Perilaku faking yang dilakukan oleh pelamar pada saat mengikuti wawancara kerja dapat membuat pewawancara akan sulit untuk melakukan penilaian secara objektif terhadap si pelamar yang diwawancarainya. Ditambah lagi, banyak juga pelamar yang memadukan perilaku faking dengan manajemen kesan atau impression management (IM) pada saat mengikuti wawancara.
Manajemen kesan (IM) merupakan suatu cara yang dilakukan pelamar dengan mengarang cerita agar pewawancara terkesan pada setiap jawaban yang diberikannya. Misalnya, seorang pelamar terlalu melebih-lebihkan skill atau keahliannya, atau menyembunyikan pengalaman kerja sebelumnya, atau bisa juga dengan memuji pewawancara, sehingga pribadi si pelamar terlihat baik di mata pewawancara.
Manajemen kesan merupakan suatu gambaran dalam diri seseorang untuk mempertahankan dan bahkan menjaga dirinya agar selalu terlihat 'sempurna' di mata orang lain. Perilaku ini biasanya digunakan seseorang untuk mengubah sifat yang dimilikinya dengan tujuan membuat orang lain terkesan.
Dalam mendapatkan pekerjaan yang diinginkan, seorang pelamar akan melakukan segala cara, salah satunya dengan melakukan faking dan manajemen kesan. Seseorang yang melakukan perilaku ini akan menggunakan strategi yang sudah dirancang sebaik mungkin sehingga perilaku dan tutur kata yang akan ditunjukkan benar-benar baik.
Para pelamar yang menggunakan faking dan manajemen kesan dalam wawancara kerja lebih sering dinilai baik oleh pewawancara. Faking dan manajemen kesan dapat terjadi baik dalam wawancara terstruktur maupun tidak terstruktur, yang dapat menyebabkan kebenaran dan keabsahan wawancara tersebut tidak terjamin.
Dengan melakukan faking dan manajemen kesan, maka banyak kemungkinan si pelamar akan diterima oleh perusahaan/instansi untuk menduduki suatu posisi yang dibutuhkan.
Karena itu, sudah sangat pasti bahwa faking dan manajemen kesan sangat sulit diketahui oleh pewawancara. Ini membutuhkan kejelian dan ketelitian dari si pewawancara agar bisa mengetahui dengan tepat setiap jawaban yang diberikan pelamar agar tidak terjebak dalam kesalahan penilaian ataupun pengambilan kesimpulan.
Levashina dan Champion (dalam International Review of Industrial and Organizational Psychology, 2011) membagi tipe faking menjadi 4 bagian yaitu:
- Slight Image Creation, yaitu suatu usaha kecil yang dilakukan oleh pelamar untuk menyembunyikan hal buruk yang terjadi pada dirinya ketika berada di tempat kerja sebelumnya. Misalnya, seorang pelamar mengatakan banyak hal yang berlebihan mengenai keahlian kerjanya.
- Extensive Image Creation, yaitu suatu perilaku faking yang lebih ekstrim yang dilakukan oleh pelamar pada saat mengikuti wawancara. Contohnya, seorang pelamar tidak menjawab pertanyaan sebenarnya dari pewawancara melainkan menciptakan jawaban lain dari pengalaman kerja yang tidak sesuai realita.
- Image Protection, yaitu suatu cara untuk mempertahankan diri dari si pelamar pada mengikuti wawancara kerja. Misalnya, menghilangkan pengalaman yang tidak baik di masa lalunya, dan sedikit berdebat ketika kehilangan jawaban.
- Ingratiation, yaitu suatu perilaku faking yang dilakukan oleh pelamar dengan cara memuji pewawancara supaya pewawancara terkesan terhadap pribadinya. Misalnya, si pelamar berpura-pura memuji pewawancara, atau memuji instansi/perusahaan yang dilamarnya agar terkesan baik.
Dari sini, kita sudah memiliki pemahaman bahwa perilaku faking merupakan strategi pelamar yang paling sering digunakan saat menghadapi tahap seleksi wawancara kerja di mana saja. Apalagi di daerah kita, wawancara kerja masih tidak luput dari praktek KKN, sehingga mau tidak mau, si pelamar akan menggunakan taktik faking yang disertai dengan managemen impresi (IM).
Kiranya tulisan singkat ini, tidak saja bisa mencerahkan kita, tetapi menjadi bahan refleksi yang urgen agar integritas dan kejujuran kita jangan dipertaruhkan hanya untuk sebuah jabatan. Selamat Bekerja bagi yang sudah ada pekerjaan, dan selamat berjuang bagi pelamar yang sedang mencari kerja.
Sumber Bacaan: