Sudah termafum secara lahiriah orang akan membawa sifat dan karakter dasar dari sononya, begitu pula dengan Ahok mempunyai sifat yang lugas, cepat, reaktif dan karakter yang keras dan kasar. Semua itu merupakan anugrah dari yang atas yang tidak dapat atau sulit dirubah, bisa diubah tetapi tidak akan diperoleh hasil yang signifikan. Kata wong Jowo "Nek watuk iso ditambani, Nek watek iso dipatoki" artinya kurang lebih perubahan batuk (sembuh) bisa diobati, kalo sifat dan karakter tidak akan bisa dirubah sampai ada nisan ( akhir hayat ).
Begitu pula dengan Ahok yang terkenal kasar, keras, dan ceplas ceplos. Apakah sifat dan karakter ini merupakan suatu hal yang positif atau negatif, mengingat semua itu adalah kuasa Ilahi. Sebagaimana artikel dari seorang komp. Budiman HAkim yang mengatakan kalo melihat seseorang supaya memperoleh penilaian yang lebih arif haruslah menggunakan kepekaan nurani. Dalam perjalanan hidup orang diajari bertafakur (berfikir), kontemplasi dan menghayati suatu masalah agar memperoleh akar permasalahan sehingga lebih mudah untuk memahami dan menyelesaikan suatu problem. Begitu pula dengan problem kekasaran Ahok.
Orang yang serta merta pasti akan mengatakan Kekasaran Ahok merupakan sesuatu yang jelek, yang negatif, serta banyak membawa pengaruh yang negatif bagi diri sendiri, orang lain, maupun dampak yang lebih luas lagi. Tetapi bagi orang yang mengerti kekasaran itu akan membawa hasil yang optimal apabila ditempatkan pada waktu, situasi, kondisi, dan dengan siapa kekasaran itu ditimpakan.
OK, saya tidak akan berlama lama, Mengapa Kekasaran Ahok tidak diperlukan lagi untuk memimpin DKI, karena DKI sudah banyak pemimpin mulai pemimpin pasar Tanah Abang, pemimpin DPR, pemimpin DEMO, pemimpin APBD DKI TANDINGAN, pemimpin PERLAWANAN (apapun dilawan, yang penting berlawanan, tidak penting siapapun yang dihadapi apakah orang penting atau tidak penting), juga pemimpin pemimpin yang lain seperti pemimpin (Ketua) POLRI, TNI, KEAGAMAAN DAN LAIN LAIN. Bahkan Gubenur pun mempunyai pimpinan tandingan yang sampai saat ini belum diikutkan pilkada atau dilengserkan.
Konsep mengelola DKI tidak dibutuhkan seorang pemimpin dalam artian yang hanya bisa memerintah tanpa mau terjun langsung melihat dan mengontrol kondisi lingkungan dan anak buahnya apalagi hal ini dikaitkan dengan konsep yang dahulu telah jauh jauh tertanam bawasannya GUBERNUR ADALAH ABDI MASYARAKAT YANG TUGASNYA MELAYANI MASYARAKAT TERMASUK MENDIDIK DAN MENGAJARKAN KEPADA MASYARAKAT. Ingat bahwa model guru pada jaman sebelum tahun 80-an adalah dikenal mempunyai sifat dan karakter yang bahkan jauh lebih dari seorang Ahok yang begitu keras bahkan juga tegas dan kasar karena bukan hanya mulutnya saja yang bicara tetapi tangannya juga ikut bicara
Hal ini mengingatkan pada jejadian di kala Bayi Kecil saat SD ditahun 70-an yang saat itu sang guru meminta untuk semua murid nya yang kelas 3 untuk membeli penggaris kayu 30 cm.
Sang murid yang tidak tahu maksud dan tujuan akan pembelian penggaris kayu tersebut, sehingga sang murid berlomba lomba membeli penggaris kayu yang tebal dan kuat dan memainkannya laksana zoro yang hero, seorang Tokoh legendaris dari Amerika Latin di saat sebelum bel masuk. Tapi apa lacur? Ternyata penggaris tersebut dipergunakan untuk pemeriksaan kuku bagi muridnya, sehingga beberapa murid yang ketahuan tidak disiplin (kukunya panjang dan hitam) mendapangan sifat dan karakter t "ceplesan" dari guru dengan penggaris kayu yang tebal tersebut. Kejadian itu membuat Bayi Kecil tersenyum senyum, apakah fenomena ini sudah seharusnya di agendakan dan diterapkan mengingat kompleksitas masalah dan kompleksitas masyarakat Jakarta.
Akan halnya jika konsep melayani ini dikaitkan dengan sikap dan karakter ahok untuk melayani para koruptor, para preman, orang orang yang malas dalam pengabdiannya baik sebagai sebagai Anggota DPR, PNS, Pedagang, mungkin juga masyarakat DKI agar terhindar dari budaya dan kebiasaan yang hanya menjadikan jakarta menjadi kota yang terakreditasi banyak masalah, tentunya ini yang tidak kita harapkan. Jadi disini mungkin role model pendidikan bagi DKI, Ingat Tuhan bisa marah dan keras kepada hambanya ?
Akhirnya ........ semua berpaling kepada warga DKI, mau memilih gubernur yang mana, toh calonnya hanya sudah tinggal dua, ......mudah mudahan dengan berkurangnya calon berkurang pula suasana yang panas, suasana yang tidak kondusif....menjadi suasana yang adem, suasana yang menarik dan kondusif..... syukur syukur bisa memberikan tuntunan dan tontonan yang menhiburbagi saudara saudaranya yang ada DI seluruh wilayah Indonesia......
SALAM dari bayi kecil yang mencoba untuk langsung berlari................
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H