Perkotaan dalam paradigma PMII
Sejauh yang saya pahami tentang apa itu ber-PMII, maka dengan sadar---dengan segala dogmatisasi ideologisnya---jawabannya adalah rakyat. Rakyat atau gerakan kerakyatan mungkin sudah tidak asing di telinga kita selaku orang-orang Nusantara. Gerakan kerakyatan merupakan bentuk emansipasi terhadap kekuatan kolonialisme/imperialisme yang dilakukan kepada masyarakat Nusantara.
Dalam pengertian PMII, gerakan kerakyatan ialah membangun satu tatanan sosial masyarakat yang berkeadilan tanpa adanya penindas dan yang ditindas. Selama relasi sosial masyarakat masih dalam cekraman ketidakadilan, maka PMII akan selalu berupaya untuk berada di garis perjuangan rakyat atau gerakan kerakyatan.
Ber-PMII mungkin tidaklah semudah yang dibayangkan. Bila mengacu apa tujuan dilahirkannya PMII, maka esensialitas PMII selalu berada di basis perjuangan rakyat. Menjadi kader PMII berarti memahami segala hal terkait dengan aspek ke-PMII-an : sejarah gerakan, nilai dasar, cara pandang atau paradigma hingga tujuan besar yang menjadi cita-cita PMII.
Paradigma gerakan PMII merupakan suatu cara pandang yang digunakan oleh setiap anggota maupun kader PMII dalam berdiaspora dengan realita sosial masyarakat dan peradabannya. Dalam sejarahnya, Paradigma PMII pertama kali digunakan adalah Paradigma Arus Balik Masyarakat Pinggiran (PABMP) di masa kepemimpinan Ketua Umum PB sahabat Muhaimin Iskandar tahun 1997. PABMP menjadi awal tonggak cara pandang PMII yang kemudian disusul Paradigma Kritis Transformatif dan Paradigma Menggiring Arus Berbasis Realita.
Dalam pengertiannya yang paling umum, paradigma ialah cara pandang yang mendasar dari seseorang ataupun kelompok. Paradigma berfungsi untuk memberikan inspirasi, imajinasi terhadap apa yang harus dilakukan.Â
Di PMII, Paradigma merupakan suatu yang vital bagi pergerakan organisasi, karena paradigma merupakan titik pijak dalam membangun konstruksi pemikiran dan cara memandang sebuah persoalan yang akan termanifestasikan dalam sikap dan perilaku organisasi (Nur Sayyid Santoso Kristeva, M.A).
Dalam sebuah catatan yang bertajuk "Operasionalisasi Paradigma Kritis Transformatif [Analisis Teoretik Dalam Perspektif Teori Perubahan Sosial Dan Teori Revolusi Sosial], Mas Kris (sapaan akrabnya) pun menambahkan bahwa paradigma dapat dirumuskan sebagai titik pijak untuk menentukan cara pandang, menyusun sebuah teori, menyusun pertanyaan dan membuat rumusan mengenai suatu masalah. Lewat paradigma ini pemikiran seseorang dapat dikenali dalam melihat dan melakukan analisis terhadap suatu masalah.
Relevansi paradigma PMII dengan kondisi sosial masyarakat sangatlah dibutuhkan. Baik digunakan sebagai metode analisis hingga menjadi sebuah manifestasi gerakan dalam menciptakan problem solving. Tak ayal, dalam setiap langkah yang ditempuh oleh PMII merupakan nafas perjuangan untuk mewujudkan cita-cita masyarakat yang berdaulat.
Lewat kerangka paradigmatik pula, PMII melihat Masyarakat yang hidup di perkotaan memiliki berbagai macam persoalan. Dengan hiruk pikuk problematika yang terus dihadapi, kehidupan masyarakat kota memang tidak sebanding dengan apa yang mereka rasakan ketika harus hidup di tempat dengan pesatnya kemajuan teknologi tersebut. Di sisi lain, kebijakan publik yang sering dikeluarkan oleh pemangku kebijakan (pemerintah) tidak selalu sesuai dengan apa yang mestinya masyarakat butuhkan.
Dalam sejarahnya, PMII sudah cukup lama berdinamika dengan kondisi serupa. Misalnya lewat Paradigma Arus Balik Masyarakat Pinggiran, kader-kader PMII sudah lebih dulu terjun di tengah-tengah kondisi sosial masyarakat. Termasuk masyarakat kota. Dengan menciptakan sebuah rekayasa sosial yang dilakukan dengan dua pola : pertama, melalui advokasi masyarakat, kedua, dengan Free Market Idea.