Menguatnya Mata uang dolar AS terhadap mata uang rupiah dan penyebab-penyebabnyaÂ
Menguatnya kekuatan dolar terhadap mata uang negara-negara di dunia terjadi secara terus menerus. Bahkan beberapa data menunjukan adanya situasi yang mirip dengan krisis yang parah pada mata uang di Asia pada tahun 1997-1998.
Meningkatkan kekuatan dolar AS sangatlah berpengaruh terhadap harga barang dan jasa hingga biaya utang dalam perekonomian internasional. Kalkulasi dari IMF menunjukkan setiap pelemahan sebanyak 10% suatu mata uang terhadap dolar AS, setara dengan naiknya angka inflasi 1% di negara yang nilai kursnya terdepresiasi.
Kurs rupiah sendiri akhir Oktober 2022 tercatat mengalami pelemahan di angka 9,5% terhadap dolar AS, sekaligus menjadi level terendah dalam 2,5 tahun terakhir. Pada tanggal 26 Oktober 2022, mata uang rupiah tercatat melemah ke Rp. 15.620/US$, dan tidak menutup kemungkinan akan mencapai angka Rp. 16.000/US$ yang menurut beberapa pakar ekonomi sudah berbahaya. Meskipun demikian, Indonesia termasuk dalam negara-negara yang unggul di Asia dalam kekuatan nilai tukar mata uang terhadap dolar AS. Meningkatknya kurs dolar AS di pasar internasional ini adalah murni akibat kelangkaan pasokannya diseluruh dunia.
Terdapat beberapa faktor lokal dan global yang berpotensi membuat pelemahan rupiah terhadap dolar AS terjadi dalam waktu yang lama, diantaranya:
1. Kenaikan Suku Bunga Acuan AS
Kenaikan suku bunga AS merupakan faktor utama, karena kenaikan suku bunga acuan/ Fed fund rate membuat tingkat pengembalian investasi pada aset-aset berdenominasi dolar AS menjadi semakin menarik dan aman. Fenomena ini disimbolkan oleh tingkat imbal hasil atau yield obligasi pemeritah AS, yang saat ini untuk tenor 10 tahun sudah diatas 4% yang menjadi tertinggi sejqk krisis global pada tahun 2008.
Bank sentral AS (Fed) Â menaikkan suku bunga secara agresif dikarenakan inflasi yang mulai muncul. Fed menaikkan suku bunga hingga 300 basis poin (bp) dalam tempo tidak sampai satu tahun, menjadi 3.00-3.25% pada pertemuan September lalu.
Sebenarnya, tingkat inflasi tahunan AS sudah mejingkat sejak bulan Juni yaitu mencapai angka 9,1% menjadi 8,2% pada September, tetapi level 8% tetap tertinggi sejak era great inflation 1980-an. Karenanya, Fed diprediksi akan terus menaikkan suku bunga acuannya, hingga inflasi mereda di kisaran target jangka panjang 2%. Rapat FOMC selanjutnya berlangsung bulan depan, dan diprediksi ada kenaikan sehingga makin memperkering likuditas dolar AS.
2. Operasi Quantitative Tightening (QT),
Selain keanikan suku bunga, faktor lainnya ialah rencana Fed untuk menarik kembali dolar AS yang ada di sistem keuangan mereka, rencananya Fed akan menarik kembali lebih dari 552 miliar US$ pada akhir 2021 dan lebih dari 1,1 triliun pada akhir 2023.