Faktor pertama yang berkontribusi adalah tekanan akademik dan pekerjaan. Generasi ini sering kali dibebani dengan harapan untuk berprestasi, baik dari keluarga maupun masyarakat. Di satu sisi, mereka harus meraih hasil akademik yang baik, tapi di sisi lain, mereka juga harus aktif dalam organisasi, punya pengalaman kerja sejak dini, dan terus memperbarui keterampilan supaya tetap relevan di dunia kerja yang kompetitif.
Kedua, pola tidur yang terganggu menjadi penyebab lain yang signifikan. Banyak dari mereka terbiasa begadang untuk menyelesaikan tugas, menonton serial, atau sekadar berselancar di media sosial. Akibatnya, tubuh kehilangan waktu istirahat yang sangat dibutuhkan untuk pemulihan. Kurang tidur bukan cuma membuat tubuh terasa lelah, tapi juga memengaruhi fungsi otak, seperti kemampuan berkonsentrasi dan memproses informasi.
Tekanan sosial dari media digital juga berkontribusi besar. Generasi Z adalah kelompok yang sangat terhubung secara online. Mereka menghabiskan banyak waktu di platform media sosial, membandingkan diri dengan orang lain, dan merasa perlu untuk menunjukkan versi terbaik diri mereka ke dunia. Semua ini menciptakan tekanan mental yang tidak kecil, bahkan sering kali tanpa disadari.
Stres juga menjadi elemen penting dalam fenomena jam koma. Stres bukan cuma tentang pekerjaan atau sekolah, tapi juga tentang ketidakpastian masa depan.Â
Generasi Z tumbuh di era di mana isu-isu global seperti perubahan iklim, ketidaksetaraan ekonomi, dan ketidakstabilan politik menjadi perhatian utama. Kesadaran terhadap isu-isu ini, meskipun penting, bisa menciptakan beban emosional tambahan.
Dampak Jam Koma Terhadap Kehidupan
Jam koma tidak cuma memengaruhi produktivitas harian, tapi juga punya dampak jangka panjang yang lebih serius. Salah satu dampak yang paling jelas adalah penurunan kinerja. Ketika tubuh dan pikiran mencapai titik kelelahan ekstrem, sulit untuk menyelesaikan tugas dengan baik. Bahkan pekerjaan yang sederhana bisa terasa seperti beban berat.
Selain itu, jam koma juga bisa memengaruhi hubungan sosial. Ketika seseorang merasa terlalu lelah, ia cenderung menarik diri dari interaksi sosial. Teman dan keluarga mungkin merasa diabaikan, sementara individu tersebut merasa bersalah karena tidak mampu hadir secara emosional.
Yang tidak kalah penting adalah dampaknya terhadap kesehatan mental. Kelelahan yang berulang kali terjadi bisa memicu perasaan putus asa dan tidak berdaya. Dalam beberapa kasus, hal ini bisa berkembang menjadi gangguan kecemasan atau depresi. Jam koma juga bisa memengaruhi pola tidur seseorang, menciptakan siklus kelelahan yang sulit diputus.
Perbedaan Jam Koma dan Burnout
Jam koma sering disalahartikan sebagai burnout, karena keduanya punya gejala yang mirip, seperti kelelahan fisik dan mental, sulit berkonsentrasi, serta perasaan tidak termotivasi. Tapi, ada perbedaan penting antara keduanya.
Burnout adalah kondisi kronis yang berkembang dalam jangka waktu yang panjang akibat stres yang tidak dikelola dengan baik. Burnout biasanya terkait dengan pekerjaan atau tanggung jawab tertentu dan sering kali memengaruhi berbagai aspek kehidupan seseorang.
Di sisi lain, jam koma bersifat sementara dan lebih spesifik pada waktu tertentu dalam sehari. Meskipun intens, kondisi ini biasanya mereda sesudah tubuh mendapatkan istirahat yang cukup. Tapi, kalau tidak ditangani, jam koma bisa menjadi pemicu awal burnout.