Saya  : ade, lu rasa karmana kalau belajar dari rumah?
Adik  : b senang kk, hanya talalu lama ju b rasa jenuh e'... b rasa di sekolah lebih enak,
 lebih ramai dan nyaman, dari pada di rumah'.Â
Saya  : Oh begitu, kah? Nah,, karmana su?
Adik  : Tau lai kk.... Ko ais mau karmana lai? Ikut su situasi yang ada sekarang.
Percakapan singkat, dengan dialek kami orang Soe, antara saya dan adik sepupu (yang masih SMP),  sedikit menggelitik pikiran saya sehingga mulai berpikir sejenak, ada apa sebenarnya? Pernahkah kalian merasa seperti yang adik saya alami? Seberapa intensnya kita belajar 'bersama' mereka di rumah? Saya semakin bingung, karena terlalu banyak pertanyaan yang muncul dari situasi  di tengah pandemi ini. Mau bagaimana lagi, mewabahnya virus mematikan ini, sudah merasuki pelbagai sendi kehidupan, tak terkecuali bidang pendidikan.
Kita sudah tahu, bahwa Mendikbud telah mengeluarkan kebijakan melalui Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaann Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19) yang dikeluarkan pada 24 Maret lalu.Â
Sejumlah daerah juga sudah merespon dengan memperpanjang masa Pembelajaran Jarak Jauh dari tanggal 21 April sampai dengan tanggal 30 Mei 2020 sebagai upaya memutus rantai penyebaran Covid-19. Dengan demikian, masa pembelajaran jarak jauh (belajar dari/di rumah) pun masih terus berjalan sampai sekarang.
Sedikit pengalaman pribadi, saya sering bercerita dengan adik-adik siswa (SD & SMP) yang saya temui di Soe, mengenai kegiatan belajar di rumah. Jawaban mereka sangat variatif. Sebagian, ada yang senang, karena masa 'libur' ini membuat mereka bisa lebih banyak waktu untuk 'bermain' dengan orang rumah atau tetangga.Â
Namun ada juga yang karena sudah terlalu lama di rumah, mereka rindu suasana sekolah (aroma ruangan kelas) dengan sedikit debu melekat di bangku/kursi dan meja kelas, yang selalu dibersihkan bersama setiap hari. Memang benar adanya; suasana sekolah, selalu memberi kesan dan kenangan tersendiri yang unik dan menggemaskan.Â
Suasana kelas yang riuh-gaduh akibat salah satu kawan yang berbuat salah; atau situasi menegangkan saat menanti dengan harap cemas kedatangan guru yang dianggap paling 'jahat' dengan penggaris kayu yang siap ditepiskan di betis kami, jika tidak mengerjakan PR; rindu suasana kantin dengan uang jajan yang terbatas; dan masih banyak lagi kisah-kasih di Sekolah yang begitu menarik dan sulit terlupakan.
Memang benar bahwa situasi Sekolah, memiliki kesan tersendiri dari para peserta didik yang berada didalamnya, pun satuan pendidikan lainnya. Tapi, pandemi Covid-19, sudah membumi-hanguskan segala kenangan yang sedah/sedang terpatri dalam diri mereka semua yang selalu bersemangat ketika hari Senin tiba, menanti lantunan Indonesia Raya dalam Upacara Bendera di halaman Sekolah. Ironis memang, melihat virus kejam ini, menggergoti kreativitas dan gaduhnya suasana kelas. Interaksi yang 'sedikit' banyak hanya satu arah antara guru dan siswa, sekalipun dinilai oleh banyak ahli kurang efektif, karena mematikan kreatifitas, akan tetapi justru itulah yang membuat kami (siswa) menjadi lebih baik.