Mohon tunggu...
Dicky Igus Suparno Tandjung
Dicky Igus Suparno Tandjung Mohon Tunggu... profesional -

Saya menyukai sebuah kejujuran, bagai air putih, ia masih murni dan menyegarkan. kejujuran itu sumber kehidupan. ketika pertama lahir di dunia, ekspresi jujur penuh kasih sayang terpancar dari wajah ibu yang bersedia berbagi badan untuk memberi kesempatan hidup kepada kita. seorang ayahpun dengan jujur merasa khawatir menantikan kedatangan buah hatinya dari rahim istrinya tercinta yang ia juga jujur resah terhadap keselamatan persalinannya. betapa kejujuran itu melekat dalam kehidupan sehari-hari kita. dengan menghargai sebuah kejujuran, kita menghargai sebuah kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mekanik Ingusan

11 Juni 2014   06:08 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:17 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

I. BENSIN



Ada yang bertanya padaku,” apa kesalahanku selama ini?”. Aku menjawab, “ kesalahanku adalah hidup didunia ini, dan tidak memanfaatkan kesempatanya dalam hidup”. Aku tidak tahu kalimat yang terlontar spontan itu aku dapat mana, atau pun aku pernah dengar dari siapa. Tapi aku jujur berkata itu pada diriku sendiri. Aku terlalu sering melupakan pintu yang terbuka disebelah pintu tertutup yang terus ku pandangi dan ku sesali. Bahasa yang sering kudengar, tidak pernah “move on” dari situasi. Sehingga tujuanku, bensin hidupku. Tidak pernah terbakar sempurna karena aku sendiri tidak mengetahuinya secara rinci langkah pembakaran dalam yang tepat. Disebabkan aku terpaku pada masalah hidup yang hanya ku ratapi.
Saat ini aku masih meneruskan pendidikan di tingkat universitas. Memasuki tahun keempat, mendekati tahun kelima. Artinya berjarak tiga tahun dari tenggat waktu lulus yang ditetapkan atau aku dikeluarkan secara terpaksa. Aku memang masih ingin belajar tapi aku sendiri tidak menunjukkan perkembangan yang baik dalam pelajaran.
“ IP (indeks prilakumu) kenapa turun lagi nak?”
Dosen waliku bertanya pertanyaan yang sama seperti semester sebelumnya.
“Aku tidak tahu pak (bukan urusanmu pak),”
Jawabku sekenanya. Tapi tak menghentikan dia bertanya.
“Lalu bagaimana dengan tanggung jawab dengan orangtuamu nak?”
Aku hanya diam mendengarkan.(bukan urusanku pak itu tanggung jawab orangtua ku)
“Mulai saat ini kamu harus lebih sering di kampus. Waktumu tidak banyak. Jangan terlalu melankolis lah. Bersikap dewasa. Tidak ada waktu untuk bermain lagi. Sudah saatnya kamu memutuskan masa depan dengan tepat. Saya sebagai seorang pendidik tugasnya mengingatkan. Bakar bensin impian dengan urutan yang benar. Kompresi-kan dengan niat membahagiakan orang tuamu. Untuk menghasilkan langkah ekspansi (usaha) yang maksimal. Saya memperhatikan kamu!”
Kembali aku dicecar dengan ancaman dan terpaksa aku menjawab.
''Baik pak (daripada bermasalah pak)"
"Ya sudah, saya masih ada kesibukan yang lain. Saya harap ketemu denganmu lagi membawa hasil yang lebih baik!"
"Siap pak. Saya pamit dulu, permisi pak”
Kepergianku disambut dengan hentakan tangan kiri menyuruhku keluar, ditambah isyarat menutup pintu dengan isyarat yang sama. Aku berpikir untuk mengunci pintu itu dari luar. DN akan sangat senang mendengar rontaan bapak itu, seperti rontaan tahanan maling sandal yang dihukum lima tahun penjara. Lebih berat dari 4 tahun 5 bulan koruptor bangunan olahraga yang senilai sandal 50 juta orang. Tragiss. Aku memang menjadi apatis terhadap nilai ku yang berantakan, tapi aku tetap cinta asal bukan negeriku yang berantakan. Dan merasamembantu negeriku menjadi lebih baik dengan menghujat koruptor uang rakyat dibanding menghujat diri sendiri yang tidak mau belajar, hidup mahasiswa tingkat akhir!. ‘^^

Terlepas dari harapan tinggiku terhadap negeri ini, aku juga punya tujuan sederhana mengandung harapan untuk diriku. Aku harus lulus, seberat apapun langkahku meraihnya. Harus!

