Mohon tunggu...
Dida Permana
Dida Permana Mohon Tunggu... Administrasi - There is a will always there is a way, let God show to you the way

Penulis adalah seorang pegawai swasta profesional, memulai karir sejak tahun 2010 sampai sekarang, posisi yang pernah diemban antara lain: Procurement/Purchasing (pengadaan barang/jasa), Personalia dan GA. Penulis juga saat ini masih aktif sebagai Mahasiswa serta konsen dalam bidang pendidikan serta sosial keagamaan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar Toleransi dan Moderasi Beragama ke Banten Lama

11 Januari 2021   10:19 Diperbarui: 11 Januari 2021   11:02 692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Penulis & rekan Mahasiswa beserta Dosen berkunjung ke Vihara Avalokitesvara pada tahun 2014 | dokpri

Kata-kata toleransi dan moderasi beragama akhir-akhir ini banyak dikampanyekan oleh sejumlah pihak, terutama oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama, tokoh masyarakat, tokoh organisasi masyarakat seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan ormas-ormas keagamaan lainnya. 

Kampanye dalam moderasi beragama ini tentu beralasan karena  Pemerintah saat ini tengah menyosialisasikan moderasi beragama sebagai salah satu langkah untuk menghargai perbedaan keyakinan di masyarakat. 

Akan tetapi jika diteliti lebih jauh, masing sedikit yang membahas kehidupan toleransi dan moderasi beragama yang sudah dipraktikan masyarkat dalam kehidupan nyata terutama di daerah Banten Lama, jika kita searching di mesin pencari seperi Google misalnya, literatur yang ada hampir dipastikan banyak membahas edukasi sejarah Banten Lama, namun sedikit yang membahas sosiokultural dan kehidupan toleransi keagamaan yang hidup dan berkembang di daerah tersebut. 

Penulis dalam hal ini, ingin sekali menumpahkan sedikit tulisan yang kiranya dapat bermanfaat bagi masyarakat, akademisi maupun pemangku kepentingan lainnya, bahwa kehidupan harmonis, saling hormat-menghormati dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta kehidupan yang tetap aman dan tenteram akan terus dirasakan bangsa Indonesia, sampai hari kiamat. sudah menjadi konsensus nasional bahwa, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam Negara Republik Indonesia memiliki empat pilar kebangsaan yakni :

  1. Pancasila
  2. UUD 1945
  3. NKRI
  4. Kebhinekaan

Empat pilar kebangsaan itulah, yang menjadi kunci bahwa bangsa Indonesia, tetap utuh dan terhindar dari ancaman disintegrasi kehidupan berbangsa dan bernegara serta dibutuhkan kesadaran bersama, terutama generasi muda di Indonesia, untuk menginsyafi perjuangan panjang bangsa Indonesia dan para Founding Fathers serta para pejuang kemerdekaan untuk mewujudkan Negara Indonesia, yang lepas sepenuhnya dari bangsa-bangsa barat. 

Penulis sadar bahwa, usaha untuk mengisi kemerdekaan bangsa Indonesia ini, sangatlah berat akan tetapi bukan hal yang mustahil jika dilakukan secara kolektif oleh seluruh elemen bangsa Indonesia. Penulis dalam hal ini akan mengangkat kehidupan kehidupan yang harmonis, yang secara faktual dan sudah diaplikasikan secara nyata dalam kehidupan bermasyarakat di daerah Banten. 

Pengalaman ini pernah penulis rasakan saat melaksanakan kegiatan Praktikum Profesi Lapangan (PPL) pada saat penulis menjadi Mahasiswa di sebuah perguruan tinggi swasta di Kota Serang pada tahun 2014 ketika mengunjungi Vihara Avalokitesvara di Kampung Kasunyatan Desa Banten Lama, Kecamatan Kasemen Kota Serang Provinsi Banten.

Foto Penulis & rekan Mahasiswa beserta Dosen berkunjung ke Vihara Avalokitesvara pada tahun 2014 | dokpri
Foto Penulis & rekan Mahasiswa beserta Dosen berkunjung ke Vihara Avalokitesvara pada tahun 2014 | dokpri

penulis sangat terkesan bahwa, diketahui dari penjelasan dari Humas bahwa, Vihara tersebut sudah ada sejak abad ke 16, yang sudah diketahui bahwa, kawasan situs tersebut merupakan pusat penyebaran agama Islam di Banten. vihara ini melayani peribadatan tiga agama sekaligus yakni Kong Hu Cu, Taoisme, dan Buddha, maka tidak heran vihara ini, mendapat sebutan Klenteng Tri Darma. bahkan menurut literatus resmi, pembangunan vihara ini, tidak lepas dari peran Sunan Gunung Jati, yakni salah satu dari sembilan wali songo, yang menjadi penyebar agama Islam di Jawa Barat. 

Dikisahkan bahwa Sejarah pembangunan vihara yang terletak di Kecamatan Kasemen, wilayah Banten Lama ini berkaitan dengan Syarif Hidayatullah atau yang dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati. Tokoh penyebar islam di tanah Jawa ini memiliki istri yang masih keturunan kaisar Tiongkok bernama Putri Ong Tien. Melihat banyak pengikut putri yang masih memegang teguh keyakinannya, Sunan Gunung Jati membangun vihara pada tahun 1542 di wilayah Banten, tepatnya di Desa Dermayon dekat dengan Masjid Agung Banten. Namun, pada tahun 1774 vihara dipindahkan ke Kawasan Pamarican hingga sekarang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun