Arus kucing terbilang cukup padat di kota ini, dari sore hari setelah waktu Ashar sampai Subuh, riuh para kucing selalu memenuhi setiap jalan raya baik yang berjalan kaki maupun yang menggunakan kendaraan umum dan pribadi, bahkan bisa dibilang kemacetan selalu terjadi setiap harinya, kecuali hari minggu.Â
Namun, terkadang di hari minggu pun muncul kemacetan. Kota Empus merupakan salah satu kota besar di Republik Meong, dan kota ini merupakan kota campur-baur, yakni kota hunian sekaligus bisnis, pemerintahan dan industri. Kondisi kota yang demikian telah menjadikan kota Empus menjadi kota dengan indeks kesemrawutan tertinggi diantara kota-kota lainnya di Republik Meong. Polusi juga tinggi di kota ini, selain itu, angka kriminalitas juga dibilang cukup tinggi, terutama ketika siang bolong saat para kucing warga kota mengistirahatkan tubuh mereka.
Seperti halnya kota-kota besar lainnya, apalagi dengan campur-baurnya kepentingan, kota Empus tidak bisa lepas dari arus urbanisasi. Kondisi ini telah menyebabkan masalah sosial tersendiri, pasalnya banyak dari kucing-kucing yang berurbanisasi dari kampung menjadi pengangguran di kota Empus.Â
Harapan mendapatkan pekerjaan kantoran dengan gaji selangit akhirnya pupus dikarenakan sebagian besar dari mereka tidak memiliki keterampilan dan pendidikan mumpuni. Sedangkan pemerintah kota Empus sepertinya menutup mata akan kondisi ini, karena beberapa waktu lalu, pemimpin pemerintah Kota Empus mengijinkan kucing-kucing dari kampung berurbanisasi dan mencari penghidupan di kota. Bahkan, si pemimpin tersebut membuka diri terhadap arus urbanisasi tersebut.
Menurut hampir sebagian besar kucing warga kota Empus merasa bahwa kota ini sudah tidak mampu lagi menampung kucing-kucing hasil urbanisasi. Pendapat mereka ini bukanlah tanpa alasan, karena sebagian besar dari pencuri, rampok dan begal atau kegiatan kriminal lainnya dilakukan oleh kucing-kucing pengangguran yang notabene banyak yang sebelumnya mempunyai harapan tinggi bekerja di kota. Lazim memang, di tengah gaya hidup kota yang menghendaki setiap individu memiliki materi sedemikian besar untuk hidup, sedangkan para pelaku kriminal tidak memiliki sumber pendapatan untuk memenuhi gaya hidup tersebut. Namun, kejahatan tetaplah kejahatan dan kondisi ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut.
Tidak hanya itu saja masalah sosial di kota Empus. Yang paling dikhawatirkan oleh warga kota adalah banyaknya kelompok-kelompok garong yang berkedok "Orcing" atau organisasi kekucingan. Memang Orcing ini sudah diatur oleh undang-undang, tetapi banyak yang memanfaatkan organisasi seperti ini untuk meraup untung sendiri, apalagi kabarnya Orcing adalah salah satu mesin partai politik di Republik Meong.
"Kalau Orcing-nya bagus sih tidak apa-apa ya, seperti Orcing dengan semangat kebangsaan tinggi dan berasaskan ikan cuek, bukan hotdog, bukan hamburger dan bukan juga nasi kebuli.", menurut kucing karyawan jantan salah satu kantor swasta yang tidak mau menyebutkan namanya.
"Banyak Orcing yang aneh mas, ya mereka itu garong lah pada intinya.", menurut salah satu kucing betina karyawan kantor pemerintah kota yang juga tidak mau menyebutkan namanya.
"Saya tidak setuju Orcing yang garong dan yang ingin mengganti asas ikan cuek kita mas.", ucap salah satu kucing jantan di salah satu bus kota yang tengah melaju di salah satu jalan protokol kota Empus.
Beberapa pendapat di atas terlontar dari para kucing kota Empus dimana banyak dari mereka memandang negatif Orcing, terutama yang existdi kota Empus. Beberapa kejadian tidak diharapkan yang sering diakibatkan oleh Orcing-Orcing nakal dan garong adalah tawuran, main hakim sendiri, premanisme, penguasaan lahan parkir, serta penguasaan fasilitas publik seperti trotoar. Banyaknya pengangguran disinyalir telah dijadikan target oleh Orcing-Orcing nakal untuk memperbesar massanya.
Para pedagang ikan asin di salah satu sentra ikan asin terbesar di kota Empus mengatakan bahwa banyak dari garong yang kemungkinan berafiliasi dengan salah satu Orcing telah menguasai kawasan tersebut. Sebenarnya banyak dari pedagang yang merasa resah dan gelisah, lantaran mereka harus menyiapkan sejumlah uang upeti kepada para garong tersebut.Â