Al-Quran dan Sains & Teknologi
Memahami peran Al-Quran berkaitan dengan sains dan teknologi, tidaklah bersifat apologetic di mana kita hanya bersikap mencari apa yang sudah ditemukan dalam sains dan kita lakukan pembenaran dengan Ayat-Ayat dalam Al-Quran yang relevan. Al-Quran harus diperlakukan sebagai sumber utama, di mana sesungguhnya segala sesuatu ada di dalam Al-Quran, hanya kita belum menemukan semuanya. Beberapa surat dan ayat tentang fenomena alam semesta seperti Isra’ Mi’raj yang fenomenal dinyatakan dalam Surat Al-Isra ayat 1 dan Surat Al-Najm ayat 13-18. Peristiwa yang terjadi 1400 tahun yang lalu dan dianggap sebagai suatu peristiwa yang mustahil, saat ini menjadi bahasan menarik karena sains telah menemukan soal perlambatan waktu ketika suatu benda melakukan perjalanan mendekati atau melampaui kecepatan cahaya. Juga teori tentang adanya lubang cacing (wormhole) yang memungkinkan suatu mahluk menembus galaksi dengan menyempitkan jarak antar bintang menjadi jarak berjalan kaki. Ketika Al-Quran menyatakan hal itu, maka sudah menjadi hukum kebenaran, sains saat ini berproses dan tidak keluar dari apa yang ada di dalam Al-Quran. Jadi bukan Al-Quran tidak bertentangan dengan sains, tapi sains yang harus membuktikan bahwa ayat-ayat Allah itu benar adanya. Al-Quran menjadi sumber motivasi untuk mengekplorasi alam.
Quraish Shihab menyatakan bahwa membahas hubungan antara Al-Quran dan ilmu pengetahuan bukan melihat, misalnya, adakah teori relativitas atau bahasan tentang angkasa luar; ilmu komputer tercantum dalam Al-Quran; tetapi yang lebih utama adalah melihat adakah jiwa ayat-ayatnya menghalangi ilmu pengetahuan atau sebaliknya, serta adakah satu saja ayat Al-Quran yang bertentangan dengan hasil penemuan ilmiah yang telah diakui kebenarannya secara konvensi.
Sementara itu, Jalaluddin Rahmat, mengusulkan setidaknya lima pendekatan dalam membahas hubungan Al-Quran, sains dan teknologi. Pertama, menunjukkan bagaimana Al-Quran mendorong, membangkitkan, merangsang, dan mengilhami penemuan sains dan teknologi; kedua, mengulas sumbangan umat Islam bagi perkembangan sains dan teknologi; ketiga, membahas secara fisolofis perimbangan Islam, sains dan teknologi. Apakah Islam hanya memberikan landasan aksiologis atau menentukan epistemologi dan ontologis sains? Pendekatan ini erat hubungannya dengan pendekatan keempat; yaitu menentukan apakah ada sains yang islami?; dan kelima, menggambarkan bagaimana perkembangan sains dan teknologi dewasa ini.
Sejarah telah membuktikan bahwa dengan menggunakan pendekatan yang dituliskan di atas umat Islam, dari abad 7/8 sampai abad ke 13, selama lima abad secara terus menerus menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini dapat dilihat pada tokoh-tokoh ilmuan Muslim seperti Ibnu Sina, Jabir Ibn Hayan, al-Biruni, al-Farabi dan tokoh-tokoh ilmuwan lain yang sezamannya. Keunggulan umat Islam atas bangsa-bangsa lain dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi ini digambarkan secara ekspresif oleh Ibn Taimiyyah sebagai berikut:
‘Kaum muslim mengembangkan berbagai ilmu pengetahuan, baik yang bersifat kenabian (agama) maupun rasional, yang juga pernah dikembangkan oleh umat-umat sebelumnya. Tapi orang-orang muslim itu memiliki keunggulan dengan ilmu pengetahuan yang tidak dipunyai oleh umat-umat yang lain.
Ilmu pengetahuan rasional dari umat-umat lain yang sampai ke tangan orang-orang muslim kemudian di kembangkan, baik pengungkapan maupun isinya, sehingga menjadi lebih baik daripada yang ada pada umat-umat yang lain itu, kemudian dibersihkan dari patokan-patokan yang palsu, dan di tambahkan kepadanya unsur kebenaran sehingga orang-orang Muslim itu menjadi lebih unggul daripada orang-orang lain.’
Usaha mencari ilmu pengetahuan di samping diperintahkan oleh Rasululah saw, kapan dan dimanapun berada, Al-Quran sendiri juga telah memerintahkan hal yang sama. Ayat Al-Quran yang pertama kali diturunkan Allah kepada nabi Muhammad saw adalah perintah untuk membaca, menelaah, mempelajari yang merupakan unsur pertama dalam penguasaan ilmu.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang mencipta-kan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (QS. Al-Alaq/96: 1-5)
Al-Quran secara tegas memerintahkan umat Islam untuk mengembangkan ilmu pengetahuan (sains) lewat proses membaca (iqra) yang didasari oleh rasa iman kepada Dzat Pemberi Ilmu. Tuntutan untuk membaca ini tidak hanya terbatas pada obyek-obyek yang tersurat dan tersirat yang ada di dalam Al-Quran, melainkan juga terhadap obyek-obyek yang ada di alam semesta. Ayat ke 5 menunjukkan bahwa meskipun sudah banyak hal yang terkuak, yang dahulu adalah rahasia alam seperti bing bang, wormhole, black hole, galaksi, cuaca, pergerakan benda-benda langit, rahasia pergerakan awan dan hujan, namun masih begitu banyak yang masih belum ditemukan. Al-Quran mendorong eksplorasi yang terus menerus dengan rujukan yang ada di dalam Al-Quran.
Realitas membaca bukan hanya terpaku pada melihat, tetapi termasuk di dalamnya juga harus merenungkan dan memikirkan (tafakkur) terhadap apa yang dibaca. Membaca sebagai suatu proses pencapaian ilmu pengetahuan tentu memerlukan bahan bacaan, dan tempat untuk mengumpulkan bahan bacaan tersebut. Dalam konteks ini, segenap kosmos, baik alam mikro maupun alam makro, kesemuanya merupakan ruang baca, dan perpustakaan raksasa yang sarat akan ilmu pengetahuan yang sudah teruraikan dan yang masih rahasia.
Epistimologi Sains: Akal dan Cara Meraih Ilmu Pengetahuan
Al-Quran menganjurkan dan mendorong umat manusia agar mempergunakan akal dan fikirannya untuk menemukan rahasia-rahasia Allah. Dengan menggunakan akal dan fikiran tersebut diharapkan rahasia alam yang sebelumnya tidak diketahui akan dapat diketahui dan dibuka yang  pada akhirnya dapat dikembangkan guna kepentingan masyarakat luas.
Perintah Al-Quran untuk mengembangkan ilmu pengetahuan (sains) ini tidak hanya terbatas pada terminologi akal saja, tetapi menggunakan beberapa terminologi yang beraneka ragam, di antaranya:
- tadabbara, merenungkan sesuatu yang tersurat dan yang tersirat;
- tafakkara, berefleksi, berfikir tentang dan menemukan hukum-hukum alam;
- faqiha, mengerti secara mendalam;
- tadzakkara, mengingat, memperoleh peringatan, mendapat pelajaran, memperhatikan dan mempelajari;
- fahima, memahami dalam bentuk pemahaman yang mendalam;
- nadzara, melakukan observasi.