Mohon tunggu...
WARDY KEDY
WARDY KEDY Mohon Tunggu... Relawan - Alumnus Magister Psikologi UGM
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

SAYA adalah apa yang saya TULIS

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Bintang Emon Diteror Buzzer, Kebebasan Berbicara "Dibungkam"

16 Juni 2020   12:15 Diperbarui: 16 Juni 2020   17:47 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Demokrasi News.com

Komika Gusti Muhammad Abdurrahman Bintang Mahaputra atau yang lebih dikenal dengan nama Bintang Emon menjadi viral dan diperbincangkan netizen di media sosial beberapa hari lalu, lantaran video berdurasi satu menit 42 detik, yang berisi pendapat tentang kasus Novel Baswedan. Kini, dia kembali menjadi tranding topic di Twitter karena mendapat serangan teror siber dari buzzer. Dari teror ini, berkembanglah beberapa respon dari para warganet (BBC Indonesia, Selasa, 16 Juni 2020).

Bagi saya, apa yang disampaikan Komika Bintang Emon adalah bentuk perhatian yang baik terhadap ‘kejanggalan’ tuntutan satu tahun penjara bagi dua terdakwa penyerang Novel, Rahmat Kadir dan Ronny Bugis. Bentuknya tanggapannya juga unik, yakni disampaikan dengan gaya ‘satire’ di mana bagi saya hal itu merupakan suatu bentuk kritik sosial yang tidak ada salahnya. Akibat respon itu, dia diteror di Twitter oleh buzzer. Lucu sekali melihat teror siber tersebut karena ternyata isinya adalah `fitnah` dan tentu mengekang kebebasan berpendapat. Padahal kita tahu bahwa jaminan kebebasan berpendapat dilindungi konstitusi.

Teror siber tersebut harus mendapat perhatian serius dari Pemerintah terhadap warganya karena bagi saya hal tersebut merupakan tindakan yang mengancam kebebasan berekspresi, berkarya, dan berpendapat. Kalau ini dibiarkan, akan semakin berbahaya sebab untuk saat sekarang, saya melihat peran buzzer semakin terang-terangan dan cukup sistematis dalam melakukan pembicaraan/komentar di media sosial. Kondisi ini kian meresahkan warganet karena pemikiran kritis seakan terbungkam oleh ruang diskursus yang tidak rasional. Kasihan ya, kalau sampai suara kritis yang membangun, justru dihadang dengan komentar ‘picik’ dari para buzzer. Kenapa buzzer seperti itu? Apakah sejak awal keberadaannya memang demikian? Ataaukah dikendalikan oleh segelintir orang? Mari kita bedah apa dan siapa itu buzzer.

Istilah buzzer mulai dikenal sejak media sosial banyak digunakan oleh masyarakat dunia termasuk di Indonesia. Media sosial dianggap paling efektif untuk pemasaran sebuah produk atau jasa, pun sebagai media berkomunikasi dan ‘pamer’ aktivitas pribadi. Kini, di timeline media sosial baik di Facebook, Instagram, Path, Twitter dan lain-lain sering dijumpai postingan baik oleh artis, institusi, komunitas, atau orang biasa yang memiliki pengikut/followers hingga jutaan orang tentang sebuah event atau produk/jasa/apapun. Bisa jadi, merekalah yang disebut dengan buzzer karena dianggap memiliki pengaruh terhadap pendapat para followers-nya.

Aktivitas buzzer adalah salah satu dari strategi pemasaran yang terbilang baru. Secara harfiah, buzzer memiliki arti sebuah komponen elektronika yang berfungsi untuk mengubah getaran listrik menjadi getaran suara. Prinsip kerja buzzer hampir sama dengan loudspeaker (pengeras suara) yang menghasilkan suara yang bising sehingga menarik perhatian. Sementara pengertian buzzer di media sosial menurut Arbie (2013) dapat dianalogikan sebagai akun yang memiliki pengaruh besar (influencer) terhadap pengikut/follower atau teman/friends, dan diharapkan bisa membuat sebuah topic menarik, tidak saja di dunia online tapi juga in real world. Pengamat media sosial, Jeff Staple, menjelaskan bahwa buzzer adalah seseorang yang memiliki opini yang didengarkan, dipercaya, dan membuat orang lain bereaksi setelah mengetahui opini tersebut. Secara sederhana, seorang buzzer di media sosial adalah pengguna media sosial yang dapat memberikan pengaruh pada orang lain hanya melalui pesan di timeline (kalimat, gambar, video) yang ia posting. Hal tersebut merupakan indentitas utama dari seorang buzzer media sosial, karena pada dasarnya buzzer harus mempunyai kemampuan mempengaruhi orang lain.

