Mohon tunggu...
Dicky Saputra
Dicky Saputra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Talks about worklife and business. Visit my other blog: scmguide.com

-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Hidup Seimbang dari Pendulum (Sebuah Analogi)

28 Desember 2015   08:51 Diperbarui: 28 Desember 2015   09:28 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pendulum (sumber: pixabay.com)"][/caption]

Di jaman sekarang ini, dengan semakin meningkatnya kebutuhan dan persaingan, membuat kita harus bekerja ekstra keras kalau tidak mau tertinggal. Belum lagi untuk kita yang tinggal di kota-kota besar, kemacetan sudah menjadi makanan sehari-hari. Waktu tempuh dari rumah ke tempat kerja semakin panjang. Banyak waktu yang kita habiskan di jalan. Waktu untuk pribadi dan keluarga pun terasa semakin sedikit. Hidup yang kita jalani sekarang, serasa tidak seimbang, antara dunia kerja yang kita geluti dan kebutuhan pribadi atau keluarga yang juga butuh perhatian.

Keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan adalah satu hal yang selalu diidamkan setiap dari kita. Kita selalu berusaha menyeimbangkan keduanya. Tapi dengan berbagai kondisi yang dikemukakan diatas, sepertinya sangat sulit untuk melakukannya. Sering kita merasa waktu untuk pribadi selalu dikalahkan oleh pekerjaan dengan segala macam tuntutannya.

Bagaimana sebenarnya cara mendapatkan hidup yang seimbang antara pekerjaan dan kehidupan pribadi itu? Seperti apa konsep hidup seimbang yang sebenarnya?

Kalau boleh kita analogikan, hidup itu seperti sebuah pendulum. Tanpa diberikan simpangan, ia akan diam di tengah. Simpangan adalah apa yang kita lakukan. Pada saat kita bekerja, berarti kita menyimpangkan pendulum ini ke salah satu sisi. Dan pada saat kita menghabiskan waktu untuk keperluan pribadi atau keluarga, kita menyimpangkan pendulum tersebut ke sisi lainnya.

Kita sering memisahkan antara pekerjaan dan waktu pribadi. Seolah-olah keduanya adalah dua hal yang terpisah. Tapi, kalau kita kembali melihat ke konsep pendulum diatas, tidak peduli pendulum tersebut sedang menyimpang ke sisi yang satu (pekerjaan) ataupun sisi yang lainnya (pribadi), ia tetaplah pendulum yang sama. Dengan tali yang sama. Dan titik tumpuan yang sama. Artinya, keduanya adalah hal yang sama. Keduanya adalah kehidupan kita juga. Tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Keduanya adalah kehidupan kita.

Selama kita hidup, pendulum ini akan selalu berayun. Dari satu sisi ke sisi lainnya. Dari kehidupan pekerjaan kita ke kehidupan pribadi kita. Ia tidak akan pernah berhenti. Kalau ia berhenti, berarti kehidupan kita sudah berakhir. Yang perlu kita sadari, jauhnya simpangan itu tidaklah selalu sama dari hari ke hari. Ada kalanya kita harus menghabiskan waktu lebih lama di kantor ataupun di tempat kerja dibandingkan di rumah demi tanggung jawab profesional kita. Tapi, kita harus sadari, seberapa jauh simpangan yang terjadi, dan berapa jauh kita harus bergerak ke sisi sebaliknya untuk menjaga keseimbangan ayunan pendulum itu. Semakin jauh ia menyimpang, semakin jauh pula jarak atau usaha yang harus kita tempuh untuk mencapai titik sebaliknya. Untuk menyeimbangkan simpangan sebelumnya.

Seimbang tidak berarti diam berada di titik tengah. Simpangan akan selalu ada, ke kanan atau ke kiri. Tapi secara resultan, hasilnya adalah nol. Seimbang. Simpangan ke salah satu sisi akan diseimbangkan oleh simpangan ke sisi lainnya. Dengan kecepatan dan jarak yang sama. Ini adalah konsep hidup seimbang dari sebuah pendulum. Kita tidak bisa memaksakan pendulum itu tetap ditengah pada saat kita beraktifitas atau bekerja, tapi kita bisa menyeimbangkannya dengan bergerak ke sisi yang lain, sisi pribadi, saat ada waktu senggang. Waktu yang begitu lama kita habiskan di kantor dan membuat jenuh, kita bisa seimbangkan dengan mengambil liburan sejenak, misalnya. Jauh dari hingar bingar dunia kerja. Pendulum kehidupan kita tidak akan pernah diam. Ia akan selalu berayun dari sisi pekerjaan ke sisi pribadi. Tapi, secara resultan adalah nol. Sebuah keseimbangan.

Seimbang juga bukan berarti secara kuantitas waktu yang kita habiskan di kantor dan di rumah adalah sama. Tapi secara kualitas, sama. Bisa jadi kerja 8 jam sehari di kantor cukup dibalas hanya dengan 2 jam bersantai di rumah bersama keluarga. Benar-benar fokus pada apa yang anak-anak kita ceritakan tentang kejadian di sekolah mereka pagi itu. Fokus pada orang-orang yang kita sayangi dirumah. Ataupun melakukan aktifitas yang sudah lama ingin kita lakukan. Secara kuantitas, tidak sama, tapi secara kualitas, seimbang.

Kesimpulannya, hidup seimbang itu bukan berarti membagi waktu bekerja dan pribadi sama besar. Bukan berarti setiap harinya kita harus membagi kedua sisi pekerjaan dan pribadi tersebut dengan porsi yang sama. Kita tidak bisa memilih kapan kita harus menghabiskan lebih banyak waktu di pekerjaan dan kapan kita punya waktu senggang. Yang kita harus lakukan, kita harus menjalani kedua sisi kehidupan kita ini dengan sebaik-baiknya. Dengan perhatian dan kualitas yang sama. Kita harus fleksibel. Merespon dengan tepat apa yang terjadi pada kita dan apa yang harus kita lakukan. Keduanya adalah kehidupan kita. Satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Dan pada saatnya ada waktu senggang untuk diri kita sendiri, disitulah keseimbangan yang kita cari bisa kita dapatkan. Dengan melakukan apapun yang perlu dilakukan untuk menyeimbangkan waktu dan perhatian yang sudah kita habiskan dalam pekerjaan. Untuk mendapatkan resultan nol. Sebuah keseimbangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun