Entah mengapa, percaya diriku lenyap tak bersisa.
Entah bagaimana, ketakutan menerjang menggerogoti hati.
Tanpa seizinku, ketidakberdayaan mengoyakkan jubah pencapaian.
Kulihat mereka semua, orang-orang besar.
Yang menjadikan "sukses" sebagai nama belakangnya.Â
Senyum bahagia selalu terlukis pada wajahnya.
Seakan sedih, khawatir, dan segala kawanannya ialah musuh mereka.
Musuh yang tak berani mengusik sedikitpun.
Namun siapalah aku di sini?
Sesosok insan yang melihat ke atas dengan tatapan ngeri.
Ngeri karena menyadari aku amat kecil, tak kuasa.
Ngeri karena gelar yg disandangkan dunia kepada mereka.
Segala penghormatan tertuju pada kaki si orang-orang besar.
Sejatinya, aku mengetahui.
Tak adil jika diri ini hanya menatap langit.
Tak pantas jika bumi yang kupijak, tidak kuamati pula.
Diriku ini, berharga nyatanya, layak diindahkan.
Terkandung potensi di dalamnya, yang siap lepas dari kerangkeng.
Biarlah aku mematahkan rantai pengekang ini.
Dengan ucapan syukur, sebagai pembuka jalan.
Biarlah aku terfokus dan tak teralihkan.
Dengan kerja keras, aku mencapai.
Biarlah aku menutup diri dari ekspektasi dunia.
Dengan kesabaran, aku bertekun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H