Sesuai tujuan awalnya, buzzer di media sosial dipandang efektif dalam memasarkan suatu produk iklan. Tidak hanya itu pekerjaan sebagai buzzer juga dinilai sangat menjanjikan. Menjadi buzzer tidak sebatas para artis atau orang terkenal saja, namun bisa juga orang biasa yang memiliki jutaan followers/friends di akun media sosialnya. Pekerjaan buzzer dianggap tidak terlalu sulit, karena hanya dengan memiliki akun di media sosial, memasarkan produk/jasa, dan bisa dilakukan kapan dan dimana saja, seorang buzzer dapat memperoleh penghasilan yang menjanjikan. Ada beberapa syarat untuk menjadi buzzer, diantaranya harus poluper, aktif dan kreatif. Indikator kepopuleran adalah jumlah follower atau teman, semakin banyak jumlah follower maka akan semakin bagus. Syarat aktif, berarti teratur mengelola akun, karena follower akan selalu menunggu pesan baru yang akan muncul di timeline. Buzzer harus bisa berkomunikasi secara baik dengan para follower. Selain itu kemampuan berpromosi juga harus dimiliki agar para follower bisa tertarik dengan tiap informasi yang disebarkan. Jika buzzer bukan dari kalangan selebritis maka salah satu jalan yang bisa ditempuh adalah dengan menjadi ahli di satu bidang, seperti medis, pendidikan, bisnis, hingga yang meliputi hobi seperti fotografi, memasak, dan lainnya.

Karena keberhasilannya di bidang marketing tersebut, jasa buzzer banyak digunakan berbagai kalangan, mulai dari perusahaan yang memiliki brand terkenal, hingga orang biasa yang baru membuka usaha startup untuk memasarkan produk/jasa mereka. Bahkan di bidang politik, profesi buzzer ini malah menjadi sebuah keharusan untuk ada dalam proses marketing partai politik. Buzzer dianggap salah satu aktor paling penting dalam penggalangan opini di dunia maya dengan menjalankan fungsi pemasaran. Hanya saja, pemakaian istilah buzzer di media sosial belakangan ini, sudah mulai bergeser ke hal yang kurang baik. Aktivitas buzzer kini diidentikkan sebagai strategi menggiring opini publik dengan menampilkan fakta negatif sehingga membuat istilah tersebut mulai ‘dibenci’ banyak warganet.

Inilah fakta yang tak bisa ditampik bahwa buzzer merupakan salah satu ujung tombak kesuksesan seorang/komunitas tertentu dalam mempersuasi banyak orang, karena saat ini, mereka tidak hanya melakukan fungsi marketing semata, namun juga bekerja untuk ‘menjatuhkan’, meneror, menebar berita hoaks, menjelek-jelekkan, bahkan memfitnah orang lain yang dianggap mengancam dan berbahaya, (termasuk menyerang dengan ujaran kebencian dalam berbagai bentuk, semisal, kasus Bintang Emon). Dengan adanya pergeseran makna dan perubahan tugas serta aktivitas ‘negatif’ dari buzzer, maka saya rasa, kasus teror siber ini perlu kita indahkan dan seriuskan, agar kebebasan berekspresi dalam hidup berdemokrasi bisa menjadi lebih baik, kususnya dalam berkomentar di medsos. Miris juga, kalau seorang komika harus dihadang dengan teror siber yang tidak benar. Padahal dulu, warkop DKI selalu memberi kritik sosial dalam setiap film drama komedi yang ditampilkan, tetapi tidak diteror. Kenapa sekarang suara para komika dengan gaya bahasa ‘satire’ berbalut latah ditentang, difitnah, bahkan diteror? Karena itu, usul saya, semua kita yang merasa dirugikan oleh buzzer perlu menempuh jalur hukum sesegera mungkin agar tidak terjadi lagi hal-hal yang membahayakan. Kita juga perlu memiliki pemikiran kritis dalam menelaah berbagai komentar ‘miring’ dan tidak jelas asal-usulnya agar tidak terpengaruh dan terprovokasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun