perkiraan penyebab yang mungkin adalah capaian pribadi di mana dia menginginkan sebagai seorang yang lebih dari yang lain. Ada juga yang menyebutnya kekuasaan. Ketika seseorang memiliki kekuasaan, misalnya dalam bentuk jabatan, maka dia cenderung akan fokus kepada keinginan dirinya sendiri.Â
Ada juga yang memperkirakan karena adanya keuntungan yang bisa didapat dengan cara mudah, apalagi jika ada peluang yang besar untuk melakukan hal itu. Dan yang paling sering juga adalah jika nilai-nilai kebenaran kurang dipegang yang membuat seseorang melakukan tindakan korupsi.
Dalam Kacamata Psikologi
Dirangkum dari beberapa tulisan, tindakan korupsi dalam pandangan psikologi, atau ilmu yang mempelajari aspek kejiwaan manusia, disebabkan oleh beberapa hal sbb:
- Keserakahan pribadi: Orang sering memprioritaskan keinginannya dibandingkan kebutuhannya, dan selanjutnya menjadi tidak merasa puas dengan apa yang dimilikinya.
- Ketidakbahagiaan: Ada merasa tidak puas atau tidak bahagia karena tidak memiliki yang orang lain miliki dan lalu mencari jalan dan pengakuan melalui korupsi.
- Kebutuhan akan kekuasaan: Ada yang mengatakan bahwa memiliki urang berarti memiliki kekuasaan. Apapun bisa didapatkan melalui uang yang diraih melalui jalan apa saja, termasuk melalui korupsi.
- Kesesuaian sosial: Ada orang lain yang flexing (memamerkan kekayaan) dan lalu seseorang ingin memiliki kesamaan dengan orang lain dalam hal apa yang dimiliki atau memiliki status sosial yang sama.
- Rasionalisasi: Korupsi bisa dirasionalisasi dengan menyatakan bahwa situasi yang ada membutuhkan tindakan seperti korupsi. Korupsi tidak hanya dalam bentuk uang dan barang berharga, namun bisa saja waktu. Seseorang yang sering terlambat masuk ke kantor akan membenarkan keterlambatannya karena pimpinannya juga sering terlambat ke kantor.
- Pengendalian diri yang rendah: Ini masalah kekuatan kepribadian dan prinsip atau nilai kebenaran yang dipegang seseorang. Karena itu sering dikatakan untuk memperkuat agama agar tidak tergoda korupsi. Hal ini terkait dengan nilai-nilai kebenaran dalam agama yang perlu dipegang teguh.
- Kurangnya akuntabilitas: Ketika masalah-masalah etika tidak mendapatkan peringatan atau hukuman, maka tindakan koruptif akan terjadi karena tidak akan mendapatkan sanksi apa apa.
- Coba-coba: Ketika mencoba melakukan suatu pelanggaran dan dibiarkan, maka tindakan akan mengarah kepada yang lebih besar yang akan mengarah kepada tindakan koruptif.
- Peluang emas: Ketika seseorang memiliki akses atau falititas yang memungkin tindakan koruptif, maka hal itu dapat dipandang sebagai peluang emas yang tidak boleh disia-siakan atau yang dianggap tidak akan muncul dua kali.
Dalam suatu studi yang dilaksanakan oleh Zarianskyi (2024) yang ditulis dalam paper berjudul Social and Individual-Psychological Factors of an Individual’s Propensity for Corrupt Behavior menyatakan bahwa penyebab dari tindakan korupsi adalah Power atau kekuasaan. Dia menyatakan Kekuasaan (egosentris dan tidak punya rasa bersalah), Sikap Moral (sikap manipulatif, kecenderungan menggunakan orang lain untuk meraih tujuannya sendiri), Sikap Penghargaan terhadap diri sendiri yang negatif (harga diri negatif atau rasa bersalah), beragam Sikap Kepribadian (Machiavelisme, narsisisme dan sifat psikopat) adalah sebab-sebab yang terbukti menyebabkan tindakan korupsi.
Sementara itu Kendra Dupuy dan Siri Neset (2018) dalam artikelnya berjudul The cognitive psychology of corruption - Micro-level explanations for unethical behaviour melihat dari kacamata Cognitive Psychology untuk menjelaskan perilaku koruptif.Â
Mereka menemukan bahwa ada perilaku korup disebabkan oleh pengaruh psikologis dari kekuasaan, capaian pribadi dan pengendalian diri; juga karena keengganan merugi dan penerimaan resiko tindakan; lalu rasionalisasi (pembenaran dengan alasan) dan godaan perasaan terhadap kecenderungah untuk korupsi.Â
Catatan: Psikologi kognitif adalah cabang psikologi yang didedikasikan untuk mempelajari cara orang berpikir. Perspektif kognitif dalam psikologi berfokus pada bagaimana interaksi pemikiran, emosi, kreativitas, dan kemampuan pemecahan masalah mempengaruhi bagaimana dan mengapa Anda berpikir yang mengarahkan pada tindakan.
Kesimpulan
Dari beberapa butir pembahasan di atas dirangkum beberapa ide utama terkait dengan tindakan korupsi yang banyak terjadi dan bisa menjadi ringkasan agar kita menyadari bahwa kita harus waspada, tidak mendukung dan mencegah hal itu terjadi kepada kita dan orang-orang terdekat kita. Karena barikade pada diri kita dan orang terdekat kita dan dilakukan oleh semua orang, maka kita akan dapat menghindari keadaan yang lebih buruk dari kemunculan tindakan koruptif saat ini.
- Orang yang memiliki kekuasaan memiliki godaan untuk melakukan tindakan korupsi
- Orang cenderung melakukan tindakan korupsi jika mereka bersikukuh untuk meraih capaian diri namun memiliki kendali diri yang rendah, menganggap bahwa korupsi hanya membahayakan secara tidak langsung dan ketika bekerja dalam suatu organisasi, tindakan tidak etis dibiarkan saja tanpa ada sanksi.
- Orang cenderung berani mengambil resiko jika dapat mengurangi kerugian dan mengelola resiko asalkan dapat mempertahankan capaian tersebut. Situasi yang tidak pasti untuk resiko diri sendiri sering membuat orang menghalalkan segala cara.
- Pembenaran tindakan korupsi untuk kebutuhan atau alasan rasional lainnya menjadikan korupsi seperti sesuatu yang baik-baik saja.
- Rasa bersalah yang kuat bisa mencegah orang melakukan tindakan korupsi.
- Untuk mengurangi godaan korupsi dalam kaitan dengan pengaruh kognitif di atas, maka kita sebaiknya mendukung suatu arus informasi tentang betapa merusaknya korupsi; berikan penghargaan kepada sikap yang ditunjukkan seseorang yang melawan tindakan korupsi dan menentukan suatu standar dasar dari integritas atau kejujuran.