Cahaya di Ujung Perjuangan
Seiring berlalunya waktu, hari-hari setelah pertempuran besar itu menjadi sunyi. Para prajurit yang tersisa mulai membersihkan benteng, menguburkan mereka yang telah gugur, dan merapikan sisa-sisa kerusakan yang ditinggalkan oleh musuh. Tidak ada perayaan, tidak ada kegembiraan yang membuncah. Meski mereka telah memenangkan pertempuran, kesadaran akan kehilangan dan pengorbanan begitu terasa di setiap sudut benteng.
Raden berdiri di tepi tembok benteng, memandangi hamparan perbukitan yang dulu menjadi saksi bisu pertempuran. Kini, semuanya tampak tenang, seolah-olah alam sedang meresapi kedamaian yang baru saja tercipta. Namun, di dalam hatinya, Raden tahu bahwa kedamaian ini hanya sementara. Penjajah mungkin telah mundur, tetapi mereka pasti akan kembali. Namun kali ini, Raden dan pasukannya akan lebih siap.
Bagus, yang kini telah menjadi sahabat setia dan tangan kanannya, mendekat pelan. "Raden, para prajurit sedang mempersiapkan upacara untuk para pahlawan kita yang gugur," katanya dengan suara tenang.
Raden mengangguk. "Baik, kita akan menghormati mereka dengan sepantasnya. Tanpa mereka, kita tidak akan sampai pada titik ini."
Bagus menatap Raden sejenak, seolah-olah ada sesuatu yang ingin dia katakan. "Apa kau pikir ini benar-benar akhir dari segalanya?" tanyanya.
Raden tersenyum tipis. "Tidak, Bagus. Ini bukan akhir. Ini hanyalah awal dari babak baru. Perjuangan kita belum selesai. Selama penjajah masih menjejakkan kaki di tanah ini, selama kita belum sepenuhnya merdeka, maka kita akan terus berjuang. Tapi hari ini... hari ini kita izinkan diri kita untuk bernafas sejenak."
Setelah upacara penghormatan bagi para pahlawan yang gugur, suasana benteng kembali hening. Namun, di tengah hening itu, benih-benih harapan mulai tumbuh. Para prajurit yang tersisa mulai membicarakan tentang masa depan, tentang apa yang harus mereka lakukan untuk mempertahankan kebebasan yang sudah mulai mereka raih.
Raden memimpin rapat kecil dengan para tetua desa dan kepala-kepala suku yang datang setelah mendengar kabar kemenangan. Mereka semua sepakat bahwa perjuangan harus terus berlanjut. Raden menyusun strategi baru untuk memperkuat pertahanan benteng dan mempersiapkan pasukan cadangan jika musuh kembali.
Meski demikian, di balik segala persiapan itu, Raden merasa sedikit lega. Ini adalah pertama kalinya dalam waktu yang lama dia bisa tidur dengan pikiran sedikit lebih tenang, tanpa kekhawatiran tentang serangan tiba-tiba. Namun, di dalam tidurnya, mimpi-mimpi tentang pertempuran, darah, dan kehilangan terus menghantui. Beban sebagai pemimpin yang harus menjaga kebebasan rakyatnya terus membayangi setiap langkahnya.