Dalam ceritera Tertawa Telat (delayed laugh) nomor kedua ini  ada 2 tokoh rekaan dan bukan nama sebenarnya. Nama Jaelani adalah nama biasa dan terasa tidak asing. Juga Maman, nama biasa yang sering disebut dan terasa akrab di telinga. Dua nama itu adalah nama orang Indonesia tentunya.
Konteksnya adalah kepolosan, kenora'an dari seseorang. Bisa juga ketika kita sedang mendiskusikan tentang teknologi yang memudahkan kita sebagai manusia. Kita juga kadang boleh menertawakan diri sendirikan kadang berperilaku polos dan sok tahu. Di samping itu aspek pamer juga ada di situ. Bukan untuk dipermasalahkan, tapi ditertawakan sendiri. Menertawakan diri sendiri kadang diperlukan sebagai salah satu bentuk koreksi diri (self correction).
Nama Jaelani dan Maman, bisa diganti oleh nama yang mungkin akrab di telinga orang-orang yang sedang berbincang. Bagi penulis sendiri nama Jaelani dan Maman benar-benar nama Indonesia. Penentuan nama yang akan diteriaki juga menentukan agar ketika di sebut terasa kejenakaannya.Â
Ceritera ini memerlukan sedikit aksi teatrikal agar terasa kejenakaannya, terutama ketika Jaelani berteriak, Sekuriti yang menepuk jidatnya dan ketika Jaelani bersuara rendah dan pelan (seperti suara bariton) di ujung cerita.
Jaelani dan MamanÂ
Jaelani, seorang lelaki usia 25 tahunan yang tinggal dan bekerja di suatu daerah yang jauh dari perkotaan, dimana dia hidup dan besar di situ. Jaelani tidak pernah menginap di hotel dan suatu hari dapat kesempatan menginap di hotel. Hotel tempatnya menginap di seputaran Hotel Indonesia di Air Mancur Thamrin.Â
Singkat cerita dia sampai di kamar hotelnya di salah satu kamar di lantai 7 dan jendelanya menghadap ke arah Air Mancur. Jaelani lalu berjalan ke jendela dan dia lihat-lihat ke arah bawah sambil menikmati pemandangan mobil berseliweran, ada yang berjalan kaki di seputar Air Mancur dan ada yang juga sedang berdiri sambil melamun atau lihat ponsel.
Nah, ketika dia lihat ke bawah itu, dari kejauhan dia merasa mengenali salah seorang yang sedang berdiri di pinggir jalan. "wah itu Maman, teman sekolah dulu ... kok ada di sini? ah biar dia tahu saya ada di sini, baiknya saya panggil biar mau main ke kamar, ah..."Â Untuk lebih meyakinkan kalau orang itu Maman, Jaelani membuka jendela kamarnya dan memungkinkan dia berteriak sambil badannya agak condong keluar. "Mamaan!, Mamaan!, Mamaan!....." (berteriak sekeras-kerasnya)Â sambil dia berharap Maman akan menengok ke atas. Dia terus berteriak "Mamaan!, Mamaaan! Mamaan!,(berteriak sekeras-kerasnya)Â jangan jangan dia bukan Maman. Meskipun tidak yakin orang itu Maman, dia tetap berteriak sambil mencondongkan badannya ke luar.
Mendengar sayup sayup ada yang berteriak 'Â Mamaan! Mamaan! Mamaan!, seorang anggota Sekuriti mendongakkan kepala keatas dia melihat laki-laki (Jaelani) yang berteriak sambil mencondongkan tubuhnya ke luar. "Wah, bahaya nih, jangan jangan mau bunuh diri deh ..." dalam hati sekuriti itu.
Setibanya di lantai 7, pintu kamarnya diketuk dan teriakan 'Mamaan!" berhenti. Jaelani membukakan pintu, dan langsung Sekuriti menanyakan, "Bapak ada apa? kenapa berteriak berteriak..berbahaya pak..." Jaelani pun mengajak Sekuriti ke jendela yang terbuka tadi, dan berkata ."Gini Pak, tuh yang berbaju biru belang-belang di bawah itu kayaknya teman saya sekolah dulu, namanya Maman, Mamaan!!!, Mamaan!! (masih berteriak nama Maman). "Tapi kan tidak terlalu jelas kalau itu teman Bapak yang namanya Maman, dan suara Bapak juga tidak terdengar karena jauh" ujar sekuriti. . "Ah yakin deh itu Maman, biar dia tahu saya sedang di hotel, bisa saya ajak ke sini, Mamaan !!! Mamaan !!! Mamaan!!!"