Perkembangan teknologi telah membawa kehidupan yang benar-benar baru bagi manusia, teknologi transportasi, medis, ataupun komunikasi. Leluhur manusia ratusan tahun lalu mungkin tidak terpikir bahwa keturunannya akan bisa terbang, membuat pesawat, pergi ke satu tempat dengan cepat, bahkan mendarat ke bulan. Leluhur manusia dahulu mungkin tidak terpikir bahwa manusia sekarang bisa melihat apa yang ada dalam tubuh seseorang melalui teknologi x-ray. Dalam hal teknologi komunikasi, sudah pasti merupakan hal yang tidak terbayangkan bagi leluhur manusia bahwa seseorang bisa berbicara dengan orang lintas benua dan melihat wajahnya secara langsung melalui video call. Teknologi telah membawa dampak positif, kehidupan baru bagi manusia. Namun teknologi juga merupakan faktor menghilangnya kehidupan lain bagi manusia, misalnya otomatisasi pekerjaan manufaktur. Artikel CNBC Indonesia yang mengambil dari riset Oxford Economics memperkirakan sebanyak 20 juta pekerjaan manufaktur akan hilang dan digantikan dengan robot pada tahun 2030 (Franedya, 2019). Kemunculan artificial intelligence pun akan menggantikan pekerjaan manusia yang sifatnya repetitif. Pekerjaan administrasi, kasir, ataupun pekerjaan industri yang dilakukan berulang (CNN Indonesia, 2023).
Perubahan teknologi memang akan selalu memiliki dampak, Postman (1998) menegaskan perubahan teknologi seperti trade-off, pertukaran. Teknologi memberi sesuatu namun juga mengambil sesuatu. Memang teknologi memberikan efisiensi bagi industri, namun hal ini juga memberikan dampak sosial ekonomi negatif yang besar bagi masyarakat, buruh, ataupun orang-orang yang terancam karena kedatangan teknologi. Bagaimanapun, hubungan antara teknologi, media, dan kehidupan sosial merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Jika dilihat melalui perspektif ekologi media, perubahan struktur sosial, budaya, dan ekonomi ini merupakan hasil dari interaksi antara teknologi dan manusia.
Pertanyaan yang muncul pada fenomena khusus pekerjaan yang hilang adalah adalah: Apakah berarti pekerjaan kreatif yang akan menjadi bagian besar pekerjaan utama di masa depan? Pekerjaan kreatif adalah pekerjaan yang membutuhkan rasa, intuisi, memiliki sisi manusia yang kuat, sulit rasanya pekerjaan ini digantikan oleh robot. Namun, faktanya pekerjaan kreatif pun ikut terancam dengan munculnya teknologi generative AI, teknologi yang bisa menggenerasikan atau menciptakan konten seperti tulisan, gambar, ataupun musik. Perusahaan media di dunia dan Indonesia pun seperti Alex Springer, Buzzfeed, Jakarta Post, Mongabay mengaku sudah menggunakan generative AI untuk memproduksi konten kreatif mereka (Haslih, 2023). Efisiensi merupakan alasan utama untuk teknologi ini digunakan di industri, perkembangan ini sangat mengancam profesi desainer grafis, penulis kreatif, ataupun seniman secara umum. Belakangan melalui media sosial, pekerja seni pun menginisiasi gerakan #TolakGambarAI (Floretta, 2024). Menurut mereka teknologi Generative AI merupakan teknologi yang menggambil data, scrapping dari data atau seni yang sudah ada di internet sebagai bahan untuk membuat seni baru. Seni yang menjadi bahan AI bisa jadi merupakan seni yang dimiliki oleh seniman asli, dan AI tidak memiliki consent untuk menjadikan seni tersebut sebagai bahan. Sebuah masalah etika dan privasi yang kerap muncul di antara perkembangan Web 3.0 sampai Web 4.0 (Raghavan, 2023).
Ekologi media merupakan bidang studi yang melihat media sebagai lingkungan atau ekosistem, yang ikut berperan dalam membentuk kehidupan dan budaya manusia (Lum, 2000). Tidak hanya menyebabkan perubahan, namun sebaliknya saling mempengaruhi satu sama lain, dinamika sosial budaya juga bisa membuat perubahan terhadap lingkungan media tersebut. Neil Postman, selain melihat perkembangan teknologi sebagai trade-off juga menegaskan bahwa datangnya teknologi tidak menambah sesuatu yang baru pada kehidupan sosial. Namun, datangnya teknologi bersifat ekologis, yaitu mengubah lingkungan secara menyeluruh. Berdasarkan ini, kasus pekerjaan kreatif yang hilang karena AI akan kembali mendefinisikan bagaimana ekosistem industri media di masa depan. Akankah AI dimanfaatkan dengan total atau masih dibutuhkan seniman professional untuk mengkurasi konten yang ada? Adakah pekerjaan yang lebih 'kreatif' dari pekerjaan kreatif?
Adanya teknologi baru, memang bentuk pekerjaan baru akan pasti muncul, kesempatan baru muncul, ekosistem baru muncul. Namun seiring dengan itu, kita juga perlu memastikan bahwa dampak sosial dan ekonomi yang ditimbulkan dapat dikelola dengan bijak. Teknologi membawa kemajuan, efisiensi, dan kenyamanan, namun juga menghadirkan tantangan baru, seperti hilangnya pekerjaan akibat otomatisasi dan munculnya generative AI yang mengancam profesi kreatif. Teknologi komunikasi yang berkembang pesat memberikan kemudahan dalam hubungan antar manusia, namun di sisi lain, kemajuan teknologi industri juga dapat menghilangkan pekerjaan tradisional yang dulunya menjadi sumber mata pencaharian bagi banyak orang. Ini menciptakan sebuah pertukaran atau trade-off, sebagaimana yang dipaparkan oleh Postman, di mana teknologi memberikan satu hal namun juga mengambil hal lainnya.
Referensi
CNN Indonesia. (2023). Kerjaan Apa Saja yang Bisa Digusur AI? Pakar Ungkap Fakta Getir. CNNIndonesia.Com.
Floretta, J. (2024). Nasib di Ujung Tanduk Para Pekerja Seni Inisiasi Gerakan 'Tolak Gambar AI.' Magdelene.Co.
Franedya, R. (2019). Duh, Robot Bakal Hapus 20 Juta Pekerjaan di Sektor Manufaktur. CNBCIndonesia.Com.
Haslih, F. (2023). Gawatnya Disrupsi Gen-AI bagi Para Pekerja Industri Kreatif. Remotivi.
Lum, C. M. K. (2000). Introduction: The intellectual roots of media ecology. New Jersey Journal of Communication, 8(1).