Pada Pertengahan juli 2019 lalu, Badan pusat statistik (BPS) merilis laporan tentang barang yang menjadi penyumbang kemiskinan masyarakat indonesia. Hasilnya, seperti dikutip dari laman Money kompas, rokok berada di urutan pertama penyumbang kemiskinan yang diikuti oleh beras, perumahan, bensin serta listrik.Â
Dengan jumlah perokok aktif pada tahun 2018 mencapai angka 60 juta, hal ini sudah barang tentu tidaklah mengejutkan jika rokok berada di urutan teratas.
Namun, bagaimana jika kita melompat ke 3-5 tahun kedepan dengan industri digital dan teknologi kian berkembang serta dunia hiburan semakin beragam, terutama dalam media sosial dan game online. Yang mana keduanya merupakan fusi pengikis keuangan pribadi generasi z saat ini.
Seperti halnya rokok, eksistensi sosmed dan game online kian mendapat tempat di hati para gen z maupun milenial. Selain itu, lahirnya youtuber gaming, influencer sosial media maupun selebgram menjadi motivasi lain bagaimana generasi digital mencari uang serta meposisikan diri mereka di masa depan. Setidaknya mereka berpikir untuk menjadi seperti idola yang mereka lihat sehari-hari.
Meskipun baik, celakanya tak semua orang memiliki skill game yang sangat bagus maupun dianugerahi tubuh sexy nan cantik ala selebgram.Â
Meskipun tak harus selalu cantik untuk jadi selebgram, mereka juga harus punya sisi kreatif dari segi humor, editing maupun cerita yang ingin mereka sampaikan di platform digital untuk menghibur penggemar.Â
Untuk hal tersebut, hanya sedikit generasi sekarang yang masuk kriteria ini.
Jangan lupakan pula masalah top-up gim online yang kian lazim di generasi ini. Mereka rela membeli diamond, UC atau item langka di game hanya untuk kesenangan pribadi.Â
Perilaku impulsif nan konsumtif ini hampir menyeluruh ditemukan pada mereka yang mengaku gamer di platform digital. Jika dibiarkan, sudah pasti uang mereka alirkan hanya untuk kesenangan bukan investasi.
Lain halnya dengan instagram addict. Mereka mungkin tak sefanatik para gamer, namun untuk menghasilkan feed yang menarik, milenial sekarang lebih cenderung menyukai liburan instagramable demi kepentingan konten maupun cerita di media sosial. Maka tak heran jika banyak pihak beranggapan milenial tak bisa membeli rumah.Â