Peringatan dari Kegelapan
Malam itu, angin dingin berhembus lebih kuat dari biasanya, membawa hawa beku yang meresap ke dalam setiap celah istana. Langit yang biasanya cerah dan biru kini berubah kelabu, diselimuti oleh awan hitam tebal yang tampak seolah-olah menutup seluruh cakrawala. Suasana yang tenang dan damai seakan memudar, digantikan oleh ketegangan yang menggantung di udara.
Di perbatasan kerajaan, kabar buruk telah datang. Penyihir jahat bernama Morgath, yang telah tertidur selama ribuan tahun di dalam penjara abadi, kini dikabarkan telah bangkit. Legenda yang diwariskan oleh para leluhur mengatakan bahwa Morgath pernah mencoba menaklukkan dunia dengan kekuatan kegelapan yang sangat kuat, namun usaha tersebut dihalangi oleh kekuatan Cahaya yang digunakan oleh para pendahulu Alena untuk mengurungnya dalam penjara yang sangat kuat.
Kini, Morgath bebas. Berita mengejutkan ini telah menyebar ke seluruh penjuru kerajaan dan membuat Raja Andros sangat khawatir. Beliau memanggil para penasihat kerajaan dan para ksatria terpilih untuk segera berkumpul di ruang rapat istana. Suasana di dalam ruangan tersebut sangat tegang, dengan para pejabat kerajaan dan ksatria yang tampak sangat serius dan cemas.
Ratu Selene, dengan wajah yang dipenuhi oleh kekhawatiran dan ketegangan, berusaha untuk menjaga ketenangan dan memberikan arahan yang jelas kepada semua pihak yang hadir. "Kita tidak bisa mengabaikan ancaman ini," katanya dengan suara yang penuh tekad. "Morgath adalah musuh yang sangat kuat dan berbahaya. Kita harus mempersiapkan diri dengan baik dan melindungi kerajaan kita dari ancaman yang akan datang."
Para penasihat dan ksatria mulai berdiskusi tentang strategi dan langkah-langkah yang perlu diambil untuk menghadapi Morgath. Mereka merencanakan persiapan pertahanan, pengumpulan pasukan, dan pemetaan wilayah yang mungkin akan menjadi sasaran serangan. Di tengah hiruk-pikuk persiapan ini, Alena merasa ada sesuatu yang lebih besar menantinya, sesuatu yang tidak bisa ia abaikan.
Di dalam kamar tidurnya, Alena merasa cemas dan tidak bisa tidur. Pikiran-pikirannya penuh dengan gambaran tentang ancaman yang mengintai mereka. Suara gemericik hujan di luar jendela dan suara angin yang menderu tidak mampu mengalihkan perhatiannya dari kekhawatiran yang mengganggu pikirannya. Rasa tidak nyaman yang dirasakannya semakin kuat, mendorongnya untuk bangkit dari tempat tidur dan berjalan-jalan di lorong-lorong istana yang sunyi.
Lorong-lorong tersebut biasanya tenang dan damai, namun malam ini terasa berbeda. Alena berjalan perlahan, melewati dinding-dinding berlapis mahkota dan lukisan-lukisan kuno yang menggambarkan sejarah kerajaan. Suara langkah kakinya mengalun lembut di atas lantai marmer yang dingin. Ketika ia melewati ruang penyimpanan kuno, ia mendengar sebuah bisikan lembut, seolah-olah suara itu memanggil namanya.
Dengan rasa ingin tahu yang kuat, Alena mengikuti suara itu hingga menemukan sebuah pintu kecil yang jarang dibuka. Pintu itu tersembunyi di balik tirai berat yang telah lama tidak digunakan. Ia membuka pintu tersebut dengan hati-hati dan memasuki ruangan yang gelap dan berdebu. Di tengah ruangan, ia melihat sebuah cermin tua yang ditutupi kain beludru.
Alena mendekati cermin tersebut dengan penuh rasa ingin tahu. Ia mengangkat kain penutupnya dengan lembut, mengungkapkan sebuah cermin berbingkai kayu yang terlihat usang. Ketika ia memandang ke dalam cermin, ia terkejut melihat pantulan dirinya yang berbeda dari biasanya. Di dalam cermin, matanya bersinar terang dengan cahaya yang intens, dan di belakangnya tampak bayangan hitam yang menakutkan.
Bayangan itu segera menjadi lebih jelas, menampilkan sosok Morgath dengan senyuman jahat yang penuh kebencian. Morgath mengenakan jubah hitam yang terbuat dari bahan yang tampaknya menyerap cahaya di sekelilingnya, membuat sosoknya semakin menakutkan. "Putri Alena..." suara dari cermin itu berbicara dengan nada yang penuh ancaman dan kebencian. "Kau tak bisa melarikan diri dari takdirmu. Kekuasaanmu akan menjadi milikku, dan kerajaanmu akan runtuh di bawah kegelapan."