II. KECEPATAN PENUH


Tik Tik Tik
Itu bukan suara hujan, melainkan suara telepon genggamku berdering. Sengaja kuganti bunyi panggilannya. Biar aku mengingat kembali masa kecilku yang senang memperhatikan tetesan air hujan yang menerpa atap rumahku. Bunyinya menentramkan. Semakin lama aku memperhatikan semakin aku mengerti. Kenapa orang takut saat hujan datang. Karena hujan tibanya keroyokan, kalau sendiri-sendiri sepertinya tidak perlu orang takut menghadapinya.
Pertanyaan datang, kenapa ceritaku melantur saat telepon genggamku berdering. Karena aku lagi tertidur pulas. Arti pulas itu sama dengan keadaan aku tidak akan terjaga walau ada gempa 4.0 SR. (jangan yang tinggilah, ntar malah kiamat dulu sebelum aku bangun J ). Apalagi dengan suara dering telepon seperti suara hujan tersebut yang malah membuatku semakin terlelap lebih dalam dan semakin dalam.
Aku tidak tahu mimpi apa sewaktu hujan terasa begitu deras. Mataku jadi begitu berat untuk menantang cahaya. Masih terperangkap oleh euphoria kegelapan. Mengundang untuk terus bermesraan. Aku kasmaran dalam pesona penasaran. Berhasrat menyambung mimpi yang tersekat. Nyata dan fana. Semakin lama hujan jadi lebih deras. Aku lebih hanyut dalam pusaran istirahat panjang.
----------------------------------------------------------------------------------------------
Sebagai komandan, aku adalah keputusan, perintah, aturan dan keharusan. Ini adalah jalan panjang menembus semesta. Tujuanku menaklukan angkasa. Melintasi batasan yang terbentang. Aku tidak berhenti sebelum mencapai apa yang kuharapkan. Bagiku kebanggaan adalah menyelesaikan tugas dengan baik. Itulah kenapa aku menjadi komandan kapal pelintas batas angkasa. Karena aku terbaik dalam menangani dan mengarahkan dengan tepat kemana arah kapal ini berlayar.
Setengah perjalanan masih diliputi kawasan gelap tak bercahaya. Entah kemana bintang berpendar. Ini adalah kemiskinan angkasa yang terselimuti. Tanpa arah yang jelas,  ku komando tetap lurus kedepan.
“Radar kita rusak komandan’’
“Ada kemungkinan badai kosmik menanti didepan komandan”
“Lebih baik kita menyimpan energy dengan diam terlebih dahulu komandan”
Suara-suara negatif kapal tak kuhirau. aku adalah komandan. Aku adalah perintah. Aku adalah aturan. Aku adalah keputusan. Harus berapa kali kujelaskan agar kalian mengerti.
“TETAP LAJUKAN KAPAL LURUS KEDEPAN DENGAN KECEPATAN PENUH”
Gelegar suara perintahku membahana menenggelamkan suara kru kapal yang entah kenapa bisa setia dengan sikap otoriterku ini.

Kapal melaju mencapai tenaga maksimal yang bisa ia kerahkan. Dengan kecepatan ini satu galaksi bisa terlewati dengan empat kedipan mata. Sehingga lintasan menjadi lebih terang belum tersadari sudah menanti didepanku. Bukan bintang yang berjejer. Melainkan badai kosmik. Sesuai dengan prediksi kru kapal yang kuabaikan. Badai itu menerjang bergelombang laksana tsunami yang menerpa aceh daratan. Siap meluluhlantakan apapun yang didepannya. Inilah kematian yang didambakan untuk tak dikenang. Keputusan buruk komandan penyebab tragedy yang seharusnya bisa dihindarkan.

III. ASSISTENSI


Kali ini aku benar-benar terjaga. Suara dering telepon genggamnya masih bersahutan. Tertekan jempolku menjawab panggilan.
“Lagi dimana?, Ayo Assistensi, Udah ditunggu dari tadi, Buruan yak, Harus satu kelompok bersama lengkap lho”
Aku tak sadar responku seperti apa menjawab serbuan pertanyaan dan ajakan tersebut. Sepertinya tidak sempat aku melontarkan satu katapun sebelum teleponnya terputus dari seberang.
Kepalaku tak gatal, tapi tetap saja reaksi tanganku menggaruk-garuknya. Mencari bekas galian kutu rambut. Bahkan alasan pencarian itu tak kumengerti. Aku bisa saja melihat dengan mata telanjang didepan kaca. Dengan rambut cepak pendek tajam, jangankan kutu rambut yang takkan luput dari pengawasanku. Seekor cicakpun bisa mati jika berniat mendarat dikepalaku.
__________________________________________________________________________
Bersambung....
gubugsederhana.blogspot.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun