Mohon tunggu...
Dicky Saputra
Dicky Saputra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Talks about worklife and business. Visit my other blog: scmguide.com

-

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apa yang Pengemudi Mobil Lihat dan Pengendara Motor Tidak (Sebuah Analogi)

25 Januari 2016   09:49 Diperbarui: 25 Januari 2016   10:05 540
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Foto: print.kompas.com"][/caption]Melanjutkan tulisan sebelumnya yang berjudul Apa Yang Pengendara Motor Lihat Dan Pengemudi Mobil Tidak (Sebuah Analogi), kali ini saya akan menulis dari sisi pengemudi mobil tentang apa yang kami lihat sebagai pengemudi mobil lihat dan pengendara motor tidak.

Pertama, dengan mengendarai mobil yang mempunyai ukuran jauh lebih besar dari motor, setiap terjadi kecelakaan yang melibatkan motor, bagaimanapun situasinya, tetap saja pengemudi mobil yang akan lebih disalahkan. Karena itu, kami sebagai pengemudi mobil selalu sangat berhati-hati saat melewati jalan yang sempit, terlebih lagi jika padat dengan pengendara motor. Kami sadar bahwa dengan besarnya ukuran mobil, yang berarti jauh lebih punya kekuatan dibandingkan motor, tanggung jawab yang kami emban juga lebih besar. Sedikit saja kami berbuat kelalaian, akibatnya bisa fatal. Semakin besar kekuatan, semakin tinggi kekuasaan, akan diikuti pula dengan semakin besarnya tanggung jawab yang harus diemban. Celah untuk berbuat kelalaian semakin sempit mengingat dampaknya yang besar terhadap orang lain yang lebih lemah jika kelalaian tersebut sampai terjadi. Tetapi, kekuatan dan kekuasaan yang besar bukan berarti membuat kita boleh sombong karena biar bagaimanapun diatas langit masih ada langit. Masih banyak orang yang lebih kuat dan berkuasa dibanding kita. Kalau di jalan, masih banyak bus dan truk yang berukuran lebih besar dari mobil. Kekuatan besar, diikuti rasa tanggung jawab yang besar, tapi tetap rendah hati, ini bisa jadi rumus kesuksesan yang luar biasa.

Kedua, pada saat menghadapi kemacetan, kami benar-benar harus bisa me-manage tingkat stres kami. Tidak seperti motor yang bisa tetap melaju disela-sela mobil, kami harus tetap mengantri. Bersabar. Stres, emosi, kesal, itu hal yang mudah sekali datang kalau tidak mengelola emosi dengan baik. Pun pada saat jalan lancar, kami tetap harus bisa menahan diri untuk tidak kebut-kebutan, ugal-ugalan. Karena seperti yang saya sampaikan di poin pertama di atas, bahwa dengan kekuatan yang sedemikian besar, harus diikuti pula dengan rasa tanggung jawab yang besar. Selain itu, kami juga harus memiliki kecerdasan emosi yang tinggi. Pada saat menghadapi masalah yang membuat stres (seperti kemacetan) ataupun pada saat keadaan berpihak pada kita (pada saat jalan lancar). Bisa berbuat lebih tapi tetap menahan diri demi kemaslahatan bersama. Itu adalah contoh sikap yang besar. Sudah banyak contoh fatal dari aksi kebut-kebutan mobil dijalan karena tidak bisa menahan diri dan emosi. Tidak ada gunanya. Hanya merugikan.

Ketiga, berkendara menggunakan mobil melintasi kemacetan bisa menjadi sarana melatih kreatifitas kami. Pada saat menghadapi kemacetan, kami akan mencari berbagai cara untuk menghilangkan kebosanan menunggu giliran jalan. Mulai dari mendengarkan musik, berita di radio, atau hanya sekedar memperhatikan keadaan sekeliling. Menikmati kemacetan. Memperhatikan sekitar kita yang kadang bisa membuat kita melihat hal baru yang sering luput pada saat jalanan sedang lancar. Masalah dan rintangan boleh datang. Tapi bisa kita hadapi dengan cara-cara yang kreatif. Masalah yang sama, diatasi dengan cara yang berbeda, untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Itu kreatifitas.

Keempat, perhitungan yang matang dan akurat. Seringkali kami harus berjejal dengan mobil lain dan para pengendara motor di kemacetan. Masing-masing orang tidak mau mengalah. Mau lebih dulu. Di saat itulah perkiraan yang tepat diperlukan. Berapa jarak ke mobil depan. Terlebih kalau di depannya adalah motor, karena lebarnya yang tidak sebesar mobil, lebih sulit untuk memperkirakan jaraknya. Jika meleset, bisa menabrak apa yang ada didepan atau samping, di area blind spot. Dalam kehidupan pun demikian. Untuk bisa tetap bertahan dan meminimalkan resiko yang ada, kita perlu memperhitungkan segala sesuatunya seakurat mungkin. Dari semua sisi. Tidak 100% akurat, tapi seakurat yang kita mampu. Pertimbangkan segala aspek, yang terlihat maupun tidak. Jangan sampai apa yang kita lakukan merugikan dan membahayakan orang lain.

Kelima, adalah yang sangat sering terjadi, pada saat kami (mobil) akan berbelok, para pengendara motor biasanya akan tetap menyerobot masuk dan berbelok dari sisi dalam. Ini sangat berbahaya, karena pada saat berbelok, pergerakan mobil akan menutup sisi dalam. Motor yang menyerobot bisa terjepit. Pengemudi yang belum terbiasa atau baru belajar mengemudi, mungkin akan kaget dan terlambat mengatisipasi. Karena itu, sebagai pengemudi mobil, kami harus terus mempelajari perilaku pengendara motor di jalan. Belajar dari pengalaman. Untuk menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Jadi kami bisa mengantisipasi hal-hal buruk sampai yang terkecil sekalipun. Kami tidak bisa mengubah perilaku pengendara motor, tapi kami bisa mengubah perilaku kami sendiri demi kepentingan bersama. Kalau semua orang mau mengubah diri sendiri untuk keadaan yang lebih baik, tentunya dunia ini akan lebih baik.

Itu yang bisa saya tuliskan dari sisi pengemudi mobil. Banyak hal yang bisa kita pelajari dan ambil dari apa yang kita lakukan sehari-hari. Bahkan dari hal kecil sekalipun. Kita hanya perlu sedikit memberi perhatian. Buat penilaian dari berbagai macam sudut pandang untuk menghasilkan keputusan yang menyeluruh. Yang menguntungkan, atau minimal tidak merugikan, semua pihak. Seperti apa yang dilakukan pengemudi mobil dan pengendara motor. Saling mengerti sudut pandang yang lain. Maka jalanan akan menjadi tempat yang aman. Semua mendapatkan apa yang menjadi keinginannya dan sampai ke tujuan masing-masing dengan selamat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun