Di Pemilihan Legislatif (Pileg) yang akan digelar April mendatang banyak diikuti oleh Calon Legislatif (Caleg) baru, termasuk juga para generasi muda yang ikut menjadi Caleg. Mampukah, para Caleg baru itu bersaing merebutkan kursi dari para Caleg incumbent. Pertanyaan lainnya, apakah para Caleg baru itu memiliki kompetensi politik yang mumpuni.
Di Kota Medan sendiri, tidak sedikit Caleg baru yang ikut meramaikan Pileg 2019. Namun sayangnya, tidak sedikit pula para Caleg baru itu yang tidak mempersiapkan diri dengan matang untuk menghadapi pertarungan politik.
Karena, sebagian para Caleg baru itu mengikuti Pileg hanya dijadikan sebagai ajang coba-coba. Bukan malah dijadikan sebagai sarana untuk menjadikan dirinya benar-benar sebagai wakil rakyat, yang mampu menyerap aspirasi rakyat nantinya.
Saya sendiri kerap menemukan para anggota dewan, termasuk anggota dewan yang berusia muda yang tidak pernah menyampaikan opininya di saat Rapat Dengar Pendapat (RDP), rapat Panitia Khusus (Pansus), apalagi di sidang paripurna.
Padahal, para anggota dewan itu digaji negara untuk berbicara, menyampaikan opininya dan menyampaikan aspirasi masyarakat. Tapi apa jadinya, kalau anggota dewan itu hanya datang, ikut rapat, lalu pulang. Tanpa menyampaikan sesuatu hal di dalam rapat itu.
Anehnya lagi, ada juga anggota dewan yang tingkat kehadirannya minim setiap kali ada agenda di gedung dewan.
Bayangkan, berapa pengeluaran negara untuk menggaji mereka yang terbuang sia-sia. Bayangkan lagi, bila gaji anggota dewan yang tak aktif itu disalurkan kepada masyarakat miskin. Berapa orang yang bisa terbantu.
Dari masalah itu, muncul pertanyaan, apakah partai politik tidak memberikan pengkaderan kepada para kadernya sebelum mencalonkan diri sebagai Caleg. Sehingga terkesan, siapa saja bisa menjadi Caleg, walau memiliki kwalitas politik yang tidak mumpuni. Â
Namun bagaimanapun, tidak ada Partai politik yang tidak mengkader terlebih dahulu para kadernya. Tapi, apakah pengkaderan itu benar-benar bisa menambah wawasan para kadernya dan bisa menambah modal wawasannya untuk menjadi Caleg. Â
Akibatnya, para kader partai politik yang menjadi Caleg berasal dari kalangan yang mungkin tidak suka politik dan bahkan tidak mengerti politik. Tidak heran pula, bila ada Caleg yang hanya sekedar bermodalkan tampang, jabatan orang tua dan lainnya, tanpa memiliki modal pengetahuan tentang tata cara berpolitik yang baik dan benar.
Hal ini pastinya akan membuat masyarakat sebagai pemilih bingung untuk menentukan pilihannya saat Pileg nanti. Jangan sampai, masyarakat salah pilih. Karena, tidak sedikit anggota dewan yang sudah terjerat kasus korupsi dan bahkan kasus narkoba. Ini menjadi pelajaran penting bagi masyarakat.