Mohon tunggu...
WARDY KEDY
WARDY KEDY Mohon Tunggu... Relawan - Alumnus Magister Psikologi UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

SAYA adalah apa yang saya TULIS

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Atasi Limbah Plastik dengan "Teknik Meniru"

10 Juli 2020   19:45 Diperbarui: 11 Juli 2020   04:21 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sampah plastik. (Dok. Ecoton via kompas.com)

Limbah (sampah) plastik adalah masalah yang tidak mudah diselesaikan. Karena itu, per 1 Juli 2020, sejumlah Pemda memberlakukan peraturan mengenai pelarangan penggunaan kantong plastik. Saya kira ini adalah perhatian yang baik dari Pemerintah yang bertujuan untuk kebaikan kita semua. 

Masalah limbah (sampah) plastik tentu tidak lepas dari perilaku menyampah (membuang sampah). Inilah persoalan yang masih kurang disadari oleh kita semua. Saya kira berbicara soal perilaku membuang sampah dan sampah itu sendiri adalah hal urgen yang patut diindahkan secara serius oleh kita semua.

Secara umum, problematika sampah plastik masih belum tuntas terselesaikan. Sampah merupakan salah satu material sisa yang banyak ditemukan di tengah masyarakat dan memiliki dampak yang cukup signifikan dalam mempengaruhi kualitas kesehatan dan lingkungan karena sampah ini tidak terurai dalam waktu yang cepat. 

Dampak dari sampah plastik tersebut dapat ditimbulkan karena kebiasaan membuang sampah secara sembarangan oleh masyarakat. 

Pemerintah Indonesia cukup serius dalam menangani kebiasaan membuang sampah (khususnya sampah plastikc) secara sembarangan dengan diterapkannya berbagai Peraturan Daerah atau Perda di masing-masing kota. Walau demikian, tidak bisa ditampik bahwa perilaku kita sendiri masih jauh dari kesempurnaan.

Ada banyak hal yang menyebabkan terjadinya penumpukan dan pembuangan sampah plastik secara sembarangan. Saya tidak mau berbicara data jumlah sampah di Indonesia, karena saya yakin, kita semua pasti tahu. Bahkan kita sendiri adalah aktor dibalik tumpukan sampah plastik yang menggunung. 

Bagi saya, masalah sampah plastik yang banyak itu tidak saja berasal dari faktor perilaku individunya, tetapi juga faktor demografi dan kepadatan penduduk.

Kota besar dengan penduduk yang padat tentu akan lebih banyak menghasilkan sampah ketimbang kota kecil yang jarang penduduknya. Karena itu, kita perlu melihat masalah sampah (plastik) ini dari konteks yang lebih luas.

Walau begitu, satu hal yang pasti ialah bahwa permasalahan sampah (plastik) sejatinya berasal dari kegiatan kita sendiri yang membuang sesuatu yang tidak digunakan. Kegiatan ini merupakan perilaku sehari-hari yang dilakukan kita. 

Perilaku kita, menurut Skinner adalah perilaku yang ditimbulkan sebagai respon kita terhadap stimulus yang dikenali (rangsangan dari luar). Nah, simulus dalam permasalahan ini berupa 'sampah'. 

Dalam perspektif behaviorisme, respon atau perilaku membuang sampah (menyampah) yang kita lakukan dalam kasus yang sering terjadi disekitar kita merupakan perilaku yang dihasilkan dari pembiasaan yang dibentuk oleh lingkungan. Kemungkinan besar pengalaman menyampah kita selama ini, tidak mendapatkan hukuman (misal ditegur petugas atau kena denda). 

Sehingga, ketika kita menyampah, yang didapatkan justru konsekuensi menyenangkan yakni terbebas dari sampah yang mengganggu. Sehingga banyak dari kita yang berperilaku menyampah dengan tidak disadari/secara sembarangan dan sesuka hati.

Selain itu, perilaku membuang sampah plastik (menyampah) sembarangan juga terjadi jika kita berada dilingkungan yang kotor dan kecil kemungkinannya terjadi di lingkungan yang bersih. 

Sumber: Emaksuper.com
Sumber: Emaksuper.com

Misalnya, ketika kita menonton film di bioskop atau menonton pertandingan sepak bola, akan ada banyak sampah yang terbuang, dan kita juga menjadi penyumbang salah satu sampah tersbut. 

Perilaku ini dirasa tidak salah oleh kita karena sudah kita tahu bahwa akan ada seseorang yang telah dibayar untuk membersihkannya. Ini membuktikan bahwa masih kurangnya kepedulian dan kesadaran kita terhadap kebersihan lingkungan, khususnya dalam hal membuang sampah (plastik).

Lantas, bagaimana cara yang bisa kita gunakan untuk menurunkan perilaku membuang sampah sembarangan? Salah satu cara adalah dengan meningkatkan pembelajaran perilaku modeling (peniruan). 

Teknik modeling (meniru) dapat digunakan untuk memunculkan kepedulian dan kesadaran kita terhadap lingkungan agar terjadi perilaku kebiasaan membuang sampah (plastik) pada tempatnya. 

Modeling atau perilaku meniru adalah melakukan perilaku sesuai dengan perilaku orang lain yang melibatkan proses kognitif. Modeling adalah bagaimana cara mencocokkan perilaku dengan tindakan lain, dengan melibatkan simbol-simbol yang mewakili informasi dan menyimpannya untuk digunakan pada waktu mendatang.

Pencetus teori Modelling, Albert Bandura, dengan tegas mengungkapkan bahwa proses observasi ataupun perhatian sangat penting dalam pembelajaran (modeling) tingkah laku, karena tingkah laku yang baru (kompetensi) tidak akan diperoleh tanpa adanya proses observasi maupun perhatian dari seseorang. 

Saya yakin bahwa jika ada seorang yang membuang sampah (plastik) pada tempat yang sudah disediakan, lalu dilihat oleh kita, maka secara kognitif, kita akan melakukan hal yang sama, karena kita sedang berusaha meniru apa yang diperbuat orang tersebut atas atensi yang diperoleh lewat indra kita. 

Kalau toh, kegiatan meniru ini belum mempan, maka perlu adanya himbauan yang diberikan lewat simbol tertentu seperti, tulisan yang mengajak, poster yang bisa mempersuasi kita agar bisa membuang sampah (plastik) pada tempatnya.

Perilaku kita yang peduli terhadap lingkungan juga termasuk salah satu perilaku prososial sehingga sangat penting ditanamkan sejak dini. 

Guru, orang tua, dan masyarakat pada umumnya, dapat membantu proses belajar dengan pemodelan, khususnya perilaku membuang sampah (plastik), sehingga secara perlahan, perilaku kita akan tertiru dan terekam dalam alam bawah sadar. 

Saya kira, perlu dibuat norma kepada masyarakat agar tahu mana perbuatan yang susila dan asusila, mana perbuatan yang bermoral dan amoral. Semua norma itu bertujuan untuk meningkatkan perilaku patuh masyarakat terhadap kebersihan lingkungan. 

Ketika kepatuhan sudah mulai meningkat, sudah tentu kesadaran kita terkonstruksi, dan lambat laun secara refleks, kita akan membuang sampah (plastik) pada tempat yang disediakan.

Inilah tugas kita semua yang tidak boleh dikesampingkan. Kita harus peka terhadap lingkungan yang kotor dan dengan kesadaran penuh kita harus berjuang agar perilaku menyampah tidak lagi dibiasakan tetapi diubah menjadi sesuatu yang bernilai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun