Kali ini saya mau sharing unek - unek saya soal Gunung Agung yang belakangan sangat dikomersialkan. Saya memang baru sekali mendaki Gunung Agung lewat jalur Pasar Agung. ( Ada beberapa jalur mendaki di Gunung Agung, dan jalaur yang paling ramai adalah jalur Pura Besakih karena pemandangan jalur yang dilalui lebih indah dan bisa mencapai puncak tertinggi di Gunung Agung ). Belakangan saya sering mendengar dari rekan - rekan saya di UKM Mapala, bahwa Gunung Agung sudah mulai dikomersialkan. Para pendaki terutama yang melalui jalur Besakih diwajibkan memakai jasa tour guide yang ada di sana. Padahal biaya tour guide itu sendiri tidak bisa dibilang murah. Bisa mencapai Rp 400.000 . Hal ini tentu mendatangkan protes terutama dari kalangan mahasiswa pecinta alam. Kalau buat para turis asing mungkin tidak masalah. Bahkan tanpa disuruh pun mereka mungkin akan mencari para tour guide. Karena mereka tidak tahu jalur yang harus dilalui. Sehingga membutuhkan jasa dari para tour guide. Tapi, buat para pecinta alam yang sudah bolak - balik naik Gunung Agung  yang sudah hafal di luar kepala jalurnya? Bagi mereka ,para tour guide hanya mengganggu perjalanan bukan membantu. Karena berdasar pengalaman, para tour guide itu maunya cepet jalan, cepat sampai maka selesailah pekerjaan mereka. Apa sih kelebihan para tour guide itu? Kelebihan para tour guide itu cuma tau jalur dan bisa bahasa asing. Kedua kelebihan itu sama sekali tidak berguna buat para Pecinta Alam. Kami juga punya kemampuan itu. Bahkan kami mempunyai standar keselamatan pendakian sendiri karena kami memang sudah dilatih untuk itu. Sedangkan apa para tour guide mempunyai itu semua? Saya rasa tidak. Bukan bermaksud sombong, tapi saya rasa kemampuan para tpur guide masih dibawah rata rata kemampuan para pecinta alam yang sudah terlatih.
Â
Pernah ada satu pengalaman dari senior saya yang mengantar temannya mendaki Gunung Agung. Di sana mereka dipaksa memakai jasa tour guide dan membayar 400 ribu. Tentu saja senior saya itu kesal bukan kepalang. Peran dia di situ adalah menjadi tour guide untuk temannya, kenapa malah sekarang dipaksa pakai tour guide lagi. saking kesalnya, senior saya membentak petugas di sana.
Â
"Pak, teman saya ini dari majalah Time. Bagaimana kalau dia tiba - tiba dia nulis di majalahnya kalau sekarang Gunung Agung sudah kaya neraka seperti Kuta dulu ?"
Â
Tindakan - tindakan pemaksaan itu tanpa disadari bisa merusak citra Gunung Agung yang selanjutnya bisa merusak citra parawisata Bali. Saya hanya bisa berharap agar tindakan - tindakan pemaksaan seperti ini secepatnya diakhiri agar tidak merusak citra Bali yang sangat saya cintai ini.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H